Langgam.id - Pemerintah Kabupaten Solok Selatan menegaskan pembatalan kelulusan status CPNS drg Romi Syofpa Ismael telah melalui proses dan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sebab, yang bersangkutan tidak memenuhi syarat formasi umum.
Hal itu juga ditanggapi Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Wendra Rona Putra, selaku penasehat hukum drg Romi. Menurutnya, Romi telah lulus mengikuti seleksi SKD dan SKB yang diumumkan oleh Pemkab Solok Selatan pada tanggal 31 Desember 2018 denga capaian nilai integrasi tertinggi.
Selain itu, Romi juga telah melengkapi persyaratan pada tanggal 18 Januari 2019 yang diterima oleh Ketua Panitia Seleksi Daerah Kabupaten Solok Selatan. Namun, tanggal 18 Maret 2019 Pemkab setempat mengeluarkan pembatalan kelulusannya.
"Pihak Pemkab juga menyampaikan pembatalan ini murni disebabkan ketidaksesuaian formasi yang dilamar oleh drg Romi, yakni formasi umum," kata Wendra saat dihubungi langgam.id, Rabu (24/7/2019).
Menurut Wendra, tidak ada ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang melarang seorang penyandang disabilitas melamar di formasi umum.
Ia sangat menyayangkan tindakan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan yang secara sepihak membatalkan kelulusan Romi tersebab alasan disabilitas.
"Drg Romi penyandang disabilitas. Seharusnya ia melamar formasi khusus sebagai disabilitas. Ada pemahaman yang keliru terkait formasi umum dan formasi khusus ini," katanya.
Jika menggunakan logika berfikir, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan, putra-putri Papua berarti tidak boleh ikut formasi umum. Begitu juga dengan lulusan cumlaude. Hal ini juga merujuk ke Peraturan Menteri PANRB RI Nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS Tahun 2018, formasi khusus terdiri dari lulusan terbaik (cumlaude), penyandang disabilitas, putra-putri Papua dan Papua Barat, diaspora, olahragawan berprestasi internasional, serta tenaga pendidik dan tenaga kesehatan eks tenaga honorer kategori II yang memenuhi persyaratan.
"Padahal, kenapa dia disebut sebagai formasi umum karena formasi tersebut dapat diikuti oleh semua pihak termasuk disabilitas. Sedangkan formasi khusus baru diperuntukkan untuk orang-orang yang secara spesifik disebutkan dalam ketentuan Peraturan Menteri PANRB RI itu," katanya.
Menurutnya, jika paradigma berfikir ini dipertahankan oleh Institusi pemerintahan, maka akan semakin sulit akses bagi kelompok disabilitas untuk mendapatkan hak-haknya terutama terkait dengan hak atas pekerjaan.
"Kondisi ini juga menunjukkan masih adanya jurang yang besar antara kondisi ideal yang diharapkan dalam tataran normatif dengan kondisi rill di lapangan," tuturnya.
Ia mengatakan, negara telah menjamin hak-hak disabilitas dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas serta Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di semua wilayah provinsi, termasuk di Sumbar. (Rahmadi/RC)