Pandemi covid-19 di Indonesia sudah memasuki tahun kedua, setelah kasus pertama diumumkan secara langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo pada 2 Maret 2020 lalu. Hingga 12 Juni 2021, melalui data JHU CSSE Covid-19 tercatat total kasus di Indonesia mencapai angka 1,9 juta jiwa dengan total kasus meninggal 52.894 jiwa.
Tingginya angka kasus ini memberikan efek luar biasa terhadap berbagai sektor kehidupan, dan membatasi sebagian besar aktivitas masyarakat. Salah satu bentuk pembatasan sosial yang terjadi adalah penerapan sekolah daring atau pembelajaran jarak jauh untuk seluruh tingkat pendidikan SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi.
Namun, berdasarkan survei yang dilakukan oleh UNICEF pada 18-29 Mei 2020 dan 5-8 Juni 2020 tentang efektifitas sekolah daring pada 4.000 anak di 34 provinsi, tercatat 66 persen di antaranya merasa tidak efektif terhadap sistem pembelajaran daring tersebut.
Berbagai pendapat yang muncul siswa merasa bahwa rumah bukanlah tempat untuk belajar, melainkan untuk bermain dan beristirahat, dan tidak sedikit orang tua merasa keberatan.
Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 Tentang Pendidikan, menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Merujuk pada pasal tersebut, bisa diartikan bahwa untuk mewujudkan sebuah sistem pendidikan yang direncanakan, maka diperlukan tidak hanya peran tenaga pendidik, melainkan pemerintah, sarana dan prasrana, serta orang tua.
Dalam hal ini dapat dipastikan bahwa orang tua juga memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan anak terutama dalam hal meningkatkan motivasi belajar anak. Beberapa hal kecil yang dapat dilakukan orang tua dalam proses belajar daring:
1.Terlibat langsung dalam kegiatan belajar anak.
2. Memperhatikan kondisi fisik dan non fisik anak.
3. Memahami dan mengatasi kesulitan belajar anak.
4. Memastikan sarana belajar yang memadai bagi anak selama proses pembelajaran daring.
Tidak dipungkiri, komunikasi yang terjadi di dalam keluarga harus sangat terjaga. Pola komunikasi juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan antara orang tua dan anak.
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya miskomunikasi antar keluarga dan mencegah terjadinya gangguan mental pada anak, sehingga anak tetap bisa mengikuti proses pembelajaran daring dengan baik.
Djamarah (2004) mengartikan bahwa pola komunikasi sebagai bentuk dari pola hubungan dua orang atau lebih dalam sebuah sistem sosial, di mana terdapar rasa saling membutuhkan dan memahami untuk mencapai tujuan bersama.
Jalaludin Rahmat (2013) menyampaikan beberapa faktor yang dapat menciptakan komunikasi yang baik di dalam keluarga, di antaranya adalah kepercayaan, dukungan, dan keterbukaan. Menurutnya, komunikasi yang baik dalam keluarga akan dengan mudah mengarahkan anak dalam proses pembelajaran, terlebih dengan sistem daring saat ini.
Kepercayaan yang terjadi antara orang tua dan anak akan mendorong kemajuan, perkembangan, serta keberhasilan anak dalam melakukan sesuatu (Sudeghi, 2015). Ketika anak mendapat kepercayaan, maka ia akan merasa termotivasi dan mendapat dorongan untuk bertanggungjawab atas sesuatu yang menjadi tugasnya.
Biasanya hal ini terjadi antara guru dan murid, namun dalam sistem daring ini, orang tualah yang harus menciptakan kepercayaan itu terhadap anak. Keterbukaan, dapat dimulai ketika sang anak diberi kepercayaan terlebih dahulu.
Ketika orang tua dan anak sudah memiliki rasa saling percaya, hal itu akan memudahkan mereka untuk saling bertukar pikiran dalam hal apapun, termasuk hal proses belajar sang anak. Keterbukaan ini juga akan mempengaruhi bagaimana nantinya anak dapat mengutarakan pendapat di depan orang tuanya dengan percaya diri.
Pemberian dukungan, harus diberikan secara penuh oleh orang tua dalam proses belajar setiap anak. Entah itu dukungan fisik maupun non fisik. Orang tua tidak harus selalu memaksakan pilihan terhadap anak, tidak membeda-bedakan karakter setiap anak, dan memenuhi kebutuhuan penunjang anak dalam mengikuti proses belajar.
Oleh sebab itu, dapat dilihat betapa besar pengaruh orang tua terhadap anak dalam menghadapi proses pembelajaran yang tidak seperti biasanya. Terlebih dalam masa pandemi seperti sekarang ini, orang tua akan sangat berperan dalam mengupayakan perkembangan potensi anak.
Di saat anak tidak mendapat pembelajaran penuh dari guru di sekolah, maka orang tua yang akan memegang kekuasaan penuh untuk mengawasi proses belajar daring anak. Dengan begitu, pola komunikasi yang terjadi antara orang tua terhadap anak, akan menjadi penentu apakah hubungan keluarga berjalan baik atau tidak, bahkan mempengaruhi kesehatan mental anak itu sendiri.
*Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Andalas