Ada yang beda di Kantor Ombudsman Barat (Sumbar) dalam beberapa minggu belakangan. Sebanyak 18 kepala daerah secara bergantian datang ke kantor ini. Dimulai dari Bupati Padang Pariaman Suhatri Bur. Ditutup dengan Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansarullah dan Wakil Wali Kota Solok Rahmadani Kirana Putra.
Kali ini, kepala daerah datang tidak dalam rangka diperiksa/terperiksa. Namun, datang dalam rangka menerima penghargaan kepatuhan pelayanan publik tahun 2022. Hanya wali kota Bukittinggi dan bupati Pasaman Barat saja yang tidak diundang karena memperoleh rapor kuning dan diantar langsung ke daerah.
Hasil penilaian kepatuhan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Ombudsman RI untuk pemerintah daerah disebut juga dengan rapor pelayanan publik, karena dilabeli dengan tiga warna yaitu hijau, kuning, dan kuning. 18 kabupaten/kota dan Provinsi berhasil mencapai predikat kepatuhan penyelenggaraan pelayanan publik dengan kualitas tinggi atau zona hijau, bahkan 5 di antaranya masuk ke kualitas tertinggi. Berbeda dengan penilaian tahun 2021 di mana masih ada 2 daerah yang masuk pada zona merah, maka pada tahun 2022 tidak ada lagi zona merah, namun masih menyisakan 2 kabupaten/kota yang masuk pada zona kuning atau predikat kepatuhan dengan kualitas sedang.
Secara urutan, Kota Payakumbuh (89,45) masih juara bertahan menjadi peringkat pertama, disusul oleh Kota Padang Panjang (89,26), Kabupaten Solok (88,73), Kabupaten Dharmasraya (88,67), dan Kabupaten Tanah Datar (88,11) di kualitas tertinggi. Untuk kualitas tinggi, berurut dari Kota Pariaman (85,35), Kabupaten Agam (84,16), Kabupaten Pasaman (83,64), Provinsi Sumatera Barat (82,60), Kota Padang (82,55), Kabupaten Sijunjung (81,33), Kabupaten Lima Puluh Kota (80,87), Kabupaten Pesisir Selatan (80,71), Kabupaten Kepulauan Mentawai (80,40), Kota Solok (79,41), Kota Sawahlunto (78,64), Kabupaten Solok Selatan (78,34), dan Kabupaten Padang Pariaman (78,20). Sementara untuk kualitas sedang berurut dari Kota Bukittinggi (77,33) dan Kabupaten Pasaman Barat (65,59).
Indikator Penilaian
Penilaian kepatuhan Ombudsman RI pada tahun 2022 berbeda dengan penilaian tahun sebelumnya. Jika sebelumnya hanya fokus pada standar layanan publik, maka pada tahun 2022, penilaian dilakukan pada 4 dimensi. Dimensi input, proses, output, dan pengaduan. Pada dimensi input akan dinilai bagaimana kompetensi pelaksana dan sarana prasarana. Pada dimensi proses akan dinilai bagaimana standar layanan. Pada dimensi output akan dinilai bagaimana persepsi masyarakat terhadap layanan. Terakhir, pada dimensi pengaduan akan dinilai bagaimana pengelolaan pengaduan.
Secara keseluruhan, nilai kepatuhan untuk daerah Sumatera Barat tinggi untuk dimensi proses dan output, namun masih kurang pada dimensi input dan pengaduan. Peningkatan kompetensi secara berkelanjutan kepada penyelenggara maupun pelaksana pelayanan publik perlu segera dilakukan oleh masing-masing unit layanan. Tidak hanya itu, peningkatan kapasitas juga perlu diberikan untuk petugas pengaduan, salah satunya bagaimana melakukan pencatatan dan pendokumentasian pengaduan yang masuk dan telah diselesaikan.
Beberapa kepala daerah yang datang di kantor Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat menyampaikan bahwa strategi yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik adalah dengan melakukan evaluasi dari penilaian sebelumnya, membangun komitmen kepala daerah dan kekuatan tim untuk menjalankan visi yang sama, menetapkan standar pelayanan melalui pengembangan SOP, pemberian reward dan punishment melalui penilaian pelayanan publik secara mandiri, dan peningkatan fasilitas yang menunjang. Sejalan dengan Lembaga Administrasi Negara dikutip oleh Hayat dalam Manajemen Pelayanan Publik (2017) bahwa beberapa faktor yang mengoptimalkan pelayanan publik, yaitu kepemimpinan, budaya organisasi, kelembagaan, tata kerja, standar pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengendalian dan evaluasi, sarana prasarana, penggunaan teknologi informasi, dan pengelolaan sumber daya manusia.
Saran Ombudsman
Ombudsman menyarakan agar pemerintah daerah dapat memanfaatkan hasil penilaian kepatuhan tahun 2022 ini sebagai bahan evaluasi dalam pemenuhan standar pelayanan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik. Memberikan apresiasi/award kepada pimpinan unit layanan yang mendapatkan zona hijau dan memberikan teguran/punishment kepada pimpinan unit layanan yang mendapatkan zona kuning dan zona merah patut dilaksanakan oleh kepala daerah sebagai upaya dan komitmen untuk memastikan terjadinya perbaikan atau pemenuhan amanat Undang-Undang.
Melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan sebuah keniscayaan. Memberikan pelayanan yang baik, mudah, murah, cepat dan tepat kepada masyarakat adalah bentuk konkret dan komitmen penyelenggara layanan menjalankan kewajibannya untuk melayani kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Jika melayani, maka sejatinya harus memberikan pelayanan secara profesional dan proporsional yang dapat terukur melalui pengendalian dan pengawasan.
Tentunya hal ini masih menyisakan banyak PR. Zona kuning (kualitas sedang) akan berjuang untuk berubah menjadi hijau pucuk (kualitas tinggi), zona hijau pucuk (kualitas tinggi) akan berjuang berubah menjadi hijau pekat (kualitas tertinggi), dan zona hijau pekat akan tetap bertahan menjadi hijau pekat, namun bertekad menjadi 10 besar nasional dimana penghargaan tidak diserahkan oleh Kepala Perwakilan, tapi langsung diserahkan oleh Ketua Ombudsman RI di Ibukota Negara. Semangat melakukan perbaikan terhadap layanan. Perbaikan yang tidak hanya sekedar untuk penilaian, namun untuk memberikan kepuasan dan kemanfaatan kepada masyarakat sebagai pengguna layanan. (*)
Retya Elsivia adalah Asisten Ombudsman RI Sumbar