Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu suci seperti kertas putih yang belum tercoret. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman bahwa anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hal ini menegaskan betapa pentingnya agama dalam kehidupan manusia, karena dapat mempengaruhi kejiwaan dan ketenangan pikiran mereka. Dalam surat Az-Zariyat ayat 52, Allah berfirman bahwa manusia dan jin diciptakan hanya untuk menyembah-Nya. Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan utama manusia di dunia adalah mencari pahala dan keridhaan Allah SWT melalui kewajiban beragama yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an dan Hadis.
Mengamati warna-warni keagamaan dalam masyarakat saat ini, kita dapat melihat bagaimana pengaruh agama pada diri anak-anak. Islam adalah agama yang lurus yang menyediakan pedoman hidup beragama secara baik dan benar. Anak-anak diibaratkan seperti kertas kosong yang belum tercoret, sehingga orang tua harus bijak dalam bertindak di hadapan mereka karena setiap tindakan akan terekam dalam otak anak dan ditiru.
Orang tua yang menginginkan anak sholeh dan sholehah harus berusaha sejak anak dalam kandungan, seperti rajin membaca dan memperdengarkan Al-Qur'an. Ketika anak tumbuh, ajarkanlah kata-kata yang baik dan berikan teladan melalui tindakan, karena orang tua adalah guru pertama bagi anak. Saat melakukan ibadah, lakukanlah dengan sungguh-sungguh agar anak meniru dengan baik.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, keagamaan pada anak-anak belum bisa dikatakan baik sepenuhnya, namun penting untuk membiasakan mereka beribadah sejak dini. Sebagai tenaga pengajar di sekolah swasta yang berfokus pada keagamaan, penulis menemukan bahwa saat mengajarkan sholat, guru harus melakukannya dengan baik karena kesalahan kecil pun akan terekam lama di otak anak dan harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
Di sekolah dengan fokus agama, anak-anak yang rajin akan meniru ibadah yang dilakukan oleh gurunya, meskipun belum sepenuhnya sempurna. Hal ini dapat mempengaruhi orang tua mereka; misalnya, orang tua yang sebelumnya kurang baik dalam ibadah mulai mencontoh kebiasaan anaknya, seperti shalat atau menutup aurat, setelah melihat anak mereka rajin melakukannya. Meskipun keagamaan anak-anak mungkin belum sepenuhnya stabil, banyak dari mereka yang sudah rajin beribadah walau belum baligh. Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua mereka, jadi sangat penting bagi orang tua untuk bersikap sopan dan baik di hadapan anak, menghindari perilaku kasar atau kejahatan, karena ini akan mempengaruhi karakter dan mental anak.
Bagi anak-anak yang sejak dini diajarkan agama oleh orang tua, mereka akan lebih mudah tersentuh oleh nilai-nilai keagamaan. Sebaliknya, anak-anak yang dibiarkan bermain tanpa bimbingan akan meniru apa yang mereka lihat dari lingkungan sekitar, baik itu benar maupun salah. Ini menunjukkan bahwa keagamaan dalam diri anak-anak belum sepenuhnya stabil.
Remaja, sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, mengalami perubahan fisik dan emosional yang signifikan. Pada masa ini, mereka mulai menarik perhatian orang lain dan melakukan hal-hal unik untuk mencapai keinginannya. Remaja yang sudah dianggap baligh dan berakal memiliki tanggung jawab atas perbuatan mereka. Hasil survei pada Juli 2024 menunjukkan bahwa remaja yang menyadari kewajiban agama mereka akan berusaha menjalankannya sebaik mungkin. Misalnya, ketika mendengar azan, beberapa remaja langsung menuju masjid untuk shalat, sementara yang lain tetap asyik dengan game online tanpa memperdulikan panggilan untuk shalat.
Kesadaran akan kewajiban agama memotivasi remaja untuk beribadah dan memahami bahwa mereka adalah generasi penerus yang akan membentuk masa depan bangsa. Namun, jika masa remaja dihabiskan hanya untuk berpacaran atau kegiatan tidak bermanfaat, remaja tersebut akan merugi dan memiliki pemahaman agama yang dangkal. Mereka mungkin tidak mampu beribadah dengan baik dan hanya fokus pada kesenangan sementara tanpa menyadari pentingnya mengingat Allah SWT untuk ketenangan hati.
Pada masa dewasa dan lansia, kesadaran akan tujuan hidup seringkali mencapai tingkat stabil. Banyak dari mereka yang menyadari bahwa sisa waktu hidup mereka tidak lama lagi, sehingga mereka berusaha memanfaatkan waktu yang tersisa dengan sebaik mungkin, beribadah secara maksimal, menebus kesalahan masa lalu, dan mencari keridhaan serta ampunan Allah SWT. Namun, sayangnya, masih ada sebagian dewasa dan lansia yang terlarut dalam kemegahan dan kesenangan duniawi.
Di era digital sekarang, beberapa dewasa dan lansia masih tenggelam dalam kebodohan penggunaan teknologi, seperti sibuk dengan TikTok, Facebook, dan platform lain, tanpa memperhatikan kewajiban agama mereka. Mereka sering kali tidak menyadari bahwa usia mereka sudah lanjut dan bahwa malaikat maut bisa datang kapan saja, menunggu perintah Allah SWT untuk mencabut nyawa.
Berdasarkan pengamatan, dapat disimpulkan bahwa ada dewasa dan lansia yang sudah sepenuhnya menyadari bahwa hidup di dunia hanya sementara dan akhirat adalah kekal, sehingga mereka memanfaatkan setiap kesempatan untuk beribadah kepada Allah SWT tanpa tergoda oleh kemegahan dunia. Sebaliknya, sebagian lainnya masih belum sepenuhnya sadar akan kewajiban beragama mereka dan tetap terfokus pada kesenangan duniawi.
Penulis: Silvi Fitria Ningsih, Silvi Oktariani, dan Junita Hasanah
Mahasiswa STAI Solok Nan Indah - Prodi Pendidikan Agama Islam