Langgam.id - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatra Barat (Sumbar) menggelar diskusi tentang pentingnya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam perencanaan pembangunan wilayah yang berkelanjutan.
Diskusi yang diikuti seluruh OPD lingkungan hidup, Dinas PUPR, Bappeda kabupaten dan kota se-Sumbar, LSM dan pusat study lingkungan hidup penguruan tinggi di Sumbar ini digelar Selasa (1/10/2019).
Kepala DLH Sumbar Siti Aisyah mengatakan, KLHS merupakan instrument penting dalam pembangunan berkelanjutan. KLHS adalah instrumen lingkungan yang semua OPD wajib melaksanakannya.
“Muatan yang dikaji adalah KRP (Kebijakan, Rencana dan Program) yang berindikasi berdampak terhadap lingkungan. Proses dalam KLHS di antaranya adalah FGD dalam rangka penyusunan isu strategis sampai dengan rekomendasi dari dalam muatan KRP (Kebijakan Rencana Program) yang berdampak terhadap lingkungan," ujar Siti.
Seluruh kegiatan KLHS juga harus partisipatif dan mengakomodir semua isu yang ada di wilayah tersebut. “Pengalaman menarik misalnya waktu penyusunan KLHS untuk RTRW, tidak dimasukan isu tambang terbuka, serta terumbu karang. Padahal realitas di lapangan kondisi ini merupakan permasalahan, sehingga dokumen KLHS tersebut tidak di validasi," katanya.
Akademisi dari Universitas Andalas Mahdi mengatakan, dalam menyusus KLHS diwajibkan mempertimbangakan aspek lingkungan supaya pembangunan tidak merusak jasa ekosistem.
"Hutan misalnya memiliki jasa sebagai pengatur tata air, penyerapan karbon, pengendali dari bencana banjir dan longsor apabila ini dirubah hilanglah semua jasa ekosistem yang ada pada hutan, disinilah pentingnya KLHS," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif WALHI Sumbar Uslaini mengatakan, ada persoalan lingkungan baik sektor perkebunan, pertambangan, kehutanan. Terdapat lebih dari 200 konflik yang terjadi di Sumbar sepanjang dua tahun terakhir ini terkait sumber daya alam.
Misalnya, katanya, HTI Mentawai seluas 19.000 hektar lebih yang mengancam masyarakat adat Mentawai. Sementara di dalamnya, terdapat delapan dusun masyarakat adat Mentawai yang menggantungkan hidupnya dalam Hutan.
"Sehingga rencana seperti ini harusnya dikaji dulu KLHS sehingga dampak buruk terhadap masyarakat serta lingkungan dapat dihindari," katanya.
Uslaini berharap melalui kegiatan ini dapat menguatkan OPD dalam penyusunan dokumen KLHS. Karena dokumen KLHS sebagai frame pembangunan yang berwawasan lingkungan dan juga menjadi instrumen ketika OPD dan LSM mengawasi sesuai dengan tupoksinya di masing-masing Lembaga.
"Sehingga potensi konflik baik secara vertikal dan horizontal serta permasalahan lingkungan akan dapat diminimalisir dengan baik. Implikasinya akan mewujudkan pembangunan yang di cita-citakan bangsa Indonesia sesuai dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," pungkasnya (*/Irwanda/RC)