Pentingnya Menerapkan Pesan Emosional dalam Berkomunikasi

Pentingnya Menerapkan Pesan Emosional dalam Berkomunikasi

Vanesya Agustrina. (Foto: Dok. Pribadi)

Dalam kehidupan, komunikasi memegang peran yang sangat penting. Komunikasi tidak hanya sekedar bertukar informasi, tetapi juga terdapat pesan emosional didalamnya. Pesan ini bisa berupa kata-kata, ekspresi wajah, dan gerakan tubuh. Dalam artikel ini saya ingin membahas tentang prinsip pesan emosional, hambatan dalam mengomunikasikan emosional, kompetensi emosional, dan seberapa penting pesan emosional dalam berkomuinikasi.

Pesan emosional adalah cara bagaimana kita berkomunikasi dengan mengekspresikan perasaan atau emosi baik itu positif maupun negatif. Mengomunikasikan perasaan cukup sulit karena saat sedang dalam emosional pikiran akan menjadi kacau. Maka kita perlu membuat beberapa keputusan seperti bagaimana cara melakukannya. Apakah dengan bertatap muka, membuat surat, posting di media sosial, telpon, email dan lain lain. Tak hanya itu, kita juga harus memilah emosi mana yang akan diungkapkan dan kata kata yang pantas untuk mengekspresikan emosi. Mengomunikasikan emosi itu penting karena perasaan merupakan bagian penting dari makna yang akan disampaikan. Jika pengekspresiannya tidak sesuai maka makna atau pesan pun tidak sempurna tersampaikan. 

Prinsip Pesan Emosional

Emosi memiliki prinsip tersendiri. Emosi tIdak terjadi secara langsung, namun mengalami beberapa tahap seperti terjadinya suatu peristiwa, mengalami respon secara fisiologis lalu yang terakhir kita mengalami suatu emosi.  Emosi bersifat primer dan bisa juga bersifat campuran dari bebrapa campuran emosi dasar. Emosi seringkali melibatkan tubuh dan pikiran kita yang terkadang terlihat. Saat sedang emosi, kita bereaksi melibatkan tubuh seperti telapak tangan berkeringat, wajah yang memerah atau bahkan berupa gestur badan seperti memainkan rambut.  

Emosi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti budaya, gender, kepribadian, dan hubungan. Kita bisa mengekspresikan emosional dengan cara langsung dan tatap muka dan lewat chat dengan menggunakan emoji untuk menggambarkan emosi kita. Emosional juga diatur oleh aturan tampilan yang mengatur apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan dalam mengomunikasikan emosional. Emosi sendiri bisa bersifat adaptif dan bersifat maladaptif. Adaptif sendiri membantu kita dalam menyesuaikan diri dengan situasi dengan tepat dan maladaptif dapat menghalangi kita dalam mencapai tujuan.  

Emosi dapat digunakan secara strategis yang bertujuan untuk mengendalikan situasi pribadi maupun orang lain. Tak hanya itu, ternyata emosi juga memiliki konsekuensi dan mempengaruhi hubungan. Dengan mengungkapkan emosi kita dapat menciptakan hubungan yang semakin erat. Terakhir, dalam percakapan emosi dapat dengan mudah menular kepada orang lain. Sehingga kita djuga dapat merasakan ekspresi emosi orang lain.

Hambatan dalam Mengkomunikasikan Emosional

Dalam mengomunikasikan emosional, terdapat hambatan yang menyebabkan komunikasi emosi menjadi kurang efektif.

  1. Kebiasaan Masyarakat dan Budaya

Kebiasaan masyarakat dan budaya kerap membentuk norma yang membatasi cara orang mengekspresikan emosi dalam dirinya. Dalam beberapa budaya seperti budaya Amerika Serikat, mereka tidak suka mengekspresikan emosi, terutama pada pria. Menurut beberapa penelitian, mengekspresikan emosi bagi pria dinggap lemah atau tidak pantas, sehingga mereka menahan untuk tidak mengekspresikan emosinya. Selain itu, pria tidak ingin perilaku mereka dianggap feminim (Burleson, Holmstrom & Gilstrap, 2005).

Hal ini dapat menyebabkan kesenjangan antara apa yang dirasakan dan yang diekspresikan, sehingga komunikasi emosional tidak efektif. Berbeda dengan pria, dulu masyarakat kita mengizinkan dan mendorong wanita untuk mengespresikan emosinya secara terbuka. Namun seiring berjalannya waktu, wanita tidak diizinkan mengekspresikan emosi lembut yang dulunya dapat diterima. Terutama dilarang merasakan perasaan itu saat sedang bekerja.

Dalam beberapa organisasi mereka memiliki norma budaya masing-masing untuk mengekspresikan emosi. Misal, karyawan diharapkan untuk berpura pura ceria walaupun sedang tidak baik-baik saja. Perbedaan antara emosi yang dirasakan dengan yang diekspresikan dapat menciptakan disonansi emosional dan menyebababkan stres (Remland, 2006).

  • Takut

Perasaan takut dapat menghalangi kita dalam mengekspresikan emosi. Ekspresi emosi memperlihatkan bagian diri kita yang menyebabkan kita rentan terhadap serangan. Misalnya, saat kita memperlihatkan kelemahan, kita jauh lebih mudah terluka terhadap orang lain yang tidak peka. Tak hanya itu, perasaan takut menyakiti orang lain dengan menyuarakan perasaan yang kita katakan, sehingga menyebabkan perasaan bersalah. 

Beberapa orang menghindari pengekspresian emosi dikarenakan takut menimbulkan konflik sehingga mereka tidak mau mengambil resiko pertengkaran dan akibatnya. Ketakutan menyebabkan kita menyangkal perasaan dan emosi kepada orang lain. Rasa takut dapat bersifat adaptif yang membuat kita menghindari mengatakan hal-hal yang dapat membuat kita menyesal nantinya dan membuat kita lebih mempertimbangkan pengekspresian diri serta bagaimana cara melakukannya. Namun, rasa takut juga bisa menjadi maladaptif saat rasa takut melemahkan kita dan bertentangan dengan logika dan akal sehat.

  • Keterampilan Interpersonal yang Tidak Memadai

Keterampilan interpersonal yang tidak memadai menjadi hambatan terpenting dan sangat mempengaruhi bagi komunikasi emosional yang efektif karena individu mengalami kesulitan dalam mengekspresikan perasaan mereka dengan jelas dan tepat. Mengekspresikan perasaan negatif sangat sulit. Banyak dari kita yang menahan untuk mengomunikasikan emosionalnya karena takut menyinggung perasaan orang lain dan memperburuk keadaan. Namun, jika tidak diungkapkan pun tidak akan membantu hubungan, apalagi jika perasaan disembunyikan dalam waktu yang lama.

Mengomunikasikan emosi kita dan menanggapi ekspresi emosi orang lain sama pentingnya sekaligus sulitnya (Burleson, 2003). Di satu sisi, mengekspresikan emosi bisa menjadi katarsis bagi kita sendiri. Jika komunikasi emosional tepat digunakan, maka akan menguntungkan suatu hubungan (Bloch, 2013). Selain itu, mengekspresikan emosi dapat menyebabkan kesulitan dalam hubungan. Namun disisi lain, mengekspresikan emosi juga dapat membantu dalam mengungkapkan ketidakpuasan dan mengurangi bahkan menghilangkannya. Dengan mengekspresikan emosi, kita dapat saling memahami lebih baik yang mengarahkan hubungan menjadi lebih baik dan bermakna. 

Kompetensi Emosional

Kompotensi emosional adalah kemampuan untuk memahami, mengekspresikan serta menanggapi emosi diri sendiri serta orang lain. Dalam memahami emosional, kita perlu mengenali perasaan kita, mengapa kita merasakan emosi, dan memahami apa dampak dari perasaan tersebut (Stein & Book, 2006; Joseph, 2012). Selanjutnya, dalam mengekspresikan emosional terdapat hal hal penting didalamnya. Ekspresi emosional membantu kita dalam menyampaikan perasaan secara lebih jelas, sehingga orang lain dapat memahami apa yang kita rasakan. Dengan mengungkapkan emosi, kita dapat menciptaan hubungan kepercayaan yang lebih baik lagi antar individu. 

Menyampaikan emosi dapat mengurangi perasaan negatif yang bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental. Ketika emosi terungkapkan dengan baik, maka dapat mengurangi kesalah pahaman dan dapat mencegah konflik. Mengekspresikan perasaan hanyalah separuh dari proses komunikasi emosinal. Separuh lainnya yaitu mendengarkan dan menanggapi perasaan orang lain. 

Untuk menanggapi perasaan orang lain kita bisa memerhatikan isyarat nonverbal untuk memahami perasaan individu. Kita harus mengetahui petunjuk tentang apa yang diinginkan orang tersebut. Terkadang beberapa orang hanya ingin didengarkan oleh lawan bicaranya. Mendengarkan secara aktif mendorong orang tersebut untuk berbicara jika ia menginginkannya. 

Berempati diperlukan dalam menanggapi emosi seseorang, kita perlu melihat situasi dari sudut pandang pembiara. Selain itu kita juga harus fokus mendengarkan si pembicara, jangan menyela perkataanya dan tunjukkan ketertarikan kita dalam mendengarkan ceritanya. Terakhir, yang paling penting adalah komunkasi tidak dapat diubah. Kita tidak bisa menarik kemvali tanggapan yang telah kita sampaikan. Oleh karena itu, kita harus berhati hati dalam memberikan tanggapan kepada pembicara.

*Penulis: Vanesya Agustrina (Mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad berkembang di tengah masyarakat Arab Jahiliah yang akidah dan moralnya sangat rusak, sehingga
Kejayaan Ilmu Pengetahuan Islam: Inspirasi dari Masa Lalu untuk Kebangkitan Masa Kini
Mengapa Budaya Politik Partisipatif Penting untuk Masa Depan Demokrasi Indonesia
Mengapa Budaya Politik Partisipatif Penting untuk Masa Depan Demokrasi Indonesia
Politik hadir sebagai wujud dari distribusi keadilan bagi masyarakat. Apabila dia tidak berjalan maka ada patologi politik yang merusak dari
Kepemimpinan Moral dan Patologi Politik
Bobroknya Birokrasi: Ancaman Bagi Kualitas Budaya Politik
Bobroknya Birokrasi: Ancaman Bagi Kualitas Budaya Politik
Sosok Buya Hamka barangkali sudah tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ulama karismatik yang juga seorang sastrawan besar
Perahu Kecil Hamka Mengarungi Samudra Cinta Raham
Masih ingatkah kita akan viralnya "Clash of Champions" yang diselenggarakan oleh Ruangguru pada pertengahan tahun ini? Bagaimana antusiasme
Rekonstruksi Peradaban Ilmiah Islam: Antara Romantisme dan Realitas