Unand Kukuhkan Doktor Hukum Perburuhan, Hakim MK: Isunya Lebih Rumit dari Sengketa Pilpres

Unand Kukuhkan Doktor Hukum Perburuhan, Hakim MK: Isunya Lebih Rumit dari Sengketa Pilpres

Dr. Neni Vesna Madjid bersama para promotor dan penguji. (Foto: Ist)

Langgam.id - Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan salah satu perselisihan hubungan industrial yang ada di Indonesia. Konsep PHK dari waktu ke waktu juga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan hukum ketenagakerjaan.

Persoalan PHK perlu dikaji karena menyangkut hubungan antara pekerja dan pengusaha. Hal tersebut perlu ada agar ada perlindungan hukum oleh negara bagi pekerja apabila di PHK, sehingga memberikan kepastian dan keadilan bagi pekerja.

Permasalahan perlindungan pekerja yang di-PHK dibahas oleh Neni Vesna Madjid dalam ujian terbuka program doktor, Fakultas Hukum Universitas Andalas, di Aula Pascasarjana FH Unand, Padang, Sabtu, (13/7/2019).

Ia mempertahankan disertasi dengan judul 'Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja di Indonesia' di hadapan para penguji yang diketuai oleh Dekan FH Unand, Busyra Azheri.

Menurut Neni, pekerja atau buruh dalam kesehariannya selalu dalam posisi yang lemah dibanding pengusaha. Hal ini membuat buruh sering mendapatkan perlakuan yang tidak wajar dan tidak manusiawi oleh pengusaha. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu ada perangkat hukum yang mengatur kedua belah pihak.

Dari hasil penelitian, ia memberikan tiga kesimpulan. Ia mengatakan, konsep perlindungan hukum kepada pekerja dalam perselisihan PHK pada hukum ketenagakerjaan sejak Indonesia merdeka hingga saat ini belum memberikan perlindungan kepada pekerja karena menggunakan perlindungan preventif dan perlindungan represif.

Ia mengatakan bahwa hakim yang memutuskan perkara perselisihan PHK di Indonesia pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 37 PUU-IX 2011 pada pengadilan hubungan industrial di PN Pekanbaru, PN Jakarta Pusat, dan PN Padang serta hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara PHK yang berhubungan dengan upah proses belum berpedoman pada putusan MK tersebut.

Kemudian menurutnya perlindungan hukum pekerja dalam penyelesaian sengketa PHK yang menjamin keadilan dan kepastian hukum di masa depan yang berhubungan dengan prosedur PHK yang berbasis konstitusi.

Dari hasil penelitian ia menyarankan agar perlu ada perlindungan hukum reflexive dalam penyelesaian perselisihan PHK. Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan harmonisasi hubungan individu dalam segenap aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan menghilangkan sikap represif penguasa dan pengusaha.

Kemudian ia mengatakan keputusan MK no 37 tahun 2011 hendaknya menjadi pedoman bagi semua pihak terutama hakim pengadilan Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Mahkamah Agung. Kesepahaman perlu dibangun bahwa upah proses haruslah dikabulkan, dihitung sejak timbulnya perselisihan PHK sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Selain itu, agar adanya keadilan dan kepastian hukum bagi pekerja di masa yang akan datang, maka perlu dibentuk suatu lembaga untuk penetapan pemutusan hubungan kerja yang bersifat final.

Neni berhasil mempertahankan disertasinya dihadapan para penguji, yaitu, Busyra Azheri, Elwi Danil, Yuliandri, Yuslim, Khairani, Azmi Fendri, serta penguji eksternal M. Guntur. Sementara, promotor Saldi Isra dan co-promotor Kurnia Warman dan Mardenis.

"Dengan ini kami nyatakan saudara Neni lulus terbuka, dan berhak menyandang gelar doktor," kata ketua penguji Busyra.

Dikukuhkan menjadi doktor, Neni resmi menjadi doktor ke 55 lulusan FH Unand. Ia meraih predikat sangat memuaskan dengan IPK hampir sempurna: 3,96.

Hakim MK Saldi Isra, yang jadi salah seorang promotor, mengatakan, topik yang dipilih untuk disertasi ini bukanlah topik yang sederhana.

Menurutnya, topik perburuhan banyak dikenal oleh berbagai kalangan. Tetapi amat sedikit kalangan perguruan tinggi atau akademisi yang memilih topik tersebut.

"Kenapa, salah satu penyebabnya karena tidak mudah mendapatkan bahan untuk bisa melihat secara komprehensif topik yang diteliti tersebut," katanya.

Selain itu, isu hukum perburuhan di Indonesia mungkin juga di seluruh dunia aturan hukumnya sering berubah. Sehingga, bila mengikuti terus menerus, akan banyak sekali aturan yang harus dibaca untuk menelaah sebuah peristiwa yang terkait dengan perburuhan atau ketenagakerjaan.

"Hari ini kalau bicara hukum perburuhan dan ketenagakerjaan itu rumit. Jauh lebih rumit dibandingkan memutus sengketa Pilpres misalnya," kata guru besar hukum tata negara Unand itu.

Ia berharap ke depan akan ada lagi pengembangan terus menerus soal hukum perburuhan.  (Rahmadi/HM)

Baca Juga

Sepanjang 2024, UNAND Luluskan 7.522 Wisudawan
Sepanjang 2024, UNAND Luluskan 7.522 Wisudawan
Pj Wako Padang Apresiasi FMIPA dan LPPM UNAND Hadirkan  VCO Prebiotik Cegah Stunting
Pj Wako Padang Apresiasi FMIPA dan LPPM UNAND Hadirkan VCO Prebiotik Cegah Stunting
UNAND Lepas 1.740 Wisudawan, Rektor Ajak Lulusan jadi Pemimpin Inovatif
UNAND Lepas 1.740 Wisudawan, Rektor Ajak Lulusan jadi Pemimpin Inovatif
Hindari Jerat Pinjol, PT Pegadaian Ajak Mahasiswa UNAND jadi Agen Tambah Penghasilan
Hindari Jerat Pinjol, PT Pegadaian Ajak Mahasiswa UNAND jadi Agen Tambah Penghasilan
Bahas Potensi Bisnis, UNAND Hadirkan Pemilik The Balcone Suites & Resort
Bahas Potensi Bisnis, UNAND Hadirkan Pemilik The Balcone Suites & Resort
Rektor UNAND Laksanakan Putusan PTUN terkait Jabatan Ketua LPM
Rektor UNAND Laksanakan Putusan PTUN terkait Jabatan Ketua LPM