Langgam.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai likuiditas perbankan sepanjang tahun ini masih akan ketat, menyusul kebijakan efisiensi anggaran pemerintah serta gejolak ekonomi global terutama dari kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyebabkan terjadinya migrasi modal asing dari pasar Indonesia.
Kepala Perwakilan OJK Sumatra Barat Roni Nazra menyebutkan perbankan terutama bank-bank BPD akan merasakan betul ketatnya likuiditas sepanjang tahun ini.
"Kita lihat (dari berbagai indikator) memang likuiditas tahun ini makin ketat. Seperti kebijakan efisiensi anggaran, tentu saja berdampak ke sektor jasa keuangan. Saya kira BPD, dalam hal ini Bank Nagari tentu juga mengalami kesulitan likuiditas," kata Roni, Senin (10/2/2025).
Meski kesulitan dana, karena ketatnya likuiditas, ia menilai secara umum kinerja perbankan Sumbar masih tumbuh positif.
Pada 2024 misalnya, aset perbankan Sumbar masih tumbuh 3,50 persen menjadi Rp83,99 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya atau year on year (yoy) sebesar Rp81,15 triliun. Kredit tumbuh 5,27 persen menjadi Rp73,36 triliun, dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 4,18 persen menjadi Rp56,12 triliun.
Ia menyebutkan kesulitan likuiditas menyebabkan adanya gap penyaluran kredit dan penghimpunan DPK yang cukup besar. "Itu bisa kita lihat di komposisi dana, dalam dua tahun terakhir pertumbuhan giro negatif. Ini mengindikasikan sektor usaha tidak tumbuh," katanya.
Untuk ketahui, DPK perbankan berasal dari deposito (dana mahal), serta tabungan dan giro (dana murah). Sepanjang 2024, deposito perbankan Sumbar mencapai Rp15,36 triliun atau tumbuh 5,3 persen. Tabungan masih tumbuh 5,8 persen menjadi Rp33,92 triliun, sedangkan giro malah anjlok 5,1 persen menjadi Rp6,83 triliun.
Roni menjelaskan penurunan giro mengindikasikan tidak tumbuhnya sektor usaha, sebab rekening giro banyak digunakan oleh pelaku usaha, perusahaan dan kantor lembaga pemerintah untuk kemudahan dalam transaksi keuangan.
Meski begitu, ia menilai peluang pertumbuhan sektor perbankan masih terbuka lebar, terutama di pembiayaan pertanian yang masih belum optimal.
Ia menyebutkan meski pertanian masih menjadi kekuatan utama dalam struktur perekonomian Sumbar dengan kontribusi 21,94 persen terhadap perekonomian Sumbar, tetapi penyaluran kredit perbankan masih tergolong kecil hanya Rp11,86 triliun.
Angka itu, jauh lebih rendah dari penyaluran kredit ke sektor perdagangan yang mencapai Rp16,92 triliun. Padahal kontribusi sektor perdagangan terhadap ekonomi Sumbar hanya 16,57 persen.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat juga disarankan untuk memprioritaskan pengembangan sektor pertanian, sekaligus mengarahkan investasi di bidang hilirisasi produk pertanian mencakup pertanian pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan guna menggenjot pertumbuhan ekonomi daerah. (*/Fs)