Langgam.id — Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat pada triwulan III tahun 2025 tercatat hanya tumbuh 3,36 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/y-on-y). Angka ini menunjukkan perlambatan dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya dan masih di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Pulau Sumatera yaitu 3,94 persen.
Pertumbuhan ekonomi Sumbar termasuk yang terendah di Pulau Sumatra, hanya lebih baik dari Bangka Belitung yang mencatatkan pertumbuhan 3,21 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat, Sugeng Arianto, mengatakan bahwa dari sisi perbandingan antartriwulan (quarter-to-quarter/q-to-q), ekonomi Sumbar justru mengalami kontraksi sebesar 0,10 persen. “Dari sisi produksi, lapangan usaha industri pengolahan mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 8,81 persen. Namun, sejumlah sektor utama mengalami pelemahan,” ujarnya di Padang, Rabu (5/11/2025).
Menurut Sugeng, kontraksi terdalam terjadi pada lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang turun hingga 21,04 persen. Sektor transportasi dan pergudangan juga terkontraksi sebesar 5,64 persen, sedangkan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang memiliki peran dominan di perekonomian Sumbar turut turun 0,11 persen.
Meski demikian, secara tahunan (y-on-y), beberapa sektor jasa mencatatkan kinerja positif. “Lapangan usaha jasa lainnya tumbuh paling tinggi mencapai 10,10 persen, disusul industri pengolahan sebesar 9,06 persen dan jasa pendidikan sebesar 7,69 persen,” kata Sugeng.
Secara kumulatif hingga triwulan III-2025 (cumulative-to-cumulative/c-to-c), ekonomi Sumatera Barat tumbuh sebesar 3,94 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor jasa masih menjadi pendorong utama dengan pertumbuhan tertinggi pada jasa lainnya sebesar 7,35 persen serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 6,78 persen.
Struktur ekonomi Sumatera Barat masih didominasi oleh lima lapangan usaha utama, yakni pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan kontribusi 21,79 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), disusul perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 17,10 persen, transportasi dan pergudangan 10,62 persen, konstruksi 9,65 persen, dan industri pengolahan 9,04 persen.
Dari sisi pengeluaran, Sugeng menjelaskan bahwa ekonomi Sumbar juga mengalami tekanan. Komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga, yang mencakup lebih dari separuh PDRB, menurun 0,67 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Pengeluaran konsumsi pemerintah turun 3,63 persen, sedangkan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) hanya tumbuh 3,03 persen.
“Yang mencolok adalah impor luar negeri yang naik 34,32 persen. Namun, perlu diingat bahwa impor merupakan komponen pengurang dalam perhitungan PDRB,” jelasnya.
Secara spasial, posisi Sumatera Barat dalam struktur ekonomi Pulau Sumatera menempati urutan ketujuh dengan kontribusi 6,60 persen terhadap PDRB kawasan. Sementara itu, pertumbuhan tertinggi pada triwulan III-2025 di Pulau Sumatera dicatat oleh Provinsi Kepulauan Riau dengan 7,48 persen, diikuti Sumatera Selatan 5,20 persen, dan Lampung 5,04 persen.
Sugeng menambahkan, perlambatan ekonomi Sumbar pada triwulan ini disebabkan oleh melemahnya beberapa sektor utama dan belum pulihnya daya beli masyarakat. Namun, ia menilai kinerja sektor industri pengolahan dan jasa yang tetap ekspansif menjadi sinyal positif bagi prospek ekonomi daerah pada triwulan berikutnya.
“Ke depan, penguatan industri pengolahan berbasis sumber daya lokal serta peningkatan kualitas sektor jasa dapat menjadi kunci dalam menjaga pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat tetap stabil,” ujar Sugeng.
Berdasarkan data BPS, PDRB Sumatera Barat pada triwulan III-2025 atas dasar harga berlaku mencapai Rp88,31 triliun, sementara atas dasar harga konstan 2010 sebesar Rp51,65 triliun.






