Langgam.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berusaha menangkal potensi tsunami di Kepulauan Mentawai, dengan memasang sistem peringatan dini tsunami di Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan Mentawai, pada November ini.
Sistem yang dikembangkan BNPB dan UGM ini diujicobakan dengan melibatkan BPBD dan warga setempat, kemarin.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati menjelaskan, simulasi yang berlangsung kemarin, bertujuan untuk menguji sistem yang dibangun untuk menghadapi potensi tsunami di Kecamatan Siberut Utara.
"Simulasi evakuasi tsunami merupakan puncak dari serangkaian kegiatan sistem peringatan dini yang dibangun sejak dari tanggal 15 hingga 23 November 2020," katanya, sebagaimana dilansir dari rilis BNPB.
Selain itu, sambungnya, kegiatan ini bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan akurat dari pemerintah tentang bahaya tsunami melalui sirine yang terpasang. Simulasi ini diharapkan dapat dilakukan secara berkelanjutan, misal tanggal 26 setiap bulan atau setiap tahunnya.
"Tentu, ini akan membantu kesiapsiagaan warga setempat dalam menghadapi bencana," tukasnya.
Kepala Seksi Integrasi Pemantauan BNPB Aminingrum mengatakan, pengetahuan dan upaya peningkatan kesiapsiagaan bukanlah untuk menakut-nakuti tetapi merupakan suatu upaya untuk melatih mental dan diri dalam menghadapi bencana.
“Adanya simulasi dengan membunyikan sirine itu tidak bermaksud menakut-nakuti warga, simulasi dengan menggunakan sirine dimaksudkan agar warga mendapat informasi yang benar dan akurat dari pemerintah tentang bahaya tsunami,” ujar Aminingrum.
Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan target dalam prioritas nasional untuk pemasangan alat peringatan dini tsunami di Indonesia. Dalam membangun kesiapsiagaan di Kepulauan Mentawai, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada melalui metodelogi sistem peringatan dini tsunami atau tsunami early warning system (TEWS) yang terdiri dari 9 tahapan.
Kesembilan tahapan tersebut meliputi (1) persiapan, (2) penilaian risiko, (3) sosialiasi bencana tsunami, (4) pembentukan tim siaga, (5) pembuatan denah evakuasi, (6) penyusunan prosedur tetap, (7) pemantauan peringatan dini dan geladi evakuasi, (8) membangun komitmen daerah dan masyarakat dalam pengoperasian dan pemeliharaan keseluruhan sistem peringatan dini, dan (9) monitoring status fungsi alat.
BNPB, UGM dan BPBD Kabupaten Kepulauan Mentawai melakukan serangkaian kegiatan selama 10 hari untuk memastikan sistem peringatan dini tsunami berjalan.
Saat gelar simulasi evakuasi, Camat Siberut Utara Agustinus Sikabegen mengatakan bahwa gempa bumi dan tsunami tidak menakutkan.
“Namun kesiapsiagaan warga sangat diperlukan dalam menghadapi bencana,” ucapnya pada Senin (23/11).
Selama melakukan kegiatan ini, tim BNPB yang melakukan pendampingan dalam kegiatan mendapatkan beberapa informasi terkait kesiapsiagaan masyarakat sejauh ini. Warga setempat paham risiko gempa dan tsunami sejak sebelum pemasangan sistem peringatan dini ini dilakukan. Hal tersebut disebabkan pengetahuan mengenai tsunami sudah diperoleh sejak tsunami Aceh pada 2004 silam.
Di samping itu, warga juga telah mendapatkan sosialisasi dan simulasi dari lembaga nonpemerintah pada dua tahun kemudian. Namun, kegiatan tersebut tidak berkelanjutan lagi.
Dari penjelasan BPBD setempat, mereka telah membentuk tim satuan tugas (satgas) yang dibentuk dari Surat Keputusan Bupati / SK Bupati sejak tahun 2013 lalu. Tim satgas ini terbentuk di setiap kecamatan dengan beranggotakan 10 orang. Terkait dengan kegiatan pemasangan sistem peringatan dini, tim satgas yang telah terbentuk akan diperkuat dan tidak dibuat lagi untuk Kecamatan Siberut Utara.
Terkait dengan potensi tsunami yang berdampak pada Muara Sikabaluan, warga setempat memahami permasalahan jalur evakuasi yang jauh. Menyikapi kondisi ini, jalur evakuasi baru dibutuhkan untuk mempercepat proses evakuasi warga ke tempat yang lebih aman atau pun adanya tempat evakuasi sementara (TES) di dekat pantai.
Beberapa warga sejak tahun 2004 sudah membangun tempat evakuasi di Tamaerang. Tempat ini sempat dilengkapi dengan logistik warga dan dibersihkan setiap hari minggu, tetapi sejak 3 tahun yang lalu warga tidak lagi merawat tempat ini. Bahkan logistik yang disimpan pun akhirnya diambil.
Pemasangan alat peringatan dini ini merupakan pertama kali dilakukan UGM dengan pengontrol jarak jauh antar pulau, dengan jarak 120 km (dari Pulau Sipora ke Pulau Siberut). Jaringan GSM dapat digunakan sebagai penghubung tetapi jaringan radio ternyata tidak memungkinkan karena memerlukan repeater tambahan.
Sementara itu, informasi lain yang diperoleh di lapangan mengidentifikasikan bahwa dengan perkiraan golden time tsunami dapat terjadi hanya kurang dari 5 menit. Oleh karena itu, pemasangan sirine yang tadinya ada 3 level diubah menjadi 1 level saja, yaitu awas. Hal tersebut dilakukan sesuai dengan permintaan BPBD Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan salah satu kabupaten yang terletak di jalur megathrust tsunami di Indonesia. Pemasangan alat peringatan dini tsunami di Kecamatan Siberut Utara menjadi perhatian penting karena daerah ini mempunyai elevasi atau ketinggian yang jauh dari daerah pantai, jalur evakuasi panjang lebih dari 2,5 km padahal perkiraan waktu tsunami datang kurang dari 5 menit.
Faktor lain adalah sebagian besar penduduk di Muara Sikabaluan tinggal di tepi pantai. Alat peringatan ini diharapkan dapat membantu masyarakat memperkuat kegiatan kesiapsiagaan tsunami. (Osh)