Peran BI Merawat Inovasi, Agar Bertahan di Masa Pandemi

ekonomi mudik

Kepala BI Sumbar Wahyu Purnama A (Foto: Heri Faisal/Langgam.id)

Langgam.id - Setiap Selasa, Wahyu bersama puluhan pegawai di Kantor Bank Indonesia Perwakilan Sumatra Barat rutin memakai pakaian dari kain songket atau yang dikombinasikan dengan bahan songket. Tujuannya, satu saja, agar material songket dan sulaman khas Sumatra Barat itu makin dikenal orang.

Langkah yang dilakukan BI itu, juga diikuti perbankan di daerah itu. Maka jangan heran satu kali dalam seminggu, pegawai bank di Sumbar kini memakai songket sebagai pakaian kantor. Pun juga mulai diikuti pemda dan OJK.

Wahyu Purnama A, sejak 1 Maret 2019 lalu, resmi bertugas sebagai Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumbar menggantikan Endy Dwi Tjahjono. Putra asli Solok ini, lama ditugaskan di kantor pusat, selain pernah juga sebagai Kepala BI Bengkulu, Kepala BI Gorontalo, dan Kepala BI Tasikmalaya.

Berkarir di kampung halaman sendiri, Wahyu merasa harus berbuat sesuatu untuk memajukan tanah kelahirannya. Tidak hanya menjadi pegawai Bank Indonesia yang baik saja, tetapi harus berbuat lebih.

Nah, songket baginya adalah sesuatu yang harus dibuat lebih. Bahan pakaian yang mestinya akrab di tubuh masyarakat Sumbar, dan tentu saja juga bisa dikembangkan menjadi ikon sebagai buah tangan bagi wisatawan yang datang ke Sumbar.

“Kami di Bank Indonesia Sumbar mewajibkan karyawan pada hari tertentu memakai pakaian dari kain songket sebagai sarana promosi dan menghidupkan produk UMKM Sumbar,” katanya dalam salah satu sesi wawancara dengan media.

Menurutnya, langkah kecil ini memang nilainya tidak seberapa, namun Wahyu punya keyakinan dampaknya akan sangat luas bagi pengembangan UMKM dan pariwisata di Sumbar.

Selama ini, songket Minang yang terkenal itu lebih banyak jadi pajangan di lemari dan dipakai di hari-hari tertentu saja. Padahal, jika bisa dikembangkan atau dikombinasikan sebagai pakaian kerja, atau pakaian harian, pamor songket tentu bakal meningkat.

Seperti batik misalnya, yang sudah identik dengan Solo ataupun Jogja, sudah menjadi pakaian nasional yang dikenal luas hingga mancanegara. Dampaknya, UMKM pengrajin batik kian berkembang dan pariwisata ikut maju pesat.

Memang, harga songket yang mahal serta modelnya yang tidak banyak menjadi alasan masyarakat untuk memakainya hanya di hari-hari tertentu saja. Seperti hajatan atau acara-acara besar lainnya.

Namun, jika dikemas lebih menarik dan dikombinasikan dengan bahan lainnya, harga songket bisa dibuat lebih murah, dan dengan perkembangan desain, model pakaiannya juga bisa menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Seperti usaha Songket Dolas di Sawahlunto misalnya, tidak hanya menjual kain songket, kini juga menyediakan berbagai mode pakaian dengan bahan dasar songket, sesuai permintaan pelanggan.

“Kami tidak hanya menyediakan bahan songket, tetapi juga pakaian dari songket dengan model yang disesuaikan dengan kebutuhan,” kata Anita Dona Asri, pemilik Songket Dolas, Jumat (20/11/2020).

Ia mengatakan bahan songket bisa dibuat dan dimodifikasi sesuai selera, misalnya untuk pakaian kerja maupun pakaian harian yang modis.

Beberapa mode yang dirancang Songket Dolas juga sudah banyak terjual, seperti pakaian outer, blazer, maupun model lainnya.

Ia mengakui agar bisa terus berkembang, kerajinan songket harus dibarengi dengan inovasi, baik motifnya maupun produk pakaian dengan bahan songket yang harus disesuaikan dengan perkembangan fashion.

Usaha binaan Bank Indonesia melalui program Industri Kreatif Syariah (IKRA) Indonesia tahun 2020 di wilayah Sumbar itu, juga berinovasi dengan menyediakan songket berbahan pewarna alami.

“Selain bahan songket biasa, kami juga membuat songket dengan pewarna alami,” ujarnya.

Pewarnaan alami itu diambil dari bahan-bahan yang ada di alam. Sehingga, warnanya menjadi natural dan juga ramah lingkungan.

Kreatifitas Songket Dolas ini juga mengantarnya mengikuti pameran di sejumlah negara mengenalkan songket minang, seperti ke Belgia dan Rusia.

Modifikasi songket Minang sebetulnya sudah banyak dilakukan sejak lama. Salah satunya oleh fashion designer Emi Arlin. Ia memadu padankan songket dengan kebaya, sehingga tampak lebih sedap dipandang mata.

Ia juga mengombinasikan songket dalam rancangan pakaian pengantin, gaun pesta, pakaian kerja, pakaian khusus untuk kegiatan tertentu baik bagi wanita maupun pria. Rancangannya sudah ditampilkan di berbagai event, sehingga ikut meningkatkan pamor songket Minang.

Kini, di tengah pandemi Covid-19, usaha kerajinan songket juga ikut merasakan dampak, karena minimnya permintaan. Agar tidak ada PHK dan usaha jalan terus, Emi berinovasi dengan merancang pakaian hazmat atau alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis.

Tidak hanya pelaku usaha kerajinan seperti songket yang merasakan dampak Covid-19. Hampir seluruh usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Sumbar merasakan dampaknya.

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengakui sebagian besar dari 593.100 unit UMKM di daerah itu terdampak Covid-19.

“Sebagian besar UMKM kita ikut terdampak Covid-19, terutama di bidang perdagangan dan sektor pendukung pariwisata. Sehingga perlu dukungan semua pihak untuk mempercepat pemulihan,” katanya.

Menurut Irwan, ada lima persoalan yang dihadapi UMKM selama pandemi Covid-19, yakni penjualan berkurang akibat permintaan menurun, sulitnya mendapatkan bahan baku, distribusi barang yang terhambat, permodalan menjadi terbatas, dan produksi ikut terhambat.

Ia menyebutkan kebijakan relaksasi restrukturisasi dalam bentuk penundaan pembayaran cicilan kredit bagi pelaku usaha ikut membantu meringankan beban UMKM selama masa pandemi.

Selain itu, pemerintah pusat juga telah membantu 127.361 unit pelaku usaha mikro di Sumbar berupa bantuan dana langsung sebesar Rp2,4 juta untuk meringankan beban pelaku usaha.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumbar per 2 Oktober 2020 mencatat sebanyak 114.608 nasabah UMKM di daerah itu sudah mendapatkan persetujuan restrukturisasi dari bank umum maupun BPR penyalur kredit.

“Sebagian UMKM yang terdampak Covid-19 sudah mendapatkan persetujuan restrukturisasi dari bank umum maupun BPR,” kata Misran Pasaribu, Kepala Perwakilan OJK Sumbar.

Ia menyebutkan penundaan pembayaran cicilan tersebut mengacu pada Peraturan OJK Nomor 11 tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional. Beleid itu mengatur kebijakan bagi bank dan lembaga jasa keuangan untuk mendukung stimulus bagi pertumbuhan ekonomi kepada pelaku usaha terdampak, terutama UMKM.

Adapun, dari total 114.608 debitur dengan total pinjaman mencapai Rp7,11 triliun itu, rinciannya adalah sebanyak 110.250 debitur merupakan nasabah bank umum dengan pinjaman Rp6,77 triliun, dan nasabah BPR sebanyak 4.538 debitur dengan pinjaman Rp347 miliar.

OJK mencatat jumlah UMKM terdampak akibat pandemi Covid-19 di Sumbar mencapai 223.143 nasabah dengan rincian sebanyak 198.704 debitur merupakan nasabah bank umum dengan pinjaman mencapai Rp9,75 triliun.

Kemudian, sebanyak 24.438 debitur adalah nasabah BPR dengan pinjaman sebesar Rp830 miliar. Total pinjaman nasabah UMKM terdampak di Sumbar mencapai Rp10,58 triliun.

Sementara itu, Kepala BI Sumbar Wahyu Purnama A menyebutkan hampir seluruh UMKM binaan Bank Indonesia di daerah itu juga merasakan dampak pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung sejak Maret.

Secara umum, imbuhnya, UMKM komoditas penunjang pariwisata berupa kerajinan, kain, dan makanan merupakan kelompok paling terdampak besar akibat Covid-19. Sedangkan klaster pangan tidak terdampak langsung.

Wahyu merinci untuk UMKM kerajinan (fashion) misalnya, karena wabah virus corona terjadi peningkatan harga bahan baku hingga 50 persen karena terhambatnya distribusi. Kemudian, terjadi penurunan rata-rata penjualan 62,67 persen (yoy) akibat produksi terhenti saat PSBB.

UMKM pendukung pariwisata juga mengalami penurunan volume penjualan hingga 90 persen selama masa PSBB, dan sebagian besar pelaku usaha tersebut juga memberhentikan karyawan untuk sementara waktu sampai kondisi normal.

“Dari sekitar 80 –an UMKM binaan Bank Indonesia yang terus kami pantau dan lakukan pembinaan, ada dua yang berhasil berinovasi untuk dapat bertahan pada situasi pandemi,” jelasnya.

Ia menuturkan dua UMKM tersebut adalah SerambiMilk, klaster sapi perah di Padang Panjang. Usaha ini melakukan diversifikasi produk dengan mengembangkan keju mozarella dari sebelumnya menyediakan susu segar dengan pasar anak-anak sekolah di Kota Serambi Mekah tersebut.

Diversifikasi produk itu meningkatkan cashflow usaha sebesar 11 persen saat ekonomi sedang tidak kondusif.

“Kita tentu ikut senang, karena inovasi yang dilakukan telah membuat pelaku usaha sapi perah bangkit lagi setelah sempat terhenti akibat PSBB,” ujar Wahyu.

Usaha kedua, adalah UMKM Rendang Katuju yang mendapatkan komitmen untuk memasok rendang bagi jemaah haji dan umrah saat mengikuti Indonesia Halal Economy Investment Forum di Dubai (Uni Emirat Arab) dan Jeddah (Saudi Arabia) pada tahun lalu.

Usaha rendang ini telah menjalin kesepakatan dengan Syaikh Nabeel (Saudi Arabia) untuk menyediakan 10 – 15 ton rendang bagi 35.000 jemaah VIP asal Asia Tenggara.

Tetapi karena Covid-19 yang berakibat terjadinya penundaan haji dan umrah tahun 2020, kesepakatan itu urung dilaksanakan. Namun, Rendang Katuju masih berpeluang memasok hingga 100 ton rendang untuk kebutuhan haji dan umrah.

Mengatasi dampak Covid-19, pelaku usaha Rendang Katuju mengubah model bisnis menjadi B2B (business to business) dan memperluas pasar online. Selain itu, juga melakukan kerjasama maklon untuk mengisi kapasitas utilisasi dan melanjutkan pembicaraan dengan pembeli di Saudi mengingat umrah yang sudah kembali dibuka.

Perubahan yang dilakukan, membuat omzet Rendang Katuju meningkat selama pandemi. Dari Rp562 juta dengan 2.500 kg rendang pada Januari-September tahun lalu, menjadi Rp1,41 miliar dengan 4.700 kg rendang sepanjang Januari-September tahun ini.

“Meningkat cukup signifikan mencapai 150,89 persen di tengah pandemi,” katanya.

Wahyu menyebutkan Bank Indonesia sebagai bank sentral juga punya tanggung jawab untuk membina dan membesarkan UMKM, terutama di masa pandemi Covid-19.

Kebijakan pengembangan UMKM dilakukan untuk mendukung pencapaian tugas utama Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter, sekaligus juga upaya pelaksanaan mandat kebijakan makro prudensial dalam hal mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas serta meningkatkan akses keuangan.

Menurutnya, UMKM memiliki ketahanan ekonomi yang tinggi, sehingga dapat menjadi penopang bagi stabilitas sistem keuangan dan perekonomian.

Di masa pandemi Covid-19 ini, BI Sumbar mendorong pelaku usaha untuk memanfaatkan relaksasi dari pemerintah dan otoritas, yaitu melalui restrukturisasi kredit yang diperoleh dari lembaga keuangan.

Kemudian, mengarahkan UMKM untuk menggunakan pembayaran non tunai serta memasarkan produk secara online, baik melalui media sosial maupun marketplace.

“Kami juga fasilitasi dan edukasi UMKM binaan untuk memanfaatkan platform e-commerce lokal yaitu bajojo.id untuk memasarkan produknya,” kata Wahyu.

Selanjutnya, BI juga melakukan pendataan terhadap UMKM binaan yang mendapatkan relaksasi, dan mengarahkan UMKM konveksi untuk melakukan diversifikasi produk dengan membuat hazmat atau kebutuhan yang banyak dicari saat pandemi.

Ia meyakini jika UMKM di daerah kuat, terutama untuk  bidang usaha kerajinan bisa melakukan inovasi dan bertahan selama masa pandemi, maka peluang agar semakin berkembang kian besar saat kondisi ekonomi sudah pulih kelak.

Tentu saja, kesejahteraan ekonomi pelaku usaha bakal kian meningkat. Lebih dari itu, jelas akan berkontribusi besar bagi pengembangan ekonomi daerah. (Heri Faisal)

Baca Juga

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah mengatakan, bahwa pihaknya membuka Posko Pelayanan Perhitungan Tunjangan Hari Raya (THR).
OJK: Penyaluran Kredit ke UMKM Sumbar Tembus Rp31,08 Triliun
Transaksi Lewat QRIS di Sumbar Diprediksi Meningkat Selama Ramadan
Transaksi Lewat QRIS di Sumbar Diprediksi Meningkat Selama Ramadan
BI Sumbar Buka Layanan Penukaran Uang Baru, Ini Lokasi dan Jadwalnya
BI Sumbar Buka Layanan Penukaran Uang Baru, Ini Lokasi dan Jadwalnya
BI Sumbar Luncurkan Serambi 2024, Siapkan Rp3,6 Triliun Uang Baru untuk Lebaran
BI Sumbar Luncurkan Serambi 2024, Siapkan Rp3,6 Triliun Uang Baru untuk Lebaran
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wahyu Wibawa mengungkap beberapa alasan yang menentukan tingkat adopsi varietas padi di
Tahun Lalu Ekonomi Sumbar Hanya 4,62 Persen, BI Sarankan 3 Kunci Dongkrak Pertumbuhan
Berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: BI mencatat, terjadi perlambatan pertumbuhan perekonomian Sumbar selama delapan tahun terakhir.
BI Proyeksikan Ekonomi Sumbar Bisa Tumbuh 5,31 Persen Tahun Ini