Langgam.id - Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) nomor urut 1 Mulyadi-Ali Mukhni meminta Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Pilgub Sumbar 2020. Alasannya karena Pilkada dianggap berlangsung secara tidak demokratis.
Hal ini sebagaimana yang disampaikannya dalam perbaikan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) RI di halaman pengaduannya pada Selasa (29/12/2020) . Paslon itu menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumbar membatalkan keputusan tentang penetapan rekapitulasi suara Pilgub Sumbar yang memenangkan paslon nomor urut 4 Mahyeldi-Audy Joinaldy.
Dalam berkas perbaikan permohonannya, Kuasa Hukum Mulyadi-Ali Mukhni, Veri Junaidi dkk menjelaskan bahwa kekalahan Mulyadi-Ali Mukhni di pilgub Sumbar disebabkan oleh penyelenggaraan tidak berjalan secara demokratis dan tidak berlandaskan pemilu jujur dan adil.
"Selisih perolehan suara disebabkan penyelenggaraan pilgub tidak berjalan demokratsi, tidak berlandaskan pemilu yang jurdil, khususnya dalam penegakan hukum yang tidak adil serta dipaksakan," katanya.
Baca juga: Perbaiki Gugatan ke MK, Nasrul Abit-Indra Catri Minta Pemilihan Ulang
Hal tersebut terkait penetapan tersangka Mulyadi beberapa hari sebelum pencoblosan karena diduga melakukan kampanye di luar jadwal di sebuah stasiun televisi nasional. Padahal, berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga survei sebelum hari pencoblosan dilakukan, pasangan itu diprediksi menang di pilgub Sumbar.
Penetapan Mulyadi sebagai tersangka, kata dia, meskipun pada akhirnya dalam tahap penyidikan dinyatakan tidak cukup alat bukti, merupakan upaya terstruktur, sistematis, dan masif dengan tujuan menggembosi dukungan pemilih. Hal ini menjadikan pemilih tidak menggunakan hak pilihnya atau golput, dan mengalihkan pilihannya kepada pasangan calon lainnya.
Menurutnya, telah terjadi pelanggaran dalam penetapan tersangka Mulyadi yaitu penegakan hukum atas dugaan tindak pidana pemilu dilakukan oleh pemohon dipaksakan berlangsung cepat dan fair. Proses kajian awal dan klarifikasi terhadap Pemohon dilakukan bersamaan oleh Bawaslu RI antara 17 sampai 20 November 2020.
Kemudian pada 21 November 2020, Bawaslu meneruskan proses ke tingkat penyidikan. Akhitnya pada 4 Desember, Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian, pada 11 Desember, prosesnya dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti.
Selanjutnya, dugaan tindak pidana pemilu yang dilakukan Pemohon dipaksakan memenuhi unsur pelanggaran kampanye di luar jadwal. Menurutnya, Mulyadi diundang TVOne sebagai narasumber dalam acara Coffe Break TVOne dipaksakan unsur-unsurnya memenuhi pelanggaran kampanye di luar jadwal.
Padahal, berdasarkan kajian dari Komisi Penyiaran RI, peristiwa itu bukan sebagai kampanye di luar jadwal dan tidak memenuhi unsur kampanye di luar jadwal.
Selain itu, menurut mereka terdapat maladministrasi Bawaslu RI dalam proses penanganan pelanggaran. Bawaslu RI dianggap telah melakukan tiga kesalahan administrasi yaitu, laporan dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal sudah dilaporkan dan diproses oleh Bawaslu Sumbar, tetapi Bawaslu RI tidak menindaklanjuti proses pengambilalihan laporan berdasarkan surat permohonan dari Bawaslu Sumbar.
Kemudian, Bawaslu RI tidak cermat dalam melakukan kajian awal terhadap dua laporan baru yang memiliki kesamaan subyek terlapor dan objek laporan yang mana terdapat laporan terdahulu yang sedang ditangani oleh Bawaslu Sumbar.
Selanjutnya, Bawaslu RI tidak memfasilitasi proses klarifikasi yang cukup kepada Pemohon dan saksi-saksi dengan menggunakan metode klarifikasi daring dan tetap memaksakan upaya klarifikasi dilakukan di Kantor Bawaslu RI.
Kemudian, penegakan status Mulyadi sebagai tersangka dinilainya sangat dipaksakan. Hal itu dikarenakan penetapan status tersangka Mulyadi dipaksakan diterbitkan menjelang masa tenang dan menjelang pemungutan suara yakni 4 Desember.
"Sehingga patut diduga penetapan tersebut didesain untuk mempengaruhi psikologi pemilih," ujarnya.
Alasan selanjutnya, bahwa ada upaya masif untuk publikasi penetapan pemohon sebagai tersangka. Publikasi masif tersebut dilakukan Bareskrim melalui Divisi Humas Polri. Selain itu, terdapat penggiringan opini melalui media resmi Divisi Humas Polri yakni Tribrata TV. Penyebaran masif tersebut dilakukan oleh kader PKS melalui media sosial.
"Kami meminta untuk membatalkan keputusan KPU Sumbar soal penetapan Mahyeldi-Audy sebagai peraih suara terbanyak di Pilgub. Kemudian memerintahkan KPU Sumbar untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS dalam Pilgub Sumbar," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Mulyadi-Ali Mukhni mengajukan gugatan ke MK pada Rabu (23/12/2020) pukul 16.16 WIB secara daring. Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (APPP) sudah terdaftar dengan Nomor: 132/PAN.MK/AP3/12/2020, dan diterima panitera Muhidin.
Dalam mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan, pasangan Mulyadi-Ali Mukhni dibantu tim advokasi hukum yakni Veri Junaidi, Ikhwan Fahrojih, Ibnushi Putra Romelco, Jamil B, Efriza, dan Slamet Santoso. (Rahmadi/ABW)