Langgam.id - Masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat (Sumbar) memegang nilai budaya sendiri untuk menghormati harimau sumatera.
Mereka hidup berdampingan dengan memperlakukan harimau layaknya nenek moyang yang menjadi pelindung kampung.
Dosen Sastra Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Andalas (Unand) Padang M Yunis menjelaskan, orang Minang jarang menyebut langsung harimau, tetapi lebih sering disebut "inyiak" atau inyiak balang. Inyiak dianggap suci yang artinya adalah kakek atau bapak.
"Orang Minang secara umum memandang harimau sebagai sosok yang melindungi, karena kakek atau bapak dari ayah atau dari ibu, yang tentu saja melindungi, begitu orang Minang menghargai harimau," katanya, Kamis (13/1/2022).
Dia menjelaskan, selain harimau sebagai hewan, juga dipercaya sebagai pimpinan silat atau tuo silek. Jadi ada dua jenis harimau yang dipercaya.
Yaitu terang Yunis, sebagai hewan seperti yang biasa memakan daging dan bisa mati. Serta sesuatu yang gaib yang dipercaya di tengah masyarakat.
Yunis mengungkapkan, sebagai tuo silek harimau dipercaya sebagai setengah hewan atau menyerupai hewan supranatural. Dia bersifat magis dan sakti namun tidak memangsa kecuali telah dipilih.
Harimau ini juga dipercaya makan telur, ngopi merokok, dan tidak bisa mati.
"Menjadi inyiak ada beberapa cara, dipercaya caranya melalui jalan khodam, menuntut ilmu, atau keturunan. Biasanya inyiak kalau sudah meninggal di keluarga, maka akan dicari di keluarga itu juga yang lainnya," ujarnya.
Ia menambahkan, inyiak juga hidup dalam sejumlah cerita rakyat di Minang. Misalnya ada kepercayaan tidak boleh buat gulai kumbah atau keladi yang tersisa di bulan safar. Kalau ini dilakukan maka akan marah inyiak.
Kepercayaan lainnya, tidak boleh memindahkan tanaman dari belakang rumah ke depan rumah. Sebab ini sangat berpantangan sekali dengan inyiak.
Kemudian ada juga larangan kamar anak perempuan tidak boleh dipakai oleh kakak perempuannya. Kalau dilakukan bisa marah inyiak.
"Ada juga kepercayaan di masyarakat tidak boleh melakukan talak tiga, kalau dilakukan maka akan turun inyiak," ujarnya.
Dia menjelaskan, mitologi tentang inyiak banyak mengajarkan tentang etika, sopan santun, pranata sosial, dan menjaga norma agama.
Secara tidak langsung ungkapnya, kepercayaan seperti ini turut menjaga alam dan harimau yang ada di hutan hutan Sumatra Barat.
"Sistem nilai mengajarkan etika dan sopan santun, pranata sosial dan agama, menjaga alam, dan percaya pada yang gaib dan supranatural, inyiak adalah sosok penjaga, jadi jangan sampai buat marah inyiak," katanya.
Dipercaya juga dahulunya, para nenek moyang di Minang sering terjadi kerja sama antara harimau dengan manusia.
Anggapan ini membuat orang Minang menghormati hewan dengan nama latin panthera tigris sumatrae tersebut.
"Kalau harimau masuk ke perkampungan, masyarakat biasanya akan berpikir apa kesalahan telah dilakukan sehingga inyiak marah. Ini menjadi koreksi bagi masyarakat mengapa telah membuat inyiak marah, jadi bukan sekedar takut dimangsa," katanya.
Termasuk kalau di perkampungan itu ditemukan jejak harimau, maka ini sudah menjadi koreksi bagi masyarakat tentang kesalahan dan dosa apa yang telah diperbuat.
Kalau tidak marah, maka dia tidak akan datang. Kepercayaan ini merata dianut di perkampungan Sumbar.
Bisa saja menurutnya, ada penebangan pohon yang sedang terjadi di atas gunung. Maka hal ini harus dihentikan karena membahayakan habitat mereka.
Nilai-nilai seperti ini menurutnya, harus menjadi kearifan lokal yang terus dijaga di tengah masyarakat.
"Misalnya hutan tidak boleh ditebang, lalu dibuatlah mitos kalau dilakukan maka marah inyiak, ini secara tidak langsung memjaga harimau," katanya.
Sementara itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Ardi Andono mengakui kepercayaan masyarakat Minang terhadap inyiak sangat membantu melindungi harimau di Sumbar.
Dia optimisi populasi harimau di Sumbar tetap terjaga dengan hidupnya kepercayaan menghormati inyiak.
"Orang Minang sangat menghormati harimau, sangat jarang ada pemburu yang orang asli Sumbar. Kemarin yang terakhir kita tangkap orang Sumut," katanya.
Selain itu, Sekretaris Dirjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Suharyono mengatakan kondisi keselamatan harimau di Sumbar cukup kondusif dibandingkan dari daerah lain.
"Sumbar cenderung kondusif kondisi harimaunya, karena memiliki perbukitan untuk bersembunyi terutama di daerah dekat Riau," katanya.
Pihaknya juga terus berharap agar para tokoh masyarakat di Sumbar mengingatkan agar tidak ada yang melakukan perburuan harimau.
Baca juga: Kata Wagub Sumbar Soal Penangkapan Harimau Sumatera di Palembayan
Selain itu, kepercayaan orang Sumbar terhadap inyiak juga turut membantu perlindungan harimau.
"Hampir semua tempat di pulau Sumatera ada panggilan penghormatan kepada harimau, itu seperti kegiatan konservasi yang dibungkus dengan nilai budaya," katanya.
Ia mengharapkan, dengan nilai tersebut dapat menjaga harimau di Sumbar. Apalagi yang mesti disadari bahwa manusia bukanlah penduduk tunggal bumi, karena harus berbagi dengan satwa lainnya. Harimau harus punya ruang hidupnya sendiri.