LANGGAM.ID -- Koalisi masyarakat sipil menilai pemberian izin komitmen Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) bagi PT Sumber Permata Sipora atau PT SPS seluas 20.706 ha di Pulau Sipora akan mempersempit ruang hidup masyarakat adat Mentawai. Terlebih Pulau Sipora termasuk pulau kecil dengan luas 61.518 ha.
Koalisi masyarakat sipil melaporkan hutan di Pulau Sipora saat ini terbagi atas kawasan hutan produksi seluas 28.905 Ha, hutan produksi konservasi 5.883 Ha, kawasan Areal Pemanfaatan Lain (APL) 26.066 Ha dan hutan lindung 661 ha.
Sementara itu, untuk kawasan APL juga telah dikeluarkan izin Pemanfaatan kayu kegiatan non kehutanan (PKKNK) seluas 10.000 ha. "Artinya sisa APL sekarang itu ada 16.066 Ha untuk 21.780 jiwa penduduk Pulau Sipora atau sebanding dengan 1 jiwa/ 0.731 Ha," ujar anggota koalisi masyarakat Sipil, Alen Saprika, Rabu (23/7/2025).
Saat ini, kata Alen pemerintah juga telah mengeluarkan PBPH PT SPS seluas 20.706 ha di kawasan hutan produksi, hampir setara dengan sepertiga dari luas Pulau Sipora. Sehingga, sisa dari luas hutan produksi hanya 8.199 ha.
Ia menambahkan, ruang yang bisa dimanfaatkan secara bebas hanya APL seluas 16.066 Ha, dan atau 26,1 persen. Menurutnya, hal ini menambah beban bagi Pulau Sipora yang juga merupakan ibu kota dari pemerintah kabupaten Kepulauan Mentawai.
"Dengan keluarnya izin PBPH PT SPS ini tentu akan mempersempit ruang hidup masyarakat adat Mentawai. Apalagi kehidupan masyarakat sangat berkaitan dengan kawasan hutan yang saat ini akan dikelola oleh perusahaan dalam skala yang cukup luas," katanya.
Di samping itu, pemberian izin ini dinilai akan menimbulkan berbagai dampak sosial dan ekologi yang cukup masif bagi Pulau Sipora. Terutama kata Alen, potensi bencana ekologis seperti banjir dan longsor akibat eksploitasi hutan di Sipora yang termasuk pulau kecil.
Koalisi masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk segara mencabut izin PBPH PT SPS di Pulau Sipora. "Kembalikan hak penuh bagi masyarakat Mentawai untuk mengelola hutannya," katanya.
Sementara itu, Kuasa Direktur PT SPS, Daud Sibabalat menekankan bahwa perusahaan nantinya hanya akan mengolah kayu di hutan Sipora meski izin yang diurus adalah PBPH. Ia mengklaim jika masyarakat masih memiliki ruang untuk mengurus lahan yang dimiliki.
"Kita tidak mengambil lahan. Hak atas lahan masih milik masyarakat. Kita bahkan akan memfasilitasi masyarakat untuk membuka akses ke lahan-lahan yang sulit dijangkau selama ini," ujarnya
Daud menilai wajar jika muncul pro kontra dalam proses izin ini, ada masyarakat yang menolak dan ada juga yang mendukung. "Ini bukti kalau kita sama-sama peduli dengan Mentawai," katanya. (FQ)