Langgam.id - Pasangan suami istri berinisial AF (36) dan YN (40) terlibat kasus pemerkosaan di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat (Sumbar). Sang istri rela suaminya berhubungan dengan wanita 26 tahun karena takut diceraikan.
Keduanya kini telah ditetapkan tersangka, dan kini ditahan di Polres Bukittinggi. Namun Komisi Nasional (Komnas) Perempuan RI menilai, dalam kasus perempuan berhadapan dengan hukum pihak kepolisian mestinya mengunakan Peraturan Mahkamah Agung (Perma).
"Untuk kasus-kasus di mana perempuan berhadapan dengan hukum, itu pihak kepolisian mesti mengunakan Perma. Harus melihat ke sana," kata Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nahe'i dihubungi langgam.id, Selasa (26/1/2021).
Baca juga: Istri di Bukittinggi Bantu Suaminya Memperkosa Karena Takut Diceraikan
Secara garis besar, kata Imam,kerentanan perempuan harus jadi perhatian. Kemudian relasi kuasa antara pasang suami istri. Apalagi sang istri mendapatkan ancaman.
"Sesungguhnya dengan gambaran kejadian itu, jelas ada situasi di mana perempuan rentan karena dia sangat tergantung pada suaminya. Dan kedua, juga ada ancaman-ancaman dari pihak suami," jelasnya.
"Itu artinya ada relasi kuasa yang sangat kuat, antara laki-laki dan perempuan. Antara suami dan istri," sambung Imam.
Menurutnya kalau mengunakan Perma perempuan berhadapan dengan hukum, sang istri tidak bisa dijerat sebagai pelaku. Apalagi terlibat serta dalam kasus pemerkosaan.
"Karena dia (istri) melakukan kontak awal itu di bawah tekanan suami. Konteks relasi kuasanya dan juga situasi yang rentan dari seorang perempuan. Karena ada tergantung terhadap suami," ujarnya.
Kasat Reskrim Polres Bukittinggi, AKP Chairul Amri Nasution mengatakan, pihaknya telah menetapkan pasangan suami istri sebagai tersangka setelah gelar perkara. Penetapan tersangka ini sesuai dengan memenuhi dua alat bukti.
"Sudah ditetapkan tersangka, sama-sama keduanya kami tahan. Kemarin penetapan tersangka, berdasarkan 184 KUHAP, alat bukti yang kuat," katanya
Chairul mengungkapkan dalam kasus dan penetapan tersangka ini, pihaknya telah menyita sejumlah barang bukti. Salah satunya adalah handphone tersangka.
"Karena kami sita handphone dan juga ada rekaman, pada saat tanggal 11 Desember 2020 itu, akhir pemerkosaan. Yang nyuruh suaminya," ucapnya.
Sebelumnya, Chairul menjelaskan, kasus ini berawal dari mulainya tersangka AF menggoda korban sejak 2018 silam. Tersangka juga pernah mengajak korban ke rumah dan memaksa melakukan hubungan badan.
Ulah tersangka AF itu akhirnya diketahui istrinya, YN pada 2020. Keduanya terlibat pertikaian sehingga AF mengancam akan menceraikan YN.
"Terjadilah percekcokan di dalam rumah tangga mereka, di situlah AF mengancam akan menceraikan sang istri," jelasnya.
Tersangka YN akhirnya tak kuasa melawan dan menuruti kemauan suaminya. Akhirnya YN menghubungi korban dan memaksa korban melakukan hubungan badan dengan suaminya.
"Ancaman akan diceraikan itulah yang membuat YN menghubungi korban dan membawa korban kerumahnya dan memaksa korban untuk kembali melakukan hubungan layaknya suami istri dengan suaminya di hadapan YN, dan terjadi sebanyak 2 kali," jelasnya. (Irwanda/ABW)