Langgam.id - Sumatra Barat hanya memiliki delapan orang penerjemah bahasa isyarat dari 1.250 orang tuli yang tercatat. Dari delapan itu, enam orang di Kota Padang dan dua lagi di luar Kota Padang.
Hal itu terungkap dalam Seminar Sehari Bahasa Isyarat yang digelar di Ruang Seminar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas, Kamis, (17/10/2019).
Seminar bertema "Pengembangan Bahasa Isyarat dalam Media Komunikasi Sosial dan Proses Belajar-Mengajar" itu digelar Laboratorium Riset Bahasa Isyarat (LRBI) Departemen Linguistik FIB UI bekerja sama dengan Jurusan Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas dan DPD Gerkatin Sumbar
Selain membahas bahasa isyarat, seminar juga mengupas berbagai isu tentang orang tuli.
Rona Almos, peneliti bahasa isyarat di Sumbar mengatakan, terjadi kertimpangan dari jumlah penerjemah dengan orang tuli di Sumbar.
Dijelaskannya, di Kota Padang saja ada 300 hingga 400 orang yang tuli sementara penerjemah hanya 6 orang, 2 orang lagi dari luar Kota Padang.
Selain persoalan kurangnya penerjemah bahasa isyarat, penelitian bahasa isyarat dari sisi linguistik juga sangat minim. Akan tetapi, soal motede penelitian di sekolah luar biasa (SLB) sudah mulai diteliti.
"Kecenderungan bahasa isyarat orang tuli Sumbar banyak dipengaruhi oleh bahasa isyarat daerah lain. Sepertinya orang tuli di Sumbar kurang percaya diri dengan bahasa isyaratnya sendiri. Padahal setiap daerah mempunyai karakteristik bahasa isyarat tersendiri," katanya.
Ia melihat mereka cepat terkontaminasi dengan bahasa isyarat daerah lain ketika berinteraksi dengan orang tuli dari daerah lain.
Sementara itu Silva T. P. Isma dari LRBI Departemen Linguistik
FIB UI menyebutkan, bahasa isyarat mengalami peningkatan dalam perkembangannya dari tahun ke tahun. Penggunaan bahasa isyarat di berbagai ranah semakin banyak, seperti seminar, lokakarya, media, dan kegiatan pengajaran.
Peningkatan ini terjadi karena adanya kesadaran yang semakin luas di masyarakat dari berbagai latar belakang. Seperti, pekerja sosial, mahasiswa, pegiat isu, akademisi, bahkan hingga tingkat pemerintah. Kesadaran yang meluas ini merupakan dampak dari usaha penyadaran yang dilakukan oleh sejumlah pihak, khususnya organisasi tuli dan universitas.
Departemen Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) melalui Laboratorium Riset Bahasa Isyarat (LRBI) telah dan masih bergiat dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan bahasa isyarat dan ketulian.
Kegiatan yang dilaksanakan selama ini berfokus pada pengembangan bahasa isyarat melalui penelitian-penelitian, pendokumentasian bahasa isyarat dalam bentuk video rekaman dan pencetakan kamus dan buku pedoman (buku ajar), pembuatan produk yang mencakup materi ajar, dan pengadaan pelatihan dan seminar.
"Sejauh ini kami telah mengumpulkan 7 bahasa isyarat dari daerah. Kedepan kami berharap hilirisasi dari kegiatan ini akan ada bahasa isyarat nasional sebagai rujukan bersama," katanya.