Langgam.id - Gempa tektonik M6,1 telah meluluhlantakkan sebagian wilayah di Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat, Jumat (25/2/2022) pagi. Data per 2 Maret 2022, gempa itu menyebabkan 13 orang meninggal dunia, 29 luka berat, 86 luka ringan, 15.553 jiwa mengungsi.
Sementara infrastruktur terdampak 3.094 rumah rusak, 29 rumah ibadah, 33 sekolah, 10 fasilitas layanan kesehatan, dan 5 perkantoran.
Mulanya, hipotesa Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), hiposentrum gempa terjadi di sekitar segmen Sianok, Angkola dan Barumun, 3 segmen dari koridor patahan Sumatra.
Namun, setelah BMKG melakukan survei, sumber gempa direvisi. Bukan lagi di antara 3 segmen simpul patahan Sumatra yang punya riwayat gempa selama ini. Melainkan di patahan baru yang kemudian diberi nama patahan Talamau.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan, lokasi gempa di Pasaman Barat ini merupakan patahan yang hampir dilupakan. Hal tersebut diketahui dari data yang terekam sejak hari pertama gempa bumi terjadi, BMKG menemukan ada patahan yang selama ini belum teridentifikasi, yakni patahan baru.
“Karena belum ada data seismik di situ, belum tercatat data-data seismik yang selama ini tidak diperhitungkan. Bahkan zona ini relatif aman, justru itu menjadi pusat gempa,” katanya, dalam konfrensi pers luring dan daring, Selasa (1/3).
Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial BMKG Rahmat Triyono menguatkan pernyataan Dwikorita. Dia mengatakan, patahan yang kemudian diberi nama sementara; segmen Talamau, merupakan temuan BMKG usai survei lapangan BMKG beberapa hari usai gempa.
“Berdasarkan catatan sebaran gempa susulan menunjukkan di luar dua segmen tersebut, segmen gempa sementara kita sebut segmen Talamau,” katanya saat jumpa pers di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang Pariaman itu.
"Seismisitas juga tidak ada. Di peta geologi tidak ada, di (peta) Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN) juga tidak ada. Ini memang belum terpetakan," Rahmat kembali menegaskan di pengujung diskusi atau Webinar Gempabumi Pasaman M6,1, 25 Februari 2022: Sumber, Dampak, dan Mitigasinya, Jumat (4/3/2022).
Klaim temuan baru oleh tim BMKG, otomatis mementahkan hipotesa BMKG sebelumnya yang menyebutkan, hiposenter gempa sekitar segmen Angkola dan segmen Sianok, serta segmen Barumun.
Segmen Angkola, segmen Barumun dan segmen Sianok adalah koridor patahan Sumatra. Patahan Sumatra, kadang disebut juga sesar Sumatra, atau patahan Semangko, membujur sepanjang 1.900 km, dari Teluk Semangko, Lampung, ke Aceh.
Geolog Dany Hilman dan Kerry Sieh dalam Neotectonic of The Sumatran Fault, Indonesia, yang dipublikasikan dalam Journal of Geophysical Research, tahun 2010, membagi patahan Sumatra menjadi 3 klaster yakni wilayah Utara, wilayah Tengah, dan wilayah Selatan. Jumlah keseluruhan ada 19 parameter sumber (segmen) yakni, Aceh, Seulimeum, Tripa, Renun, Toru, Angkola, Barumun.
Selanjutnya, Sumpur, Sianok, Sumani, Suliti, Siulak, Dikit, Ketaun, Musi, Manna, Kumering, Semangko, dan Sunda.
Dari 19 segmen gempa patahan Sumatra, 7 segmen menjalar di teritorial Sumatra Barat. Ketujuh segmen tersebut adalah segmen Angkola, segmen Barumun, segmen Sumpur, segmen Sianok, segmen Sumani, segmen Suliti, dan segmen Siulak.
Baca Juga: Penyebab Gempa di Pasbar Merupakan Patahan Baru, Disebut Segmen Talamau
Dalam webinar kelanjutan respons gempa Pasaman, direkomendasikan temuan patahan baru yang dirilis BMKG, segera dimasukkan ke peta geologi, peta PuSGeN.
Namun, pertanyaan mendasar di sini, apakah patahan baru yang kemudian dinamai segmen Talamau benar-benar temuan baru?
Segmen Talamau, sebetulnya bukanlah patahan baru yang benar-benar baru ditemukan sebagaimana disebutkan BMKG. Sesar ini sudah diidentifikasi oleh sejumlah geolog atau peneliti kegempaan.
Menurut Danny Hilman, pihaknya tahun lalu sudah memetakan episenter sesar tersebut. Posisinya di selatan segmen Angkola. "Ini yang perlu dibuktikan, perlu divalidasi lagi ke lapangan," kata Danny, dalam webinar yang digelar BMKG itu.
Danny mengakui, bahwa sesar yang dinamakan sesar Talamau oleh BMKG, belum ada di PuSGeN. "Gempa Pasaman kemarin benar, tidak ada di sesar aktif yang telah dipetakan," tandasnya.
Jauh sebelum Danny Hilman memetakan sesar itu, dan kemudian usai gempa Pasaman; BMKG menamainya sesar Talamau, Ungkap M. Lumbanbatu dari Pusat Survey Geologi, telah mempublikasikan soal sesar Talamau di tahun 2009.
Ungkap mengungkapkan lanskap Pasaman secara morfotektonik, dipengaruhi karakteristik lembah Sumpur sisi timur yang terbentuk oleh bentang alam perbukitan struktur. Di sebelah barat lembah Sumpur, bentang alamnya lebih bervariasi mulai dari dari kerucut gunung api, sisa gunung api, perbukitan struktur dan dataran aluvial.
"Terbentuknya lembah Sumpur diperkiran sebagai akibat dari pergerakan transtensional sesar Sumatra. Sementara itu bentuk lahan berupa kipas aluvium adalah merupakan produk aktivitas segmen sesar Sumatra yang terdapat disisi sebelah barat, sedangkan bentuk lahan struktur gawir sesar adalah merupakan produk dari kegiatan segmen sesar Sumatra yang terdapat di sisi timur lembah. Diperkirakan bentuk lahan berupa kipas aluvium dan struktur gawir sesar merupakan produk aktivitas kedua segmen sesar Sumatra tersebut yang berlangsung secara bergantian dan menghasilkan bentuk lahan yang berbeda beda pula," tulis Ungkap, dalam jurnal berjudul Morfogenetik Daerah Lubuk Sikaping Provinsi Sumatra Barat, terbitan Geo-Sciences, JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009.
Ia menjelaskan, perioda tektonik di kawasan Pasaman saat ini ditandai oleh adanya aktivitas gempa bumi, aktivitas gunung api Pasaman dan Talamau, serta dijumpainya teras-teras sungai di sepanjang Sungai Sumpur dan teras pantai di sepanjang pantai barat utara Natal.
Meski Ungkap tidak memaparkan secara detail soal sesar Talamau, namun dalam sebuah peta di jurnal itu, ia jelas-jelas menuliskan soal sesar Talamau, di sisi utara - barat Gunung Talamau.
Menurut ahli geologi Ade Edward, sesar Talamau itu sudah dikenali lama. "Ini patahan Talamau sudah lama dikenal di peta geologi," ujarnya.
"BMKG yang baru tahu, karena BMKG mendeteksi patahan dari kegempaan," ujar Ade Edward, ahli geologi yang berdomisili di Sumatra Barat ini.
Menurut Ade, dalam kajian-kajian risiko bencana Sumbar, patahan Talamau juga sudah masuk menjadi hal yang dipertimbangkan. "Termasuk dalam kajian risiko bencana longsor Sumbar," ujarnya.
Ade mengatakan, patahan Sumatra itu suatu zona yang terdiri banyak patahan. Ada patahan primer, sekunder, dan tersier. Geologi mendeteksi patahan dari sturuktur bumi.
"Setiap segmen terdiri dari ribuan patahan kecil-kecil. Patahan terputus-putus menjadi segmen-segmen berdasarkan karakternya," tandasnya.
Baca Juga: BMKG Ingatkan Potensi Longsor dan Banjir Bandang Usai Gempa Pasaman Barat
"Gempa Pasaman merupakan tipe gempa bumi kerak dangkal, diduga dipicu segmen Talamau yang belum terpetakan secara seismisitas sebelumnya, oleh karena itu upaya identifikasi sesar aktif harus terus dilakukan. Mitigasi bahaya gempa, antara lain: mitigasi stuktural berupa embanguna rumah tahan gempa, pemasangan rambu sesar pada jalur sesar aktif, kewaspadaan bencana susulan seperti longsor," demikian rekomendasi webinar soal respons gempa Pasaman, mungkin poin penting untuk terus mengkaji lebih dalam soal sesar dan potensi bahaya gempa di Pasaman dan Sumatra Barat secara umum.
Tapi yang terpenting, hal yang cukup menyejukkan untuk saat ini, seperti disebutkan BMKG, aktivitas di lokasi gempa sudah cukup aman karena kekuatan gempa semakin lemah. Artinya, masyarakat diminta tidak cemas lagi.