Langgam.id - Sebanyak delapan ton biji kopi arabika yang ditanam warga di Solok Selatan diekspor ke Jepang. Ini merupakan realisasi dari komitmen PT. Alko Sumatra dalam membina petani dan menyediakan pasar ekspor kopi.
Delapan ton biji kopi kering itu diproses oleh petani binaan PT. Alko Sumatra Internasional, Zikwan. Dia mulai belajar budidaya kopi dengan PT. Alko sejak 2016 silam.
"Pada 2016 kita tanam, kemudian tahun 2018 panen. 2019 belajar prosesor biji kopi dan 2020 mulai ekspor berkolaborasi di bawah koperasi Alko," kata Zikwan.
Zikwan mengatakan, prospek pertanian kopi sangat menjanjikan. Apalagi, dengan adanya pihak yang menjembatani petani dengan pasar ekspor.
Kepada langgam.id, Zikwan mengatakan bahwa delapan ton biji kopi itu dikelola oleh "Kelompok Tani Zikwan" yang beranggotakan 20 orang. "Jadi, selain kita yang tanam, ada sekitar 200 lebih petani penyuplai yang berkontribusi terhadap keberhasilan ekspor kali ini," katanya saat pelepasan ekspor kopi, di depo kontainer Pelabuhan Teluk Bayur, Jumat (29/4/2022).
Kata Zikwan, kopi ekspor harus diproses secara teliti agar meminimalisir kerusakan. Selain itu, tingkat kematangan buah kopi juga akan menentukan kualitas.
"Jadi yang diekspor hari ini, kita yang proses, petani-petani hanya menjual dalam bentuk kopi ceri (buah kopi yang baru dipetik), setelah itu baru diproses, mulai dari sortir hingga layak ekspor dalam bentuk biji kering," kata Zikwan.
Adapun Zikwan sendiri mengelola lahan yang ditanami kopi seluas dua hektare. "Ini adalah eskpor kopi yang ke sekian kalinya sejak tahun 2020 berkolaborasi denhan PT. Alko Sumatra Internasional," kata Zikwan.
Kendati demikian, menurut Zikwan, komoditi kopi punya tantangan tersendiri dari segi kuantitas. Kata dia, produksi kopi dari petani terus mengalami penurunan.
"Tantangannya di produksi yang semakin lama makin menurun. Karena tidak semua petani itu merawat kebunnya dengan serius," katanya.
Zikwan melanjutkan, per kilonya biji kopi arabika siap ekspor dihargai Rp98 ribu. Sedangkan harga buah kopi ceri yang baru dipetik oleh petani, dihargai Rp12 ribu per kilonya.
"Untuk proses dari buah kopi hingga siap ekspor ini memakan waktu kurang lebih empat bulan," Zikwan menambahkan.
Direktur PT. Alko Sumatra Internasional Pebriansyah menyebut Sumbar punya potensi besar untuk pertanian kopi. Lanskap alam Sumbar yang dilalui jalur pegunungan vulkanik, sangat mendukung untuk ditanami kopi.
"Kita di Sumbar ini punya tujuh gunung vulkanik dengan ketinggian di atas 1000 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang cocok untuk tanaman kopi. Sekarang tinggal mempersiapkan sumber daya manusia yang mau mengelolanya," katanya.
Pebri menjelaskan, selain punya gunung vulkanik, bentang alam Sumbar juga terdiri dari daerah dataran tinggi yang potensial. "Daerah di bawah 1000 mdpl bisa ditanami kopi robusta juga. Ini dua-duanya punya market yang besar di pasar internasional," ujarnya.
Pebri mengatakan, perusahaannya akan menjamin produksi kopi dari petani punya market yang pasti. "Kita ingin mengembalikan kejayaan kopi di Sumatra Westkust ini. Kopi di kawasan Sumatra bagian tengah-pesisir ini punya sejarah gemilang sebelum kedatangan Belanda pada kisaran abad 17. Kopi dari sini sudah diekspor hingga ke Amerika ketika itu," katanya.
Pebri melanjutkan, selain menjembatani petani dengan market, saat ini PT. Alko tengah mengembangkan teknologi blokchain. Melalui mekanisme blokchain, kata Pebri, konsumen bisa tahu perjalanan kopi, mulai dari asalnya hingga sampai di kedai kopi.
"Konsumen bisa tahu keaslian kopi, ditanam oleh siapa, ditanam di daerah mana dan bahkan sampai ke informasi kapan buah kopi dipanen," tutur Pebri.
"Dengan adanya teknologi blokchain ini, pembeli percaya kepada kita untuk memproduksi kopi. Ini adalah upaya dalam transparansi produksi kopi sehingga keaslian kopi terjamin," kata Pebri. (Dito/SS)