Langgam.id - Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) memberi penjelasan soal nisan kuno berbentuk kelamin yang viral dalam sejumlah pemberitan beberapa hari terakhir.
Penjelasan BPCB tersebut dirilis situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Selasa (19/1/2021). BPCB Sumbar menyebut perlu memberi penjelasan, terkait banyaknya respons terhadap pemberitaan itu.
Terkait penamaan, menurut BPCB, tinggalan batu dalam bentuk alat kelamin dalam dunia Arkeologi disebut dengan Batu tagak tipe phallus. Istilah lain yang juga dipakai adalah “batu perkasa”.
"Bentuk alat kelamin laki-laki (phallus) cukup banyak kita temui pada tingalan makam-makam kuno masa Islam di Sumatra Barat. Bentuk demikian pada awalnya merupakan lambang/simbol kesuburan bagi masyarakat prasejarah, namun pada masa Islam bentuk phallus lebih pada penanda bahwa yang dimakamkan adalah berjenis kelamin laki-laki," sebut penjelasan itu.
Bentuk nisan tersebut berbeda dengan bentuk pipih seperti pedang yang merupakan makam perempuan. "Batu tersebut merupakan temuan yang unik."
Batu tagak yang berada di Puun, Jorong Balai Tabuah, Nagari Tanjung Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, menurut BPCB, bukan menhir dari budaya megalitik (masa prasejarah). Tetapi dapat ditafsirkan sebagai tradisi megalitik atau keberlanjutan tradisi dari masa prasejarah ke masa Islam.
Batu tagak jenis phallus, menurut BPCB, berada di pandam pakuburan yang disebut juga dengan puun. Menurut informasi masyarakat yang diperoleh BPCB, puun berasal dari kata “puhun” yang berarti pemohonan/panjatkan doa. Secara perlahan, kemudian berubah menjadi nama tempat.
Selanjutnya, menurut BPCB, batu tagak/menhir di lokasi ini, merupakan tanda makam (masa Islam). Hal tersebut terlihat pada orientasi nisan makam yang sudah Utara-Selatan, yang berarti sudah menghadap kiblat. "Gejala budaya yang muncul di sini adalah keberlanjutan tradisi dalam pemakaian batu tegak sebagai tanda kubur pada masa megalitik ke nisan di zaman Islam."
Nisan tersebut hingga kini masih masuk objek diduga Cagar Budaya (ODCB) dan perlu ditinjau. BPCB telah melakukan peninjauan pada 2017 untuk mengumpulkan data tinggalan yang diduga cagar budaya. Tindakan pelestarian terhadap cagar budaya dan terhadap objek yang masih diduga cagar budaya, menurut BPCB, memiliki porsi yang sama dalam UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Untuk menghindari informasi yang bias, BPCB juga menyertakan foto kondisi sebenarnya dari Batu Perkasa. Foto tersebut yang diambil oleh tim Kelompok Kerja Penyelamatan, Pengamanan dan Zonasi, BPCB Sumbar pada Senin, 21 Agustus 2017.
BPCB Sumbar juga menyertakan laporan penjajakan temuan batu tagak yang ditulis Teguh Hidayat. Ia menulis, lokasi temuan batu tagak berada pada sebuah bukit kecil dengan ketinggian 556 mdpl. Lokasi berjarak sekitar 8 km dari ibu kota kabupaten (Batusangkar).
Teguh menulis, batu tagak terbuat dari batu andesit yang telah dipahat. Tinggi keseluruhan 2 meter. Dari tinggi itu, 60 cm tertanam dan sisanya 140 cm berada di atas permukaan tanah. Lebar bagian atas 34 cm, bagian tengah 38 cm dan bagian bawah 41 cm.
Tim BPCB Sumbar yang terdiri dari Teguh Hidayat (Kasi Pelindungan, Pengembangan, Pemanfatan) serta Dodi Chandra dan Surya menemukan terdapat beberapa batu-batu lainnya di sekitar batu tagak tipe phallus ini. Ada yang sudah dikerjakan dan adapula berupa batuan alam yang tidak dikerjakan yang masih bagian dari nisan makam.
Menurut Teguh, pemberian tanda makam berupa menhir pada Prasejarah dapat dijumpai pada situs megalitik di Kabupaten Limapuluh Kota. Yakni, di situs Menhir Bawah Parit, Situs Menhir Belubus, Situs Megaliti Koto Tinggi dan sebagainya. Sementara, tanda makam berbentuk menhir pada masa Islam dapat dijumpai pada situs makam kuno salah satunya di Kabupaten Tanah. Seperti Situs Ustano Rajo Alam, Situs Makam Indomo, Situs Talago Gunung, Makam Kuna Koto Laweh dan sebagainya.(*/SS)