Langgam.id - Sebanyak 17 orang perantau Minang yang pulang kampung pasca kerusuhan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua kembali mendarat di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang Pariaman, Jumat (4/10/2019) sore.
Kepulangan perantau gelombang kedua hari ini, difasilitasi lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Sumatra Barat (Sumbar). Sebelumnya, 40 orang perantau sudah mendarat di BIM dan rombongan ketiga yang berjumlah 23 orang direncanakan sampai di bandara malam ini.
Salah seorang pengungsi, Yutrizal (44) asal Pesisir Selatan mengatakan, ia berencana pulang kampung hanya untuk sementara waktu. Terutama untuk menyelamatkan anak-anak agar terhindar dari bahaya kerusuhan.
Di Wamena, ia bekerja sebagai seorang pedagang. Hingga saat ini, ia tidak tahu bagaimana dengan keadaan kiosnya.
“Saya masih trauma. Jadi pulang dulu ke kampung halaman,” katanya.
Yutrizal pulang dengan istri bersama 2 orang anak. Ia sendiri sudah 12 tahun lamanya merantau ke Wamena. Sementara waktu, ia berencana melanjutkan sekolah anak-anaknya di kampung halaman.
“Saya Insyaallah akan kembali ke Wamena kalau keadaan sudah benar-benar aman, yang penting anak-anak saya aman dulu,” ujarnya.
Saat kerusuhan terjadi, ia sedang berjualan di kiosnya. Kemudian petugas menyuruh menutup kios. Ia pun mencari anak dan istrinya kemudian mengungsi.
Pengungsi lainnya, Indra Gusti juga pulang kampung hanya untuk sementara waktu. Ia juga mengaku sudah kehilangan harta benda.
“Saya berharap Papua segera kondusif, kalau sudah aman saya akan balik lagi, Insyaallah, kami ini terbiasa di rantau jadi ya kembali lagi ke rantau,” katanya.
Ia memutuskan pulang karena konflik membuat dirinya panik dan trauma. Ia pulang bersama 5 orang anaknya dan istrinya. Ia berencana kembali ke Wamena tahun 2020 mendatang.Itu pun kalau kondisi sudah benar-benar aman.
“Kita yang punya anak-anak ini merasa trauma, jadi kita ambil inisiatif macam mana anak-anak bisa kita selamatkan," katanya.
Di Wamena ia berjualan sarapan pagi. Ia sudah tinggal di sana sekitar 2 tahun. Awal ke Wamena, ia dibawa oleh saudara dan sebelumnya buka usaha di Batam.
“Wamena awal-awal tidak pernah ribut seperti ini. Hubungan dengan orang Papua selama ini baik, kita saling menghargai, tapi kemarin itu kita tidak tahu kenapa,” katanya.
Saat kejadian, ia tidak bertemu dengan perusuh karena baru saja menata jualan, datang polisi menyuruhnya menutup kedai. Ia pun menutup kedainya dan menjemput anak ke sekolah, kemudian lari ke pengungsian. (Rahmadi/RC)