Wajah Gelap Homo Digitalis

Penulis: Salman Shiddiq*
Banyak hal yang bisa ditemukan dalam sedetik di era society 5.0. Dunia dengan ruang tanpa batas menyediakan kepraktisan bagi semua orang yang mengendarainya.

Layanan yang tersaji di era ini diterima dengan baik di semua kalangan umur, apalagi segmen pelajar di Indonesia. Dewasa ini, jarang ditemui pelajar yang tidak bisa menggunakan internet karena ruang digital telah menembus sendi-sendi kehidupan secara masif, aktual dan faktual.

Menilik dari laman Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) merilis laporan pada tahun 2024, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 221.563.479 orang. Angka ini diperoleh dari total populasi penduduk Indonesia pada tahun 2023 yang berjumlah 278.696.200 orang.

Terjadi peningkatan 1,4% penetrasi internet yang terjadi dari tahun sebelumya, tahun 2023 sebesar 78,19% menjadi 79,5% pada tahun 2024. Kenaikan 1,4% ini setara dengan 6 juta penduduk yang ada di Indonesia.

Berdasarkan usia, penetrasi internet tertinggi berada pada kelompok usia 13-18 tahun dengan persentase 99,16% disusul dengan kelompok usia 19-34 tahun dengan persentase sebesar 98,64%. 

Kondisi ini mengindikasikan bahwa sebetulnya pelajar Indonesia belum layak dikatakan homo digitalis kalau mereka belum paham apa yang sedang mereka hadapi di era society 5.0. Istilah homo digitalis muncul pada tahun 2017 di Jerman ketika Helen Fares seorang pembawa acara TV berjudul “homo digitalis”yang disiarkan di Jerman pada tahun itu.

Kemudian Hidayat didalam bukunya yang berjudul “Homo Digitalis: Manusia dan Teknologi di Era Digital” jugamengatakan bahwa homo digitalis adalah era dimana manusia (homo) terbentuk oleh revolusi teknologi digital (digitalis). Sehingga homo digitalis merujuk pada generasi yang lahir dan dibesarkan di era digital.

Memprihatinkan ketika pelajar Indonesia belum paham teknologi secara komprehensif. Temuan ini tentu bukan tak beralasan, terlebih lagi masa 2020 lalu ketika dunia dihadapkan dengan pandemi covid-19. Datangnya wabah ini mengubah pola sendi kehidupan secara signifikan dalam waktu yang sangat singkat.

Dilihat dari sektor pendidikan, mengharuskan adaptasi yang cepat ditengah keadaan genting agar seluruh sistem pendidikan tidak mati begitu saja, salah satu solusi nya dengan menggunakan layanan di era digital ini. Banyak aplikasi yang ditawarkan di masa itu seperti zoom, google meet, google classroom, quizizdan beragam aplikasi lainnya. Untuk mengaksesnya, pelajar harus menyelam kedalam era digital agar mampu menggunakannya secara optimal.

Sehingga fenomena ini membuat pelajar seharusnya menjadi akrab dengan dunia digital. Walaupun awalnya dipaksa oleh keadaan, namun keterpaksaan akan menimbulkan kebiasaan.

Menyelami Makna Lautan Informasi

Kendati begitu, pelajar kaum homo digitalis banyak yang gagal ketika memaknai era society 5.0 yang sedang dihadapinya. Gerbang peluang yang bisa dimasuki dari berbagai arah tak mampu dilalui sehingga membuat lambatnya pengembangan diri yang dilakukan.

Pertama, kegagalan memanfaatkan peluang di era society 5.0. Banyak pelajar yang gagal di akademiknya. Berdalih tidak mampu dalam mengikuti pembelajaran. Tugas yang terlalu berat, tidak punya waktu yang cukup, tidak paham cara melakukannya banyak komentar yang dilontarkan pelajar homo digitalis.

Kurangnya keterampilan berpikir kritis dan kreativitas dalam menghadapi perubahan teknologi menjadi salah satu faktor penghambat bagi kaum homo digitalis untuk benar-benar memanfaatkan peluang di era digital. Mereka cenderung hanya menjadi konsumen pasif, bukan kreator yang aktif mengembangkan inovasi dan solusi berbasis teknologi.

Kedua, kecanduan media sosial sebagai pelarian dari realita. Terlalu banyak waktu yang dihabiskan di dunia digital dapat menjauhkan kaum homo digitalis dari interaksi sosial yang sehat di dunia nyata.

Mereka cenderung merasa lebih nyaman berkomunikasi melalui layar gawai daripada melakukan kontak langsung dengan orang-orang di sekitar. Akibatnya, kemampuan bersosialisasi dan berempati dapat terhambat.

Ketiga, enggan keluar dari zona nyaman. Apakah proses yang dihadapi kaum homo digitalis terlalu sulit atau usahanya yang terlalu sedikit?. Pertanyaan diatas, harusnya mampu menyadarkan pelajar kaum homo digitalis yang enggan keluar dari zona nyaman. Kemewahan yang ditawarkan era ini membuat mereka hanyut dalam kesenangan belaka.

Katadata menunjukkan bahwa Indonesia meraih peringkat kedua dalam kategori penggunaan TikTok terbanyak di dunia hingga menyentuh angka 109,9 juta jiwa per tahun 2023. Masyarakat termasuk para pelajar mampu menghabiskan waktu 2-5 jam hanya untuk scrollTikTok. Hal ini berdasarkan survei dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).

Temuan data ini cukup mengejutkan, menandakan bahwa kaum homo digitalis cenderung menggunakan media sosial TikTok. Aplikasi TikTok menawarkan segudang fitur yang memanjakan diri, mulai dari tayangan video singkat, cepatnya berbagi informasi, pemberian reward berupa koin di aplikasinya, chattingpesan singkat, bahkan TikTok menyediakan fitur TikTok Shop sehingga penggunanya dapat berbelanja dengan tawaran promo dan diskon yang menarik.

Sejatinya, aplikasi TikTok tidak hanya menawarkan hiburan semata. Banyak para content creator yang peduli dan sadar betapa besar dampak dari aplikasi ini. Sehingga dibuatlah konten-konten edukasi yang singkat dan padat guna membantu memajukan sumber daya manusia yang sadar dan melek informasi. Pengguna TikTok bisa mencari berbagai pelajaran, mulai dari konten agama, pembelajaran, dunia akademik, tips dan trik, tutorial dan masih banyak lagi. 

Dibandingkan dengan masa lampau, para guru dan dosen ketika menjadi pelajar menghadapi tantangan yang lebih sulit dari apa yang dihadapi pelajar kaum homo digitalis sekarang. Informasi berada di ujung jari, sedangkan pada masa lampau internet belum semasif seperti sekarang.

Cara-cara konvensional menjadi cara utama dalam memperoleh informasi seperti membaca dari koran, buku, jurnal-jurnal di perpustakaan ataupun majalah pendidikan.

Kepekaan pelajar kaum homo digitalis menjadi tolak ukur dalam menyikapi dan memanfaatkan serta mengembangkan dirinya di era society 5.0. Miris rasanya m mendengar masih banyak kaum homo digitalis yang menggunakan internet dan media sosial hanya untuk kesenangan instan yang sifatnya sementara.

Sadarlah! Kaum Homo Digitalis

Apakah mudahnya akses informasi membuat pelajar homo digitalis menjadi malas dan ingin instan? Memasak mi instan pun memerlukan proses agar bisa dinikmati. Bagaimana bisa dengan hal sebesar ini pelajar acuh dan lalai.

Maka letak permasalahannya adalah pelajar kaum homo digitalis yang tidak mau bergerak dalam menumbuh kembangkan dirinya. Menanamkan kesadaran diri, meningkatkan keterampilan belajar mandiri, serta beradaptasi dengan zaman menjadi kunci utama dalam menyikapi permasalahan ini.

Dunia ini dinamis bro! Kedinamisan dunia menuntut kita untuk terus bergerak dan melangkah dalam menjajaki setiap fenomena kehidupan. Sekarang, dari ujung jari kita bisa mengeksplor dunia.

Betapa dekatnya jendela dunia yang berada di genggaman kita. Setiap pelajar punya cara pandang masing-masing dalam menghayati era ini, tinggal lagi apakah kita mau memanfaatkannya atau malah hanyut dengan kesenangan dan terus tertinggal karenanya.

Salman Shiddiq adalah Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dan Alumni Student Literacy Camp 2024 (SLC 2024) Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Baca Juga

Dukung Epyardi Asda Maju Pilgub Sumbar, Eks Ketua PPP Padang Ini Bentuk Barisan Otewe Muda
Dukung Epyardi Asda Maju Pilgub Sumbar, Eks Ketua PPP Padang Ini Bentuk Barisan Otewe Muda
Permasalahan baru yang menimpa umat Islam yakni terkait daftar nama-nama ustadz kondang yang terdaftar dalam jaringan radikalisme.
Universitas Muhammadiyah Sumbar Luncurkan Beasiswa Peduli Bencana
Langgam.id - Bupati Kabupaten Agam, Andri Warman mengungkapkan keinginannya terkait pengelolaan Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Maninjau.
Mantan Anggota DPR RI Taslim Soroti Keramba Jaring Apung yang Rusak Keindahan Danau Maninjau
Ahmad Muzani Lelang Sapi untuk Bantu Korban Banjir Lahar Dingin Sumbar, Laku Rp 500 Juta
Ahmad Muzani Lelang Sapi untuk Bantu Korban Banjir Lahar Dingin Sumbar, Laku Rp 500 Juta
Ribuan Komix Herbal untuk Korban Banjir Lahar Dingin dan Longsor Sumbar
Ribuan Komix Herbal untuk Korban Banjir Lahar Dingin dan Longsor Sumbar
Nofel Nofiadri
Galodo Soko dalam Kontestasi Kepala Daerah