Tanpa Harus Mudik di Pemilu 2024, Mahasiswa Rantau Tetap Bisa Rayakan Pesta Demokrasi

Tanpa Harus Mudik di Pemilu 2024, Mahasiswa Rantau Tetap Bisa Rayakan Pesta Demokrasi

Asyani Rahayu Simatupang. (Foto: Dok. Pribadi)

Setelah berlalunya tahun demokrasi 2019 silam, kini masyarakat juga harus lebih siap menyambut pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada bulan kedua di tahun 2024 nanti. Melalui ajang inilah rakyat Indonesia dapat memilih pemimpin yang harapannya mampu menempatkan Indonesia pada jalur penyempurnaan bangsa ke arah yang lebih baik lagi.

Namun, hingga dewasa ini politik elektoral (pemilu) masih terkendala oleh tingginya angka golput atau abstain. Terdapat indikasi kuat bahwa ada banyak pemilih yang tidak bisa memilih didaerah asalnya akibat sedang merantau ke daerah lain untuk menuntut ilmu salah satunya adalah mahasiswa. 

Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyajikan data partisipasi pemilih yang usianya dibawah 21 tahun saat pilkada dua tahun lalu hanya sebesar 39℅ saja.

[https://www.republika.co.id/berita/qmprp1428/lsi-partisipasi-pemilih-berpendidikan-rendah-tertinggi]

Mendapat gambaran mutakhir mengenai pola partisipasi politik para mahasiswa belum sepeka itu. Banyak diantara mahasiswa rantau yang memiliki keterbatasan dalam mengurus pendaftaran pemilu dan harus mengurus mekanisme perpindahan tempat memilih untuk menghindari adanya golput. 

Guna menekan grafik abstain yang mencuat tinggi tadi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melahirkan kebijakan untuk mempermudah para pelajar rantau melalui pemindahan tempat memilih bagi mereka yang kesulitan pulang ke domisili asalnya dalam penggunaan hak suara. Juga untuk memperkecil persentase adanya alasan sedang jauh dari rumah hingga tak bisa ikut memilih. Mekanisme perpindahan daerah pilih ini cukup sederhana.

Pertama-tama, pemilih perlu memastikan apakah ia terdaftar dalam Daftar Pemilih tetap (DPT) yang dirilis di daerah asalnya. Namun pengecekan DPT juga dapat dilakukan melalui website KPU yakni data.kpu.go.id/data.php. Jika pemilih memang terdaftar di DPT, pemilih dapat mengajukan permohonan pindah DPT pada Panitia Pemungutan Suara (PPS) di domisili asal karena tidak bisa mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS) domisilinya tadi. Jika pemilih kekurangan informasi mengenai siapa panitianya, pemilih bisa segera lapor kepada lurah atau coba bertanya pada perangkat desa domisilinya. 

Selanjutnya pemilih akan diminta mengisi formulir A5 untuk disesuaikan dengan TPS domisilinya saat ini dan dimasukkan dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) di TPS tujuan. Hal tersebut juga harus dipersiapkan jauh-jauh hari selambat-lambatnya 30 hari sebelum pemungutan suara berlangsung agar ketersediaan surat suara di TPS tujuan dapat dipastikan adanya seperti yang diatur dalam pasal 348 UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilu. 

Dikutip dari Jurnal Respon Publik Vol. 13,5 Tahun 2019, Hal: 40 Paragraf Pertama yang ditulis oleh Amalia Mufidah Mahasiswa Universitas Islam Malang bahwa ia dan timnya melakukan pra-survey dan menemukan bahwa besarnya persentase mahasiswa yang kekurangan informasi mengenai formulir A5 mencapai 51,6 ℅ dari 112 responden mahasiswa yang mengisi kuesioner dan selebihnya memilih golput karena malas melalui tahapan yang untuk mendapatkan formulir A5 tersebut yang mereka anggap rumit dan sebagiannya lagi memilih pulang kampung daripada mengurus A5. 

Namun, seorang KomisionerKPU RI Betty Epsilon Idroos menyampaikan, pada Pemilu 2024 nanti, pemilih tidak dipersulit lagi mencari TPS yang kosong untuk A5nya. KPU secara maksimal sudah menetapkan TPS tujuan agar pemilih tidak melalui tahapan yang sulit. Akan tetapi formulirnya harus diurus secara manual untuk verifikasi agar tidak ada pemalsuan data.

Pemilih harus membawa serta dokumen autentik seperti surat keterangan studi untuk mahasiswa yang sedang merantau agar tidak ada gangguan yang berarti seperti pemalsuan dokumen yang kabarnya banyak bisa dibuat dengan mudah menggunakan kecerdasan buatan. Karena dengan verifikasi manual petugas dapat mencocokkan secara langsung kelengkapan data dan kecocokan muka dengan KTP orang yang pindah memilih. 

Terima formulir setelah KPU menentukan TPS didaerah tujuan. Cek kembali data-data yang dilampirkan agar tidak ada kekeliruan kedepannya. Karena KPU sudah menentukan TPS, tidak akan ada penumpukan pemilih pindahan disatu tempat pemungutan suara yang mampu menghambat proses pemungutan nantinya. Pemilih hanya butuh memastikan TPS tujuan saja. 

Jika banyak mahasiswa yang memilih golput, mau dibawa kemana negeri ini? Sejatinya, Indonesia akan tidak baik-baik saja jika para pemudanya kurang kesadaran dan tidak melakukan perubahan melalui hal-hal mendasar seperti mudah goyah untuk golput. Karena pemilu adalah satu-satunya mekanisme perebutan kekuasaan yang sah.

Satu hal yang perlu diingat, bahwa kita mahasiswa adalah agent of changes (pembawa perubahan) untuk membawa negeri kita ini kearah yang lebih baik lagi. Memangnya kita generasi muda mau dikuasai pemimpin yang besar potensinya membuat negara jatuh? Jelas tidak. Maka dari itu mari jadi pemilih aktif! Pilihlah pemimpin yang visi dan misinya memang berorientasi membawa Indonesia maju. Menuju negara yang sadar akan pentingnya memberi hak suara. Menuju negara yang mandiri dan demokratis.

Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia! 

*Penulis: Asyani Rahayu Simatupang (Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Andalas)





Baca Juga

Di Balik Kesuksesan Pengusaha Minang
Di Balik Kesuksesan Pengusaha Minang
Prinsip Kekeluargaan dalam Bisnis Kaum Muda Minangkabau
Prinsip Kekeluargaan dalam Bisnis Kaum Muda Minangkabau
Analisis SWOT dan PEST Sebagai Strategi Humas Gojek dalam Pengembangan Perusahaan di Era Digital
Analisis SWOT dan PEST Sebagai Strategi Humas Gojek dalam Pengembangan Perusahaan di Era Digital
Rekam Jejak Diplomasi Minangkabau dalam Ranah Budaya dan Sejarah
Rekam Jejak Diplomasi Minangkabau dalam Ranah Budaya dan Sejarah
Eksistensi Public Relation Terhadap Regulasi Pengelolaan Krisis dalam Membangun Reputasi Pemerintahan
Eksistensi Public Relation Terhadap Regulasi Pengelolaan Krisis dalam Membangun Reputasi Pemerintahan
Fenomena 'Viralin Dulu Baru Diusut', Contoh Kegagalan Humas dalam Membangun Hubungan dengan Publiknya
Fenomena 'Viralin Dulu Baru Diusut', Contoh Kegagalan Humas dalam Membangun Hubungan dengan Publiknya