Langgam.id - Setelah delapan tahun lama berjuang mencari kepastian dokumen tanah ulayat yang tak kunjung jelas, seorang warga asal Kabupaten Agam akhirnya mengadu ke Komnas HAM Perwakilan Sumatra Barat (Sumbar) di Padang, Senin, (17/6/2019).
Dalam laporannya, Daniel Sutan Makmur mengatakan, tanah ulayat kaumnya tersebut berada di Tapian kandih, Padang Koto Gadang, Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam. Tanah milik kaumnya tersebut diambil oleh Negara atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan dijadikan Hak Guna Usaha (HGU) yang dipakai untuk lahan perkebunan sawit milik PT Perkebunan Pelalu Raya.
Menurut Daniel, hingga saat ini, surat dokumen kepemilikan lahan oleh negara tidak bisa dibuktikan, karena tidak ada dokumennya. Ia mengklaim, dokumen itu fiktif yang jelas tidak bisa dibuktikan.
“Seharusnya negara menghormati lahan milik kaum adat sesuai UU pasal 18 yang isinya negara mengakui hukum adat dan segala tradisinya," kata Daniel usai pertemuan dengan Komnas HAM, Senin (17/6/2019).
Menurut Daniel, negara mengambil lahan dengan alasan bekas Erfacht Verponding Afdelling No. 330 Meetbrief tanggal 31 Januari 1931 Nomor 11 atas nama Georg Erwin Oscar Krebs. "Hak kami dirampas dengan Undang-Undang surat Erfach Verponding yang tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak ada dokumennya, dimana angkanya tidak jelas," tegas Daniel yang sudah berjuang sejak tahun 2011 silam.
Daniel berharap, kaumnya yang tinggal di sekitar tanah yang saat ini bermasalah bisa menahan diri dan tidak berbuat yang memicu konflik. Ia sendiri akan terus melanjutkan perjuangan hak atas ulayat tersebut.
"Kami berharap anak keponakan menahan diri. Jangan sampai ada sawit yang tercabut, jangan ada kaca jendela yang dipecahkan," katanya.
Atas laporan itu, Ketua Komnas HAM Perwakilan Sumbar Sultanur Arifin mengaku akan memperjuangkan masalah ini. Menurutnya, inti dari kasus yang dilaporkan Daniel ini mengarah adanya indikasi kelalaian lembaga negara.
"Ada lembaga yang main-main menurut mereka (pelapor), karena tidak bekerja sesuai undang-undang. Pelapor juga sudah laporkan masalah ini juga juga ke Ombudsman, Komisi Informasi," katanya.
Komnas HAM juga akan mengundang pihak terkait. Diantaranya, BPN Sumbar, Komisi Informasi Sumbar, dan Ombudsman Sumbar. Jika nantinya ada unsur pidana, maka laporkan soal pidana. Namun, kalau terkait perdata, bisa digugat juga secara perdata.
"Kalau seandainya ada operasi kebijakan yang bertentangan dengan apa yang diinginkan oleh pengadu, maka itu bisa dimintakan perkara ke pengadilan tata usaha negara (PTUN)," katanya.
Soal adanya dugaan pelanggaran HAM oleh penyelenggara negara, Sultanur belum bisa menyimpulkan hal tersebut. Ia akan melakukan rapat internal untuk membahas kasus ini lebih lanjut.
"Semuanya nanti kami pelajari dulu, terakhir baru kami keluarkan saran. Secepatnya kami usahakan, kalau seandainya butuh pertemuan, kami akan lakukan lagi pertemuan," ujarnya. (Rahmadi/RC)