Langgam.id - Kepolisian Daerah (Polda) Sumatra Barat (Sumbar) menetapkan seorang dosen di Universitas Negeri Padang (UNP) berinisial FY (29), sebagai tersangka kasus pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswinya sendiri. Tersangka juga telah resmi ditahan sejak Sabtu (29/2/2020) dini hari.
Sebelumnya, tersangka sempat menjalani pemeriksaan selama kurang lebih 15 jam pada Jumat (28/2/2020) sekitar pukul 09.00 WIB. Pemeriksaan tersangka berlangsung di ruangan pelayanan perempuan dan anak Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumbar. Tersangka sempat didampingi kuasa hukumnya saat menjalani pemeriksaan.
Kasus pelecehan seksual yang dilakukan tersangka ini tentu mencoreng dunia pendidikan di Sumbar. Apalagi, korban tak lain merupakan mahasiswinya sendiri. Berikut fakta-fakta yang dihimpun langgam.id dalam kasus ini.
1. Pelecehan Terjadi di Toilet dan Parkiran Kampus
Tindakan pelecehan seksual ini diketahui terjadi di toilet salah satu gedung fakultas UNP pada 10 Desember 2019. Sebelumnya, tersangka sempat meminta untuk dibuatkan sesuatu yang panas-panas.
Tersangka kemudian mengajak korban ke lantai dua salah satu gedung fakultas di mana posisi dapur dengan toilet berdekatan. Sesampai di sana, tersangka menarik korban ke dalam toilet dan terjadilah tindakan pelecehan seksual tersebut.
"Tiba-tiba tangan aku ditarik. Di luar toilet dulu digituin, langsung dipeluk. Terus kepala aku didorong ke dalam toilet, tiba-tiba ya sudah terjadilah yang tidak diinginkan," cerita korban kepada langgam.id beberapa waktu lalu.
Tak hanya itu, aksi pelecehan seksual juga berlanjut di pelataran parkir. Atas kasus ini, korban mengaku sangat shock dan depresi hingga menceritakan kepada rekannya.
"Di parkiran mobil, ditanya, kamu besok kuliah jam berapa. Jam 1 atau jam 2 pak. Jam 10 kamu temui bapak di jurusan ya. Insyallah pak. (Dijawabnya) aku suka gaya kamu, sambil colek dada. Langsung termenung, dong," kata korban.
2. Diminta Cabut Laporan
Tak terima atas tindakan tersangka, korban kemudian memberanikan diri untuk melaporkan kejadian pelecehan seksual itu ke pihak kepolisian. Laporan dilakukan tanggal 15 Januari 2020 dengan nomor: LP/17/I/2020/SPKT-BR.
Alasan korban membuat laporan setelah kejadian cukup lama, karena dirinya mengaku sempar shock atas kejadian tersebut. Atas dukungan beberapa rekannya, akhirnya korban memberanikan diri untuk melaporkan tersangka.
"Aku drop (awalnya). Aku pikir untuk melaporkan (ke polisi) ya aku pikirkan dari pada ada korban-korban lain. Aku tidak pengen itu. Itu alasan aku melaporkan. Aku tak ingin ada kejadian seperti ini," ujarnya.
Korban mengungkapkan dirinya sempat bertemu dengan istri tersangka. Bahkan, istri tersangka meminta untuk laporan polisi dapat dicabut. Namun tindakan itu tidak diindahkan korban, karena menurutnya perbuatan tersangka sudah sangat kelewatan.
"Istrinya langsung nangis minta tolong dicabut laporan. (Dijawab) engga bisa buk, untuk naikkan aja aku mikir dua kali, apalagi aku cabut, engga semudah itu. Karena perbuatannya sudah kelewatan," tegas korban.
3. Tersangka Menolak Memberikan Keterangan
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, FY sempat dipanggil pihak kepolisian dengan status sebagai saksi atas kasus ini. Meskipun pemanggilan dipenuhi, tapi yang bersangkutan menolak untuk memberikan keterangan.
"Dia datang dengan tidak memberikan keterangan. Makanya dibuatkan berita acara penolakan memberi keterangan," kata Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto.
Meskipun demikian, pihak kepolisian terus melakukan penyelidikan terkait kasus ini. Hingga akhirnya, dalam gelar perkara yang dilakukan internal penyidik Ditreskrimum Polda Sumbar menetapkan FY sebagai tersangka.
4. Terancam Lima Tahun Penjara
Satake Bayu mengatakan atas perbuatannya tersangka terancam lima tahu penjara. Tersangka dijerat pasal tindak pidana pencabulan.
"Tersangka dijerat pasal 289 dan pasal 294 KUHP dengan ancaman pidana penjara di atas lima tahun," tegasnya.
Adapun pasal 289 KUHP berbunyi, "Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana selama-selamanya sembilan tahun.”
Sementara itu, Pasal 294 KUHP terdiri atas 2 ayat. Ayat 1 Pasal 294 KUHP berbunyi, "Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan orang yang belum dewasa yang dipercayakan kepadanya untuk ditanggung, dididik untuk dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun."
Dengan hukuman yang serupa, pada Ayat 2 Pasal 294 KUHP dijelaskan bahwa pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang di bawah perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan kepadanya untuk dijaga. Atau, pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan di situ.
5. Titik Terang Keadilan
Penetapan tersangka dan penahan oknum dosen UNP ini disambut baik Nurani Perempuan Women’s Crisis Center selaku yang telah mendampingi korban sejak awal kasus ini mencuat. Hal ini menjadi titik terang keadilan bagi mahasiswi korban pelecehan seksual.
"Tentu memang ini yang kami tunggu-tunggu," kata Plt Direktur Nurani Perempuan Women’s Crisis Center, Rahmi Merry Yenti.
Merry mengungkapkan dalam kasus seperti ini keadilan bagi korban sangat penting demi memulihkan kondisi trauma. Langkah yang diputuskan Polda Sumbar menjadikan perkembangan baik dalam kasus pelecehan seksual ini.
"Ini kemajuan cukup baik, Polda Sumbar menetapkan tersangka. Bagi kami Nurani Perempuan keadilan sangat penting oleh korban. Tidak hanya proses hukum yang didapat korban, tapi juga pemulihan psikososial," tuturnya. (Irwanda/ICA)