Langgam.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengadakan acara “OJK Goes to Campus 2020” yang diselenggarakan bersama Universitas Andalas, Padang pada Senin (24/8/2020). Acara yang dikemas dalam bentuk webinar tersebut bertema “Ekonomi Digital dan Fintech Peer-to-Peer Lending (P2PL): Manfaat dan Tantangan untuk Indonesia.”
Kegiatan webinar diikuti oleh 330 peserta, mayoritas dari kalangan mahasiswa dan dosen di Sumatra Barat. Tujuan kegiatan tersebut adalah untuk mengenalkan industri fintech P2PL (pinjaman online) sebagai alternatif pendanaan bagi masyarakat.
Sekaligus untuk mengedukasi masyarakat bagaimana memanfaatkan industri fintech P2PL secara bijak dan tidak terjebak dalam penyelenggara pinjaman online ilegal.
Kegiatan OJK Goes to Campus dibuka oleh Rektor Universitas Andalas Prof. Dr. Yuliandri. Ada empat narasumber dalam kegiatan tersebut, yakni Tris Yulianta (Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK), Akta Bahar Daeng (Satgas Waspada Investasi), Donard Games, Ph.D (Dosen Universitas Andalas), dan Sunu Widiatmoko (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia).
Kepala OJK Provinsi Sumatera Barat, Misran Pasaribu menekankan pentingnya kegiatan edukasi terkait fintech. “Fintech P2PL dapat menjadi solusi dan alternatif pilihan bagi masyarakat maupun pelaku bisnis dalam memperoleh akses pendanaan,” kata Misran dalam sambutannya.
Sayangnya menurut Misran, reputasi fintech P2PL ternoda dengan maraknya penyelenggara fintech P2PL ilegal yang tidak terdaftar/berizin di OJK. “Fintech P2PL ilegal membebani dengan bunga yang sangat tinggi, penagihan tidak beretika (kasar), dan bahkan pelanggaran penggunaan data pribadi,” tambah Misran.
Sementara itu Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta menjelaskan peran OJK dalam mengatur dan mengawasi industri pinjaman online.
“Industri fintech P2PL perkembangannya sangat cepat. Ini bukti bahwa masyarakat membutuhkan pendanaan. Mereka selama ini tak mampu mengkases pendanaan dari lembaga keuangan yang telah ada,” kata Tris.
Dengan jumlah penyelenggara fintech P2PL sebanyak 158 perusahaan, OJK dituntut dapat melakukan pengaturan dan pengawasan dengan baik. “Tantangan OJK adalah bagaimana fintech P2PL dapat berkontribusi optimal untuk rakyat kecil, khususnya di luar Jawa,” tambah Tris.
Berdasarkan data OJK, bulan Juli 2020, jumlah penyelenggara fintech P2PL sebanyak 158 perusahaan dengan 11 perusahaan menjalankan bisnis berdasarkan prinsip syariah. Akumulasi pinjaman yang telah disalurkan industri fintech P2PL sebesar Rp116,97 triliun.
Dari jumlah tersebut, penyaluran di luar Jawa hanya Rp16,65 triliun atau hanya 14,23 persen dari total penyaluran pinjaman. Sementara itu jumlah rekening peminjam sebanyak 26.578.723 dan jumlah rekening pemberi pinjaman sebanyak 663.865.
“OJK mendorong perusahaan fintech P2PL untuk meningkatkan penyaluran pinjaman di luar Jawa. Kami ingin bersama-sama dengan perusahaan fintech P2PL meningkatkan inklusi keuangan di luar Jawa,” tambah Tris.
Data di Provinsi Sumatera Barat menunjukkan jumlah akumulasi pinjaman sebesar Rp766,12 miliar sejak tahun 2017. Pengguna fintech P2PL oleh masyarakat Sumatera Barat dapat dilihat dari jumlah rekening peminjam dan pemberi pinjaman. Jumlah rekening peminjam di Sumatera Barat sebanyak 254.681 yang melakukan transaksi pinjaman sebanyak 1.301.229 kali. Sedangkan rekening pemberi pinjaman sebanyak 4.483.
Seperti industri lainnya, industri fintech P2PL juga terdampak pandemi Covid-19, termasuk penyaluran di Provinsi Sumatera Barat. Penyaluran pinjaman bulan Maret sebesar Rp54,33 miliar. Namun penyaluran di bulan April sebesar Rp17,87 miliar atau turun 67,11 persen dibandingkan bulan Maret 2020.
Penurunan terjadi lagi di bulan Mei dengan angka penyaluran hanya sebesar Rp12,80 miliar. Recovery mulai terlihat terjadi pada penyaluran di bulan Juni dan Juli yang naik, yakni bulan Juni menjadi Rp20,54 miliar dan di bulan Juli Rp24,64 miliar. (rls/HFS)