Langgam.id - Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL)/ non performing financing (NPF) Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Sumatra Barat sepanjang semester pertama tahun ini masih tinggi di angka 10,84 persen.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatra Barat per Juni 2024 mencatat kinerja BPR di Sumbar masih tumbuh baik, meski belum mampu menurunkan rasio NPL/NPF secara signifikan.
"Secara umum, kinerja BPR masih tumbuh cukup baik. Meski rasio kredit bermasalah masih tinggi," kata Kepala OJK Sumbar Roni Nazra dalam siaran resmi, dikutip Jumat (13/9/2024).
Ia menyebutkan banyak hal yang menyebabkan tingginya rasio NPL pada BPR dan BPRS di Sumatra Barat. Apalagi nasabah utama BPR adalah pelaku usaha kecil yang sangat rentan terdampak usahanya.
"Terutama menurunnya hasil usaha debitur yang belum kembali pulih pasca pandemi covid 19, juga dampak dari bencana alam di beberapa wilayah," katanya.
Ia mendorong perbankan untuk tetap selektif dalam menyalurkan pembiayaan, serta melakukan monitoring dan pemdampingan kepada nasabah pelaku usaha sehingga rasio kredit bermasalah bisa ditekan.
Adapun, aset Bank Perekonomian Rakyat di Sumatera Barat tumbuh 7,68 persen (yoy/year on year) menjadi sebesar Rp2,60 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 6,44 persen (yoy) menjadi sebesar Rp1,94 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sedangkan penyaluran kredit/pembiayaan tumbuh 9,05 persen (yoy) menjadi sebesar Rp2,04 triliun, dengan 71,50 persen merupakan kredit/pembiayaan bagi UMKM. Risiko kredit/pembiayaan tercatat dengan rasio NPL/NPF 10,84 persen, dan rasio intermediasi atau loan to deposit ratio (LDR/FDR) sebesar 104,95 persen. (*/Fs)