Langgam.id - Sumatra Barat terkenal dengan berbagai macam tradisi, salah satunya adat perkawinan. Tiap daerah di Sumbar memiliki adat pernikahan yang memiliki keunikan masing-masing. Seperti di Inderapura Kabupaten Pesisir Selatan memiliki adat pernikahan yang mewajibkan "marapulai" (mempelai pria) menggunakan "suntiang".
"Suntiang" dalam adat pernikahan Minang biasanya digunakan oleh "Anak Daro" (mempelai wanita). Namun di pesta pernikahan suku Melayu Kicik di Kampung Kota Pandan, Nagari Inderapura Timur, Kecamatan Air Pura, Kabupaten Pesisir Selatan, marapulai juga menggunakan suntiang.
Tradisi marapulai basuntiang di Inderapura bermula pada saat terjadinya perperangan merebut wilayah kerajaan Indojati. Saat itu, orang Inderapura menyambut lawan dengan tarian dan anak daro, sehingga tertariklah pihak lawan dengan salah seorang anak daro itu.
Kemudian dipakaikanlah suntiang oleh orang Inderapura kepada pihak lawan. Salah seorang warga setempat, Revo mengatakan, ada empat makna pemakaian suntiang kepada marapulai dalam tradisi pernikahan di Inderapura.
"Empat makna tersebut adalah "Turun Satingkek Tanggo", sebagai raja sehari, untuk memberi tau masyarakat, dan menyamakan derajat," ujar Revo saat dihubungi Langgam.id, Rabu (10/3/2021).
"Turun satigkek tanggo" maksudnya adalah seorang laki-laki yang telah menjadi sumando sederajat dengan perempuan yang dinikahinya. kemudian sebagai raja sehari, maksudnya merapulai dan anak daro menjadi raja sehari karena di arak-arak keliling kampung.
Selanjutnya untuk menggambarkan kepada masyarakat umum bahwa seorang laki-laki itu telah menjadi sumando. Dan makna terakhir adalah menyamakan derajat laki-laki dengan perempauan yang dinikahinya.
Jika diperhatikan, suntiang yang digunakan oleh marapulai di Inderapura sangat berbeda dengan suntiang yang digunakan oleh anak daro. Hal tersebut dapat dilihat dari corak yang ada di dua jenis suntiang tersebut.
"Corak pernak pernik suntiang marapulai lebih besar motifnya dibandingkan dengan suntiang anak daro," ujarnya.
Selain itu, suntiang yang dipakai marapulai tinggi lonjongnya lebih rendah dibandingkan dengan suntiang anak daro. Kemudian, lebarnya lebih juga lebih kecil ketimbang suntiang anak daro.
Dalam tradisi pernikahan Inderapura, biasanya kedua mempelai akan diarak berkeliling kampung. Tujuannya untuk memberitahukan orang kampung bahasa kedua mempelai telah sah menjadi suami istri. Marapulai memakai suntiang saat arak-arakan turun dari rumah Bako.
Mempelai laki-laki ini dibawa ke rumah Bako (saudara perempuan ayah mempelai) untuk dirias mengenakan pekaian pengantin. Arak-arakan kedua mempelai diiringi dengan Badiki (bazikir) dengan menambah rabana yang merupakan musik tradisi turun temurun sejak agama Islam masuk ke Inderapura.
Hingga kini, masyarakat Inderapura masih melestarikan tradisi tersebut. Tradisi ini juga kerap dijadikan wisata budaya bagi orang luar daerah Inderapura, Kabupaten Pesisir Selatan.(Mg-Aya/Ela)