Syekh Muhammad Jamil: Ulama Besar Pendiri Masjid Raya Pariaman

Syekh Muhammad Jamil: Ulama Besar Pendiri Masjid Raya Pariaman

Masjid Raya Pariaman. (Foto: Kominfo Kota Pariaman/ pariamankota.go.id)

Langgam.id - Masjid Raya yang terletak di Kampung Perak, Kota Pariaman, Sumatra Barat (Sumbar) masih berdiri megah hingga kini. Data cagar budaya Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar menyebut, masjid ini didirikan oleh masyarakat bersama seorang ulama besar pada masanya: Syekh Muhammad Jamil.

BPCB mencatat, masjid seluas 441 meter persegi ini didirikan pada 1879, dengan masa pembangunan sekitar 4 tahun. Masjid ini dikenal juga dengan sebutan Surau Pasar, masjid batu pertama di Pariaman. Syekh Muhammad Jamil Al-Khalidi menggagas pendiriannya untuk menggantikan rumah ibadah sebelumnya, Surau Ampaleh.

Nama Syekh Muhammad Jamil memang lekat dengan Kota Pariaman. Satu ruas jalan di kota ini juga bernama dirinya. M. Sanusi Latief yang menulis profil Syekh Muhammad Jamil dalam Buku "Riwayat Hidup Ulama Sumatera Barat dan Perjuangannya" (2001) menulis, ulama ini lahir di Pariaman pada 6 Syawal 1258 Hijriah atau bertepatan dengan 10 November 1842.

Menurut Sanusi, Syekh Jamil terlahir dengan nama Habibun. Ayahnya Wahab dan ibunya Tadu. Habibun merupakan putra sulung di antara tujuh bersaudara. Semula, ia belajar Alquran pada Qari Abbas di Pariaman. Seterusnya, ia lanjutkan ke Cangkiang, Ampek Angkek, Kabupaten Agam, mempelajari kitab tafsir, hadits, tauhid, fiqih dan tasawuf.

"Di sana ia langsung belajar membaca kitab-kitab pada Tuanku Muhammad, putra dari Syeikh Jalaluddin Tuanku Sami', yang dikenal sebagai tokoh penyebar kedua aliran tarekat Naqsabandiyah di Minangkabau sesudah Syeikh Ismail Simabur," tulis Sanusi Latief.

Pada usia 25 tahun, Habibun berkesempatan naik haji ke Mekkah untuk pertama kali. Di Mekkah, ia mengganti nama menjadi Muhammad Jamil. Sepulang dari tanah suci, Jamil mulai jadi pedagang kain di Pasar Pariaman. Ia berdagang sampai ke Sibolga dan Semenanjung Melayu.

Sanusi menulis, Jamil belajar tarekat Naqsabandiyah pada Syeikh Abu Bakar yang datang ke Pariaman atas dorongan hatinya. Jamil muda menjadi salah satu murid hingga mengikuti "suluk" 40 hari di bawah pimpinan Syeikh Abu Bakar.

Bersama Syekh Ibrahim Kumpulan, Syek Jamil juga sempat belajar pada Syeikh Khalid Kurdi, seorang ulama tarekat Naqsabandiyah yang bermukim di Jabal Qubeis, Mekkah. Riwayat menyebutkan, selama hidupnya Syekh Jamil sempat tiga kali ke Mekkah.

Setelah menjadi ulama tarekat Naqsabandiyah, Syekh Jamil memusatkan pengajarannya di Surau Ampaleh, yang diwakafkan Syeikh Usman dan Syeikh Musa, Nareh.

Tarekat Naqsabandiyah berbeda pendekatan dengan tarekat Satariyah yang telah berkembang sejak abad ke-17 di Ulakan. Salah satu perbedaan tersebut adalah saat memulai puasa Ramadan. Naqsabandiyah lebih dahulu dibanding Sattariyah. Meski demikian, Syekh Jamil berupaya menjaga kerukunan. Meski berbeda masjid, warga tak ada persoalan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada 15 Oktober 1879, Syekh Jamil bersama masyarakat memulai pembangunan masjid baru untuk menggantikan Surau Ampaleh yang kemudian berganti nama jadi Surau Anjuang. Empat tahun kemudian, pada 1883, masjid selesai atas gotong royong masyarakat dan bantuan Tuanku Laras di Pariaman pada masa itu.

Saat terjadi polemik antara kaum muda dan kaum tua di Sumatra Barat, Syekh Jamil mengukuhkan buku "Burhan Al-Haqq" yang ditulis Syekh Khatib Ali, salah satu ulama kaum tua. Dalam buku tersebut, Syekh Khatib Ali mencantumkan namanya sebagai salah satu dari 27 ulama Tarekat Naqsabandiyah di Minangkabau dan membela ajaran tarekat.

Syekh Muhammad Jamil juga sempat berurusan dengan Pemerintah Hindia Belanda. Ia sempat ditangkap dan dimasukkan ke penjara di Pariaman karena dianggap membangkang dan tak mengindahkan aturan pemerintah. Saat ia ditahan ini, beberapa bangunan yang melingkari penjara runtuh. Hal ini dipercaya oleh warga sebagai salah satu kekeramatannya.

Syekh Muhammad Jamil wafat pada 19 Sya'ban 1346 Hijriah atau bertepatan dengan 11 Februari 1928, dalam usia 86 tahun di kediamannya, Surau Anjuang, di dalam komplek masjid. Syekh Jamil kemudian dimakamkan di depan Surau Anjuang. Sama halnya dengan Syekh Khatib Ali, menurut Sanusi, selama hidup Syekh Muhammad Jamil tak mau berfoto, sehingga tak dikenal wajahnya saat ini.

Syekh Muhammad Jamil mempunyai 44 putra dan putri dari enam istri yang dinikahi tidak dalam waktu yang sama. Sepeninggalnya, putranya Muhammad Yusuf menggantikan Syekh Jamil. Pendidikan, ibadah dan kegiatan keagaamaan lainnya di komplek Masjid Raya Pariaman terus berjalan setelah Syekh Jamil wafat. (HM)

Baca Juga

Pemko Padang menghibahkan tanah seluas 8.056 meter persegi kepada Kemenag Padang. Tanah yang berada di Jaruai Kelurahan Bungus Barat,
MAN 4 Bakal Dibangun di Bungus, Pemko Padang Hibahkan Tanah ke Kemenag
BPJS Ketenagakerjaan Pariaman Gelar Bersih-bersih Pantai Gandoriah
BPJS Ketenagakerjaan Pariaman Gelar Bersih-bersih Pantai Gandoriah
Pemko Pariaman Minta Pelaku Usaha Manfaatkan Katalog Lokal
Pemko Pariaman Minta Pelaku Usaha Manfaatkan Katalog Lokal
Wako Pariaman Dukung Sanggar Darak Badarak di IGT
Wako Pariaman Dukung Sanggar Darak Badarak di IGT
Menteri Halim Launching Lomba Desa di Pariaman
Menteri Halim Launching Lomba Desa di Pariaman
Tabuik Dibuang ke Laut jadi Penutup Rangkaian Festival Hoyak Tabuik 2023
Tabuik Dibuang ke Laut jadi Penutup Rangkaian Festival Hoyak Tabuik 2023