Pria Tua Itu Disinari Mentari Pagi: Lintau dan Surau Suluk

Oleh : Habibur Rahman

Lintau dahulunya dikenal dengan ulamanya nan tersohor serta memiliki dedikasi tinggi, ketika mendengar Lintau, orang-orang yang peka terhadap sejarah keislaman Minangkabau pasti tahu dengan Syekh Bustami Lintau, ulama yang wafat lebih dari 120 tahun lalu, sekitar tahun 1898. Nama beliau masyhur dengan sebutan Syekh Bustami, dari Tanjuang Bonai Lintau atau yang dikenal juga dengan sebutan "Baliau Surau Tanah Runtuah".

Di samping itu, Syekh Bustami juga dikenal sebagai salah seorang ulama besar Ahlussunnah wal Jama'ah. Seorang sarjana Belanda, J.C. Boyle, mencatat Syekh Bustami sebagai salah seorang Syekh Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang dihormati pada abad 19 di dataran tinggi Minangkabau. Syekh Bustami juga merupakan pendekar Silek Lintau yang legendaris itu. Ia juga menyebarkan ilmu silek, bahkan sampai daerah darek Luhak Limo Puluah.

Suatu sore, ada suatu hal yang membuat saya tengah berada di Tanjuang Bonai, ya Tanjung Bonai, Lintau, Kab Tanah Datar, yang merupakan daerah dari ulama bernama Syekh Bustami nan tersohor itu, namun tujuan saya bukanlah makam Syekh Bustami kala itu. Singkat cerita, saya berdiri di depan salah satu Surau Suluk, sore itu saya juga ditemani gerimis yang lama kelamaan membuat saya harus berteduh. Di samping itu niat awal dari perjalanan ialah berziarah dengan destinasi makam ulama-ulama Tarekat yang ada di Lintau dan menuliskan apa yang saya temui dari Surau Suluk tersebut, tentunya dengan narasi-narasi petunjuk yang telah saya kumpulkan sebelumnya, maklum hal tersebut merupakan hobi sejak lama.

Tidak lama setelah itu saya bertemu dengan salah satu bapak-bapak yang cukup tua dan rasanya pantas untuk dipanggil dengan sebutan atuak, ternyata beliaulah yang mengampu Surau tersebut. Ada 2 guru tuo yang pernah berdiam di Surau tersebut, yakni : Syekh H.Zainuddin Bilal dan Syekh Angku Mudo Rasuan, setelah saya berbincang lama dengan beliau yang mengampu Surau tersebut ada hal yang dapat dikemukakan pada tulisan kali ini, bahwasannya silsilah keilmuan dari Surau tersebut bersanad kepada Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim, seorang ulama terkemuka dari Luhak Limo Puluah yang menjadi sentral keilmuan pada masanya hingga saat sekarang ini.

Malam pun tiba, saya pun hendak izin dengan beliau untuk meninggalkan Surau, setelah berbincang panjang dengan beliau tetapi beliau menyarankan untuk saya tidur di Surau pada malam itu, mengingat kondisi hujan yang masih saja turun dengan derasnya, bahkan saya dijamu layaknya seperti anak kandung beliau sendiri, saya diberi selimut, bantal, kain sarung, sungguh saya terenyuh, bahkan kopi pun menemani malam kami yang begitu panjang pada saat itu, hal yang justru yang membuat saya terkadang berat menopang nama Belubus (Balubuih), inilah salah satunya (nama Belubus ataupun Balubuih merupakan daerah asal penulis, yang tak lain merupakan kampung dari Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim).

Jauh pun saya berjalan mereka selalu ingin mendengar kisah dari "Oyah", ya begitulah orang-orang menyebut Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim, saya pun tak pernah letih menceritakan kepada mereka ataupun memperlihatkan arsip yang saya miliki mengenai Maulana Syekh Mudo Abdul Qadim, rasa sedih dan bahagia bagi mereka sudah cukup bagi saya dan bahkan mereka jama'ah Surau yang saya temui tidak pernah bosan mendengar sepatah dua patah manaqib Syekh Mudo, yang saya utarakan, begitupun juga di Tanjuang Bonai malam itu, dijamu oleh seorang lelaki tua yang berpegang pada Samman dan Naqsyabandi, menyiratkan di hati saya, tiada lah arti kemewahan bagi mereka yang telah duduk "bapogang toguah" dalam kaji. Dan kita masih saja mengejar elektabilitas duniawi yang tiada habisnya.

Pagi pun tiba, segelas kopi entah teh waktu itu saya lupa, telah disediakan untuk saya, saya pun keluar sebentar untuk menikmati udara pagi, tanpa sengaja saya melihat, sinar mentari pagi menuju ke arah beliau yang tengah bersandar di tonggak Surau, saya lama mengamati moment tersebut, dan saya pun mencoba untuk mengabadikannya. Ketika saya rasa untuk siap berangkat meninggalkan Surau, saya pun meminta izin kepada beliau.

Penulis: Habibur Rahman (Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sjech M.Djamil Djambek Bukittinggi. Aktif menulis sejarah ketokohan ulama-ulama Tarekat di Sumatra Barat serta dinamika dan problematika Surau Tradisional Minangkabau)

Tag:

Baca Juga

Musala Darul Ulum di Matotonan Pulau Siberut Butuh Uluran Tangan Banyak Pihak untuk Tuntaskan Pembangunan
Musala Darul Ulum di Matotonan Pulau Siberut Butuh Uluran Tangan Banyak Pihak untuk Tuntaskan Pembangunan
Jejak Intelektual Syekh Mudo Abdul Qadim: Ulama Besar Penyebar Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Sammaniyah
Jejak Intelektual Syekh Mudo Abdul Qadim: Ulama Besar Penyebar Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Sammaniyah
Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah meresmikan Surau Sydney Australia. Ini merupakan surat pertama milik orang Minang di luar negeri
Gubernur Sumbar Resmikan Surau Pertama Milik Orang Minang di Luar Negeri
Kembangkan Surau dan Sasaran Sebagai Subjek Wisata, Film “Ke Surau, Aku Kembali” Mulai Diproduksi
Kembangkan Surau dan Sasaran Sebagai Subjek Wisata, Film “Ke Surau, Aku Kembali” Mulai Diproduksi
Kajian ini secara kelasik disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, Ilmu Akidah atau Ilmu Ushuluddin, kajian tentang sistem keyakinan Islam.
Telisik Al-Quran dan Teologi Bencana
Andre Kucurkan Bantuan untuk 2 Surau 1 Rumah Gadang di Kampung Bak Ubud Bali di Tanah Datar
Andre Kucurkan Bantuan untuk 2 Surau 1 Rumah Gadang di Kampung Bak Ubud Bali di Tanah Datar