Mengenang Toelis Soetan Sati, Penulis 'Sengsara Membawa Nikmat'

Mengenang Toelis Soetan Sati, Penulis 'Sengsara Membawa Nikmat'

Para pemeran dan adegan dalam Film 'Sengsara Membawa Nikmat' produksi TVRI 1991. (Foto: Captured film dan cover)

Langgam.id - "Midun tidak dapat lagi menahan hati. Apalagi mendengar perkataan 'binatang' dan 'anjing' itu di muka orang banyak. Ada juga ia hendak menyabarkan hatinya, tetapi tiada dapat. Maka ia pun berkata, "Lepaskanlah, Saudara-saudara, tak usah disabarkan lagi! Sanak saudara sekalianlah yang akan menjadi saksiku kelak, bahwa saya dalam hal ini tidak bersalah. Terlalu benar, sementang kemenakan Tuanku Laras. Datangilah Kacak, lepaskan dendammu! Menanti atau mendatang?"

Demikian cuplikan Novel 'Sengsara Membawa Nikmat' (1928) karya Toelis Soetan Sati. Sastrawan angkatan Balai Pustaka yang lahir pada 1898 itu, meninggal dunia pada 16 April 1942, atau tepat 77 tahun yang lalu dari hari ini, Selasa (16/4/2019).

Dengan latar situasi Minangkabau dan Indonesia tahun 1920-an, novel karya Toelis Soetan Sati itu masih dikenal oleh generasi hari ini. Ia kemudian lebih melegenda setelah diangkat menjadi film mini seri oleh TVRI pada 1991.

Cuplikan novel di atas misalnya, jadi salah satu adegan favorit tatkala diadopsi ke dalam film. Adegan itu adalah pembuka sebelum perkelahian satu lawan tiga, menggunakan pisau, dengan jurus-jurus silat Minangkabau.

'Sengsara Membawa Nikmat' adalah satu dari empat novel karya Toelis, selain sejumlah puisi dan cerpen. Alur cerita novelnya sebenarnya tak istimewa. Pesannya lurus dan mendidik. Bahwa perlu perjuangan untuk bisa bahagia dan kebaikan akan menang pada akhirnya.

Namun, publik menyambutnya dengan antusias, saat mini seri film yang disutradarai Agus Wijoyono tersebut diputar TVRI pada 1991. Hingga kinipun, beberapa vdeo film ini yang sudah ada di youtube, ditonton puluhan sampai ratusan ribu orang.

Film televisi ini pula yang melambungkan nama Sandy Nayoan (Midun) dan pasangannya Desy Ratna Sari (Halimah) serta seteru abadi Midun, Kacak yang diperankan Arief Rivan. Mereka jadi ikon dari karya Toelis yang diterbitkan 63 tahun sebelum film itu diproduksi.

Toelis yang menulis cerita ini, menghabiskan masa kecil dan sekolah di kampung halamannya, Bukittinggi. Ia sekolah di Volkschool, Normaalschool dan kemudian di Kweekschool (Sekolah Guru Bantu). Setelah itu, ia bekerja sebagai guru Volkschool (1914- 1917).

Toelis kemudian berhenti jadi guru dan pindah ke Balai Pustaka. "Mula-mula tugasnya sebagai pembantu korektor (1920) lalu meningkat menjadi korektor (1920-1924). Setelah itu kariernya meningkat menjadi redaktur (1930-1938) dan terakhir sebagai redaktur kepala (1938-1940)," tulis Majalah Horizon pada 2006.

Ensiklopedia Sastra Indonesia di situs resmi Kemendikbud mencatat, bertugas resmi di Balai Pustaka merupakan langkah awal Toelis menjadi satrawan.

Novel pertamanya Sengsara Membawa Nikmat terbit pada 1928. Selain novel ini, Toelis menulis tiga novel lainnya: Tak Disangka (1929), Memutuskan Pertalian (1932), dan Tidak Membalas Guna (1932). Semuanya diterbitkan Balai Pustaka.

Pakar Sastra dan Budaya Indonesia asal Belanda Andries Teeuw menilai, Sengsara Membawa Nikmat sebagai karya Toelis Soetan Sati yang terindah.

"Buku itu menceritakan hal seorang anak desa yang baik budi, bernama Midun, yang karena disukai banyak orang, jadi dimusuhi oleh si Kacak. Dia ini, putera dalam suatu kaum yang terkemuka di kampungnya, berhasil memasukkan Midun ke penjara dengan jalan tuduhan palsu dan tipuan," tulisnya, dalam Buku 'Pokok dan Tokoh dalam kesusastraan Indonesia Baru'

Keindahan Sengsara Membawa Nikmat, menurut Teeuw, bukan terdapat dalam isi ceritanya atau pada nilai kesusasteraannya menurut pengertian mutlak. "Tetapi dalam lukisannya tentang hal-hal dan perhubungan-perhubungan di Minangkabu. Tentang perjuangan antara tua dan muda, tentang kekuasaan kepala-kepala adat dan sebagainya."

Bahasan novel ini, menurutnya, menarik hati. "Amat terpengaruh oleh bahasa Minangkabau dan mengandung banyak sekali pepatah - petitih adat, peribahasa serta ungkapan-ungkapan."

Penggambaran masyarakat Minangkabau pada zaman itu dinilai berhasil digambarkan dengan baik oleh 'Sengsara Membawa Nikmat'. Karya ini menjadi potret zaman ketika itu. Selain novel, Toelis Soetan Sati juga menulis puisi, syair serta menerjemahkan dan menyadur berbagai cerita dari bahasa Minang maupun bahasa asing.

Aktivitas di dunia penulisan ini, membuat Toelis Soetan Sati tercatat sebagai salah seorang pengarang dari Angkatan 1920-an atau pengarang Balai Pustaka, seangkatan dengan Nur Sutan Iskandar, Abas Sutan Pamuncak Nan Sati, dan lain-lain.

Toelis Soetan Sati menikah dua kali. Dari istri pertamanya, ia punya satu anak bernama Syofyan yang meninggal pada 1944, dua tahun setelah ia berpulang. Dari isteri keduanya, Djuz'ah, ia juga punya satu anak, bernama Erawati.

Tahun 1940 Toelis Soetan Sati berhenti dari Balai Pustaka. Dua tahun setelah itu, ia meninggal dunia dunia pada 1942, tepat hari ini 77 tahun yang lalu. (HM)

Baca Juga

Menhir Maek Tiang Peradaban yang Selaras dengan Semesta
Menhir Maek Tiang Peradaban yang Selaras dengan Semesta
Tanjung Barulak Menolak Pajak
Tanjung Barulak Menolak Pajak
HIMA Sejarah Unand Bekali Angkatan Muda
HIMA Sejarah Unand Bekali Angkatan Muda
Situs Diduga Peradaban Era Neolitik-Megalitik Ditemukan di Lubuk Alung
Situs Diduga Peradaban Era Neolitik-Megalitik Ditemukan di Lubuk Alung
Penutur Kuliner
Penutur Kuliner
Deddy Arsya Dosen Sejarah UIN Bukittinggi
Hasrat Bersekolah dan Ruang Kelas