Langgam.id - Potongan kayu yang diduga hasil pembalakan liar menghiasi bantaran sungai di Tapan Kabupaten Pesisir Selatan usai banjir melanda sejumlah nagari di daerah itu. Sedikitnya terdapat dua aliran sungai yang kerap dijadikan akses untuk menghanyutkan kayu.
Tokoh Masyarakat Peduli Lingkungan dan Pengiat Konservasi Pesisir Selatan, Yaparudin mengatakan, ada dua sungai tempat kayu dihanyutkan, yakni sungai Batang Gambir Nagari Limau Purut Tapan dan sungai Batang Penadah Tapan. Bahkan, katanya, di salah satu nagari terdapat labuhan kayu hasil illegal logging.
"Kayu disinso di kawasan hutan TNKS. Lalu kayu disusun berbentuk rakit dan dihanyutkan di aliran sungai," kata Yaparudin, Jumat (21/5/2021).
Yaparudin mengaku, tim dari Penyidik Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK telah turun beberapa hari melihat langsung kondisi hutan dan mencari titik illegal logging.
Hasil penelusuran Yaparudin bersama Gakkum KLHK ditemukan potongan-potongan kayu pembalakan dalam bentuk balok berserakan di bantaran sungai Batang Tapan. Kayu tersebut berserakan di Nagari Binjai Tapan dan Nagari Kampung Tengah Tapan.
"Kami bersama Gakkum telah menelusuri dan mengumpulkan bukti illegal loging di Tapan," ungkapnya.
Tindakan pembalakan merupakan kejahatan luar biasa apalagi terjadi di dalam Kawasan Konservasi TNKS. "Selama Ramadhan hampir tiap hari aktivitas ilegal logging terjadi siang malam," katanya.
Menurutnya, persoalan banjir tidak akan selesai selama illegal loging masih terjadi. Banjir di Kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan terus menghantui warga sekalipun curah hujan tidak tinggi.
Persoalan banjir dan illegal loging ini harus menjadi beban moral bagi pemerintah daerah. Jika pembalakan hutan terus dibiarkan, maka masyarakat Tapan akan selalu dihantui banjir.
"Apalagi ini tanah kelahiran Wabup. Wabup Pessel sebagai putra daerah harus cepat menyelesaikan persoalan ini. Coba bayangkan, pembalakan liar dan banjir sudah terjadi sejak 2018," jelas Yaparudin.
Yaparudin juga memaparkan, persoalan perusakan hutan telah berlangsung sejak lama dan diduga dilakoni oleh oknum dari kecamatan setempat. Sementara kayu dijual ke daerah Muko Muko dan Kerinci hingga Jambi.
Lebih memiriskan lagi, sejumlah pejabat nagari acuh dan membiarkan hal itu terjadi. Padahal, lanjutnya, hampir setiap hari kayu dari TNKS bermuara lalu diangkat ke mobil dibawa ke serkel-serkel ilegal di Tapan.
"Pantauan kami kayu ini diperdagangkan secara ilegal ke Muko-muko, Kerinci hingga Jambi," terangnya.
Dia berharap pemerintah daerah tidak diam saja melihat kondisi di Tapan yang telah berdampak pada bencana di tengah masyarakat. Yaparudin berharap para penjahat lingkungan dapat diproses secara hukum.
"Kami tidak ingin masyarakat tambahan sengsara jika kejahatan lingkungan terus dilakukan. Jika hulu tidak diselesaikan jangan harap persoalan muara akan berakhir," tutupnya. (dv/ABW)