Langgam.id - Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Wilayah II Sumatra Barat (Sumbar) menerapkan kemitraan konservasi dalam hal penyelesaian konflik tenurial. Kemitraan konservasi dinilai merupakan solusi yang lebih bijaksana.
Kepala TNKS Wilayah II Sumbar, Ahmad Darwis mengatakan, konflik tenurial merupakan salah satu permasalahan mendasar dalam pengelolaan kawasan konservasi, tidak terkecuali di TNKS yang memiliki kawasan seluas 1.389.509,867 hektare. "Di mana sebagian kawasan mengalami alih fungsi akibat pembukaan lahan oleh masyarakat," ujar Ahmad, Senin (28/11/2022).
Untuk TNKS Wilayah II Sumbar, kata Ahmad, luasan 348.125,10 hektare. Dari luasan tersebut, telah dilakukan penelaahan pemetaan dengan menggunakan peta citra satelit terbaru, luas kawasan yang terdegradasi seluas 33.905 hektare equivalen dengan 10 persen dari total luas area pengelolaan Bidang Wilayah II Sumbar.
"Kawasan terdegradasi tersebut tersebar di berbagai zonasi dalam pengelolaan pada empat resort melingkupi Kabupaten Pesisir Selatan, Solok Selatan, Solok dan Dharmasraya," ungkapnya.
Guna mengurangi lajunya degradasi tersebut dan mengacu pada Peraturan Dirjen KSDAE Nomor: P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada KPA dan KSA, Bidang Wilayah II Sumbar dalam kurun waktu 2 (tahun) terakhir memfokuskan arah pengelolaan dengan cara menginventarisir masyarakat-masyarakat yang ada dalam kawasan.
Ahmad mengungkapkan, pada saat ini telah terbentuk sebanyak 161 Kelompok Tani Hutan (KTH) dengan jumlah anggota 2.625 orang, luas pengelolaan 3.047,27 hektare.
"Yang telah diarahkan menjadi mitra konservasi guna membuka peluang dalam mengurai konflik tenurial meliputi pola kemitraan konservasi berupa pemberdayaan masyarakat dan kemitraan konservasi pemulihan ekosistem," jelasnya.
Dalam upaya tersebut, lanjut Ahmad, diharapkan penerapan dalam hal penyelesaian konflik tenurial melalui kemitraan konservasi merupakan solusi yang lebih bijaksana, dimana ekosistem terpulihkan dan masyarakat turut serta bertanggung jawab terhadap kawasan TNKS melalui Perjanjian kerja sama.
"Keberlanjutan dan kelestarian sumberdaya alam hayati yang ada pada kawasan hutan merupakan usaha yang memerlukan keseriusan dan keterlibatan semua elemen stakeholder yang ada. Usaha ini tidak bisa hanya dilakukan oleh pihak pengelola kawasan saja," paparnya.
Selain itu, kata dia, pengetahuan dan kearifan masyarakat khususnya yang berada di sekitar kawasan merupakan salah satu modal utama yang dapat disinergikan dengan upaya pengelolaan yang dilakukan oleh pengelola.
Dijelaskan Ahmad, pelibatan masyarakat dengan sistem penguatan (empowerment) atau kerja sama (partnership) diyakini merupakan suatu bentuk pelibatan masyarakat yang ideal dengan menganggap masyarakat tidak sebagai objek melainkan subjek yang secara sadar dan bersama-sama melakukan upaya pelestarian kawasan hutan.
"Untuk itu diperlukan suatu kegiatan yang sifatnya kontinu untuk menjaring harapan-harapan masyarakat terkait jaminan keberlangsungan mereka mengelola kawasan konservasi yang legal dan dilindungi oleh hukum dengan tidak meninggalkan kaidah-kaidah konservasi serta kearifan lokal pada masyarakat Sumbar yang menjunjung tinggi nilai ABS-SBK," ucapnya.
Baca juga: Polda Sumbar Bersama BBTNKS Ringkus Sopir Pembawa Balok Kayu dari Taman Nasional
"Untuk itu, Bidang Wilayah II memfasilitasi kegiatan berupa lokakarya rembuk anak nagari kelompok tani hutan konservasi dalam rangka pengamanan kawasan bersama masyarakat berbasis nagari melalui skema kemitraan konservasi," sambungnya.
—