Langgam.id - Rara Rizkyatul Hanif (12), satu dari lima korban insiden jatuhnya rangkaian sound system dan speaker di Lapangan GOR Khatib Sulaiman, Kota Padang Panjang, Sumatra Barat (Sumbar). Nyawa murid Sekolah Dasar (SD) ini tidak tertolong dan kini ia telah tenang di alam barzah.
Rara, begitu sapaan akrabnya, dimakamkan di kampung halamannya kawasan Guguk Malintang, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar, Minggu (26/8/2019). Almarhumah adalah murid kelas 6 di SDN 03 Guguk Malintang. Gadis yang dikenal ceria ini anak pertama dari dua bersaudara.
Sayangnya, langgam.id tidak mendapatkan identitas orang tua Rara. Sebab, pihak sekolah yang ditemui di Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Kartika Docta, tidak begitu hafal nama kedua orang Rara.
Menurut pihak sekolah, orang tua Rara seorang pedagang kelontong yang menjual kebutuhan pokok di kediamannya. Di mata gurunya, Rara dikenal murid berprestasi dan proaktif di berbagai bidang. Termasuk, kegemarannya dalam kesenian menari.
Hal ini yang membuat pihak sekolah memilih Rara sebagai salah satu peserta yang akan tampil menari dalam pembukaan Kemah Budaya Nasional (KBN) ke-X di Kota Padang Panjang.
Selain sebagai peserta pembuka acara, Rara juga salah satu penari massal yang akan memecahkan Rekor Muri saat pembukaan KBN ke-X. Namun nasib berkata lain, impian Rara terlibat dalam pemecahan Rekor Muri ribuan penari itu malah berujung duka.
Kepala Sekolah SDN 03 Guguk Malintang Ratni mengatakan, ada 30 murid dari sekolahnya yang terlibat dalam pembukaan KBN sekaligus pemecahan Rekor Muri tersebut.
“Rara ini murid yang cerdas, berprestasi dan memang hobi tari serta puisi. Anaknya proaktif dan multitalenta. Rara selalu terlibat kegiatan di sekolah. Makanya, Rara termasuk dalam bagian 30 peserta yang kami utus karena memang berbakat,” kata Ratni diwawancarai langgam.id, Senin (26/8/2019).
Proses seleksi terlibatnya Rara dalam KBN ke-X ini telah dilakukan sejak ia masih duduk di bangku kelas lima. Hingga akhirnya, Rara kemudian terpilih.
Selain dikenal berprestasi, Rara juga dikenal dekat dengan semua guru-guru di sekolah. Para guru mengaku kagum kepadanya. Apalagi, setiap tugas yang diberikan selalu dikerjakan Rara.
“Anaknya bertanggungjawab, apapun yang ditugaskan guru, dikerjakan. Begitupun kepada orang tuanya, selalu patuh dan disayangi oleh keluarganya. Mungkin karena anak perempuan satu-satunya ya,” katanya.
Sebelum insiden nahas ditimpa rangkaian sound system dan speaker, Ratni mengakui, Rara saat itu terlihat sering berbenung di lapangan. Mukanya juga tampak pucat. Namun, Rara tetap gigih untuk melakukan gladi resik.
Saat kejadian, Ratni menambahkan, Rara telah berpakaian tari yang didandani oleh pedampingnya Afrirona (27) dan Tiara Afririani (28) yang juga korban luka dan patah-patah dalam insiden jatuhnya rangkaian sound system dan speaker tersebut.
“Kami (pihak sekolah) memang menugaskan Afrirona dan Tiara Afririani ini sebagai pendamping 30 anak yang ikut dalam KBN selama tiga hari. Dari Sabtu sudah gledi resik dan Minggu gladi resik dengan pakaian acara sebenarnya. Pedampingi ada tiga orang, yang satu lagi selamat,” jelasnya.
Di sisi lain, Ratni enggan berkomentar banyak terkait tindaklanjut kasus tersebut. Sebab, ia masih fokus bagaimana kondisi korban yang selamat segera pulih kembali. Begitupun agar acara KBN ke-X berjalan lancar.
Seperti diketahui, jatuhnya rangkaian sound system dan speaker milik EO Cebek Sound ini menimpa lima orang korban. Satu di antaranya dinyatakan meninggal yaitu Rata.
Sedangkan empat orang lainnya mengalami luka dan telah dilarikan ke Rumah Sakit setempat.
Korban yang mengalami luka-luka antara lain, Niesya Defina Putri (11 tahun) dan Adina Raisa Claresta (11 tahun). Dua korban ini juga tercatat sebagai murid SDN 03 Guguk Malintang.
Korban lainnya adalah Afrirona staf TU di SDN 03 Guguk Malintang dan Afririani guru honorer di SD tersebut. Mereka juga berperan sebagai pendamping para murid yang ikut serta dalam KBN ke-X 2019 tersebut. (Irwanda/RC)