Berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Sosiolog Agama dari UIN IB Padang, Sefriyono, memberikan pandangan soal adanya sejumlah masyarakat Sumbar yang diduga terjaring dengan NII.
Langgam.id - Sosiolog Agama dari UIN Imam Bonjol Padang, Sefriyono mengatakan, temuan sejumlah masyarakat Sumbar yang diduga terjaring dengan Negara Islam Indonesia (NII) perlu ditelisik lebih dalam.
Sehingga nantinya tidak terjadi kesimpangsiuran di tengah masyarakat terkait isu radikalisme dan terorisme di Sumbar.
Kata Sefriyono, paham radikal secara kultural sulit berkembang di Sumbar yang mayoritas penduduknya beretnis Minangkabau.
Kata dia, hal itu tercermin dalam aforisme adat atau cara pandang yang diyakini sebagian besar masyarakat minang.
"Misalnya aforisme adat yang tinggi seperti lain padang lain bilalang, lain lubuak lain ikannyo. Cara pandang itu melihatkan adanya penghargaan yang tinggi terhadap perbedaan," kata alumnus Doktoral Sosiologi-Antropologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Berkaca pada konteks kultural itulah, kata Sefriyono, nilai-nilai radikal sulit tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat Minang.
"Sementara paham radikalisme tidak menyukai perbedaan, cara berpikirnya monologis," lanjutnya.
Kata Sefriyono, sedikit mundur ke belakang, sebelum embrio republik dan nasionalisme tumbuh di Indonesia (dulu Nederland Indie), pernah berkecamuk konflik horizontal di sebagian besar wilayah Minangkabau.
Konflik antara kaum padri dan kaum adat itu, kata Sefriyono, memang didasari atas paham radikal karena mengubah tatanan sosial masyarakat dengan cara revolusi.
"Paderi disebutkan cakak banyak orang Minang sesama orang Minang," katanya.
Sefriyono mengatakan, perang bertahun-tahun antara kaum padri dan kaum adat berubah haluan menjadi gabungan perlawanan melawan kolonialisme yang mulai bercokol di Minangkabau ketika itu.
Setelah itu, kata Sefriyono, tak ada lagi gerakan radikal di wilayah Minangkabau yang membikin gaduh.
Ia melanjutkan, kendati di Sumbar pernah berkecamuk konflik PRRI, tapi itu bukan merupakan pembangkangan terhadap negara.
"Kalau PRRI itu pembangkangan terhadap pemerintah karena pemerintah tidak menunaikan kebijakan distribusi ekonomi sehingga terjadi perlawanan. Membangkang terhadap pemerintah ini berbeda dengan membangkang kepada negara," ujarnya.
"Sementara PDRI malah penyelamatan terhadap negara yang dipusatkan di Minangkabau," kata dia.
Sefriyono juga meragukan klaim bahwa kelompok radikal transnasional, seperti NII, juga punya orientasi ingin menggulingkan rezim berkuasa.
Sejauh amatannya, paham radikal yang berkembang saat ini merupakan radikal dalam konteks ritual. "Saling kafir mengkafirkan. Saling membid'ah kan dan sebagai macamnya," katanya.
Ia mengamini realitas sosial semacam itu di tengah masyarakat hari ini. Seperti kelompok salafi yang lebih condong ke paham wahabi.
Baca juga: Kata Gubernur Soal Jaringan Teroris NII di Sumbar: Banyak Bias karena Belum Jelas
"Namun mereka lebih dekat kepuritanisme ibadah, bukan puritanisme politik," kata dia.
—