Langgam.id - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat (Sumbar) melepasliarkan dua ekor primata endemik Mentawai, yaitu Bokkoi ke kawasan hutan TWA Saibi Sarabua di Desa Meileppet, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Mentawai, Minggu (25/7/2022).
Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono mengatakan dua ekor beruk yang dikembalikan ke alam itu berjenis kelamin jantan. Pelepasan hewan dengan nama latin Macaca Siberu itu dilakukan dalam rangka Road to HKAN tahun 2022.
"Kedua satwa (primata endemik) tersebut merupakan hasil penyerahan dari masyarakat di kota Padang," ujar Ardi kepada langgam.id, Senin (25/7/2022).
Menurut Ardi, setelah menjalani proses rehabilitasi dan habituasi selama lebih kurang lima tahun, sesuai dengan data medis serta pengamatan perilaku dan sifat liarnya, maka kedua Bokkoi itu sudah dinyatakan layak untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya di Siberut.
Pelepasliaran ini, kata Ardi, dilakukan BKSDA Sumbar di kawasan hutan TWA Saibi Sarabua, disaksikan oleh perwakilan dari Balai Taman Nasional Siberut, Camat Siberut Selatan, Polsek Siberut Selatan, Pemerintahan Desa Maileppet, Kecamatan Siberut Selatan.
"Hal ini kita lakukan agar adanya kesadaran dan dukungan semua pihak akan pentingnya perlindungan primata endemik Mentawai ini," ucapnya.
Mengutip pernyataan Prof. Endang Sukara dari LIPI/BRIN, sebut Ardi, bahwa Kepuluan Mentawai sangat unik karena terpisah dengan Pulau Sumatra daratan hampir satu juta tahun lalu. Sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang berbeda dari pulau Sumatra.
Di antaranya yang paling mencolok, lanjut Ardi, adanya empat primata yang endemik di Mentawai, salah satunya Bokkoi. Untuk itu penanganan satwa primata itu perlu perhatian yang lebih dari yang lainnya.
Beruk bokkoi, jelas Ardi, sangat berbeda dengan Beruk Sumatra, baik warna rambut dan ukurannya. Rambut Bokkoi berwarna cokelat gelap pada bagian belakang, sedangkan pada bagian leher, bahu dan bagian bawah berwarna cokelat pucat, kakinya berwarna cokelat.
"Perbedaan Bokkoi dengan beruk jenis lain terletak pada rambut bagian pipi dan mahkota. Bagian pipi, Bokkoi berwarna lebih gelap dari beruk lainnya, mahkota bokoi berwarna cokelat, rambut pada dahi lebih panjang," paparnya.
Lalu, Bokkoi juga memiliki kantong pipi yang terlihat jelas. Punggung dan tangannya sering digunakan untuk membawa makanan. Bokkoi bersifat diurnal, arboreal dan terestrial. Lebih banyak di tanah, sesekali berada di kanopi bawah. Pakannya terdiri dari buah dan biji-bijian, hewan kecil seperti serangga, anak burung, kepiting, daun-daunan dan tunas-tunasan.
"Bokkoi hidup dari pantai hingga pegunungan dengan cara berkelompok terdiri dari 15-40 individu. Panjang badan jantan dewasa antara 49-56 centimeter dengan berat badan 6-14,5 kilogram, sedangkan untuk betina lebih kecil dari ukuran jantan," ucapnya.
Baca juga: Mengenal Alat Berburu Masyarakat Mentawai
BKSDA, tambah Ardi, juga mengapresiasi masyarakat dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung upaya pelestarian satwa liar jenis Bokkoi yang menurut Redlist IUCN berstatus Endangered atau langka dan termasuk satwa yang dilindungi oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. "Semoga Bokkoi tersebut hidup dan berkembangbiak lebih baik di habitat aslinya," katanya.
—