Sidang Pemalsuan Tandatangan Mamak Kepala Kaum, Saksi Binggung Ada Surat Jual Beli Tanah 1997

Pengadilan Negeri Padang Panjang melanjutkan sidang kasus pemalsuan tanda‎ tangan Mamak Kepala Kaum Suku Koto Nan Baranam, Herry Chandra

SIdang lanjutan kasus pemalsuan tanda‎ tangan Mamak Kepala Kaum Suku Koto Nan Baranam, Herry Chandra Dt. Kupiah atas terdakwa Gema Yudha Dt. Maraalam. [foto: SI]

Langgam.id - Pengadilan Negeri Padang Panjang melanjutkan sidang kasus pemalsuan tanda‎ tangan Mamak Kepala Kaum Suku Koto Nan Baranam, Herry Chandra Dt. Kupiah atas terdakwa Gema Yudha Dt. Maraalam pada Senin (23/9/2024).

Sidang yang kedua dipimpin Hakim ketua Agung Wicaksono dan dua hakim anggota, Rahmanto Arttahyat dan Gustia Wulandari ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga orang saksi.

Mereka yakni Sugiman, Minda Sari dan Afrizal. Dalan keterangan saksi di persidangan tersebut, terdapat fakta baru.

Salah satunya adalah, saksi Sugiman dan Minda Sari tidak mengetahui pengakuan jual beli tanah di tahun 1995 dan 1997.

Hakim Ketua, Agung Wicaksono menanyakan kepada saksi Sugiman, apakah mengetahui jual beli tanah pada 3 Juni 1995. Saksi pun menjawab tidak mengetahui.

Sebab saat menandatangani surat, pengakuan jual beli saksi dengan terdakwa Gema Yudha Dt. Maraalam tidak membacanya.

"Saya hanya menandatangani saja, pak. Karena pada saat transaksi saya tahu beres saja, dan kuasa terhadap Linda Sari saya juga tidak mengetahui," kata Sugiman.

"Pada saat saya tanda tangan, seluruh tanda tangan di surat itu sudah ada dan juga ada materai. Makanya saya berani tanda tangan, saya juga tidak membaca secara keseluruhan pengakuan jual beli tanah itu," sambungnya.

Baca juga: Tanda Tangan Dipalsukan Kemenakan untuk Jual Tanah, Mamak Kepala Kaum di Padang Panjang Lapor Polisi

Dalam pembelian tanah kepada terdakwa, Sugiman mengakui, dirinya mencicil sebanyak 25 kali dengan total harga Rp 95 juta.

"Saya membeli tanah seluas ini, saya tahunya ada sertifikat. Dasriko yang menawarkan kepada saya waktu itu," ujar Sugiman.

Kemudian, hakim anggota, Rahmanto Arttahyat juga menanyakan kepada Sugiman, apakah tahu membeli tanah siapa. Saksi mengaku tidak tahu.

Dia hanya mengetahui kalau tanah tersebut milik terdakwa. Padahal tanah tersebut tanah pusaka tinggi.

Sementara JPU, Andrile Firsa melayangkan pertanyaan kepada Sugiman, apakah mengetahui tanah yang dijual terdakwa milik kaum Dt. Kupiah? Sugiman menjawab tidak tahu.

JPU kapan transaksi jual beli tanah dengan terdakwa. S‎ugiman menjawab 13 Agustus 2021. Sementara dalam pengakuan jual beli tanah, transaksi jual beli itu di tahun 1995.

"Apakah saudara mengetahui transaksi itu?," tanya JPU dan saksi Sugiman menjawab tidak tahu.

Pernyataan juga dilontarkan JPU perihal penerbitan sertifikat tanah yang dibelinya kepada terdakwa. Dalam keterangan saksi Sugiman, dia tahu beres saja, karena tidak mengetahui bagaimana cara penerbitan sertifikat tersebut.

"‎Saya tidak mau ribet, jadi saya terima beres. Saya tidak tahu, kalau ada kuasa untuk penerbitan sertifikat ini," katanya.

"Pada saat saudara saksi mengambil sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Padang Panjang, sama siapa saudara bertransaksi. Apakah saudara saksi kenal dengan buk Ayu, Angga, Nasri? tanya JPU.

"Saya tidak ingat namanya, tapi saya ingat wajahnya, dia masih ada di BPN," jawab Sugiman.

"Apakah saudara saksi memberikan kuasa kepada Linda berdasarkan surat ini," tanya JPU Firsa.

"Saya tidak tahu, ‎ kalau yang mendaftarkan permohonan sertifikat ini, Linda," jawabnya.

Pada saat Dasriko menawarkan penjualan tanah ini kepada saksi Sugiman, apakah saudara saksi tahu itu tanah siapa. Saksi pernah jumpa dengan Linda?tanya JPU .

"Saya hanya tahu itu tanah pak Gema, dan saya ketemu Linda di rumahnya saat mengantarkan uang cicilan pembelian tanah," ujar Sugiman.

‎Hakim Ketua, Agung Wicaksono menegaskan kepada saksi Sugiman, cicilan pembelian tanah dengan terdakwa ini, apakah terdakwa langsung atau dengan Dasriko.

"Lebih banyak dengan pak Gema dan ada beberapa dengan Dasriko," jawab Sugiman lagi.

Sementara keterangan Saksi Minda Sari, sebelum pembelian tanah itu, terdakwa datang ke rumahnya untuk menawarkan tanah yang akan dijualnya. Terdakwa juga mengatakan pembelian tanah ini bisa dicicil.

"Gema datang berdua dengan istrinya Linda, pak," kata Linda saat memberikan keterangan kepada Hakim Ketua.

Minda mengatakan, saat pembelian itu, terdakwa menjanjikan kepadanya tanah seluas 150 meter dengan harga Rp 40 juta.

"Pertama kali saya kasih uang Rp 2 juta ke terdakwa, pak," ujar Minda.

Hakim ketua menanyakan kepada saksi Minda, masih ingat berapa kali nyicil ke terdakwa?.

"Sekitaran 15 kali dengan variasi, ada nyicil juga pakai emas, pak," katanya.

"Terdakwa juga meminta uang kepada saya Rp 3 juta untuk bikin sertifikat, lalu saya jual cincin emas saya, Rp 4 juta. Rp 3 juta saya kasih ke terdakwa, Rp 1 juta lagi buat saya, pak," tambahnya lagi.

Minda juga mengatakan, terdakwa datang ke rumahnya ada sendiri dan ada dengan istrinya Linda. ‎Dia juga mengaku tinggal sejak kecil di rumah yang dia tempati sekarang, sementara tanah yang dibelinya dengan terdakwa cukup jauh dari rumahnya.

"Surat yang dibawa terdakwa pada saat itu sudah ada tanda tangannya semua, lalu baru saya tandatangani, pak. Saat itu saya menandatangani surat itu di rumah saya pak. Terdakwa meminta kepada saya biarlah dia yang mengurus, dengan dikuasakan ke Linda," jelasnya.

Hakim juga menanyakan kepada saksi, kapan tanda tanda tangan surat pembelian itu.

"‎Tahun 2021, saya tidak tahu kalau surat itu tanggal 11 Juli 1997. Saya beli tanah itu tidak ada memberitahukan kepada orang tua, saya sama suami saja yang tahu. Saya bingung kok bisa ada surat jual beli di tahun 1997," ujar Minda.

"Mbak aja bingung, kan, apalagi kami," balas Hakim Ketua.

Sementara JPU, Edmonrizal, bertanya kepada saksi Minda Sari, apakah saksi sudah menerima sertifikat belum?.

"Belum pak," jawab Minda.

"Saksi tahu kapan tanah ini milik Dt. Kupiah,? tanya JPU lagi.

"Setelah melihat tanda tangan yang di surat berbeda pak," jawabnya lagi.

JPU Firsa juga menanyakan kepada saksi Minda Sari, apakah tanah ini, tanah agiah baragiah dengan nilai Rp3 juta.

"Bohong itu pak," jawab Minda lagi.

Minda menjelaskan, terdakwa datang ke rumah untuk menawarkan tanah. Lalu terdakwa menjanjikan tanah itu seluas 100 meter lebih, sementara di sertifikat hanya tertera 80 meter.

"Saya tahu itu setelah melihat langsung sertifikat itu di BPN, saya disambuk pak Ade. Lalu saya tanyakan ke dia, kata pak Ade, carilah buk Linda Hartini dulu, karena dia yang memegang kuasa, untuk mengambil sertifikat ini," jelasnya.

JPU Firsa juga menanyakan kepada saksi Minda, apakah saksi pernah di datangi BPN?.

"Ada pak 2023," jawab Minda.

"Siapa saja yang datang‎," tanya JPU Firsa lagi.

"Ade, Ayu, entah siapa satu lagi, saya tidak tahu pak. Fotonya saya ada," jawabnya.

"Buat apa 3 orang BPN itu datang ke rumah ibuk," tanya JPU Firsa.

"Mereka meminta tanda tangan untuk penerbitan sertifikat pak," jawab Minda.

Sementara terdakwa Gema Yudha Dt. Maraalam membantah semua keterangan saksi Minda Sari.

"Keterangan saksi banyak salah, bukan saya datang ke rumahnya. Malahan saksi yang datang ke rumah saya. Saya hanya terima Rp3 juta, tidak benar saya ke rumah dia, saya tidak ada waktu ketemu dengan dia, karena saya sibuk di kantor," kata Gema.

Hakim ketua menanyakan kepada saksi Minda Sari, apakah kamu tetap dengan keteranganmu?. "Saya tetap, pak," jawab Minda.

JPU Edmonrizal, juga menanyakan kepada saksi Afrizal, pernah tidak saksi menandatanga‎ni surat tadi,?.

"Pernah pak pertengahan tahun 2022 dekat kandang sapi di rumah anak saya. Terdakwa minta tanda tangan saya, karena Minda mau membeli tanah," jawab Afrizal.

JPU juga menanyakan di tahun 1997 apakah saksi masih tinggal di daerah itu. Apakah saksi membeli tanah 1997 seharga Rp 1,5 juta,? tanya JPU. "Tidak pernah pak," jawab Afrizal.

Setelah keterangan tiga saksi yang dihadirkan JPU, hakim menunda sidang pada Kamis (26/9/2024) dengan agenda keterangan saksi. (SI/yki)

Baca Juga

Polres Padang Panjang berhasil mengungkap kasus pencurian dengan pemberatan yang melibatkan kerugian laptop dan handphone dari sebuah
Pelaku Pencurian di Panjang Panjang Dibekuk, Modus Pantau Korban saat Live di Medsos
KPU Padang Panjang telah menetapkan nomor urut pasangan calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota untuk Pilkada 2024. Penetapan ini
Nomor Urut Pilkada Padang Panjang: Edwin-Albert 1, Nasrul-Eri 2, Hendri-Allex 3
KPU Padang Panjang sudah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatra Barat serta Wali Kota
KPU Tetapkan DPT Padang Panjang 44.322 di Pilkada 2024
Pimpinan definitif DPRD Padang Panjang periode 2024-2029 resmi ditetapkan dan diambil sumpah jabatannya pada Jumat (20/9/2024).
Tiga Pimpinan Definitif DPRD Padang Panjang Dilantik, Imbral Jadi Ketua
Pemko Padang Panjang menyerahkan bantuan kepada 84 petani yang terdampak banjir bandang lahar dingin beberapa waktu lalu.
84 Petani di Padang Panjang yang Terdampak Banjir Bandang Terima Bantuan
Sidang kasus pemalsuan tanda‎ tangan Mamak Kepala Kaum Suku Koto Nan Baranam, Herry Chandra Dt. Kupiah atas terdakwa Gema Yudha Dt. Maraalam
Sidang Kasus Pemalsuan Tanda Tangan Mamak Kepala Kaum di Padang Panjang, Hakim Minta Hadirkan BPN