NTP Kerap Dibawah 100, Kesejahteraan Petani Sumbar Kian Buruk

NTP Kerap Dibawah 100, Kesejahteraan Petani Sumbar Kian Buruk

Konfrensi Pers BPS Sumbar (Rahmadi/langgam)

Langgam.id - Sepanjang Juni 2019, Nilai Tukar Petani (NTP) Sumatra Barat (Sumbar) berada di angka 93,47 atau turun sebesar 1,94 persen dibandingkan Mei 2019 yang mencatatkan nilai 95, 32 persen.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar Sukardi mengatakan, NTP tanaman pangan berada di angka 91,87 persen, tanaman hortikultura 80,90 persen dan perkebunan rakyat di angka 92,28 persen.

“Untuk peternakan berada di angka 102,75 dan perikanan 105,03. Perikanan juga terbagi dua. Pertama, subsektor perikanan tangkap 108,17 dan perikanan budidaya 104,27,” kata Sukardi saat menggelar konfrensi pers di kantor BPS Sumbar, Senin (1/7/2019).

Menurut Sukardi, dari hasil pemantauan harga-harga di 11 kabupaten di Sumbar, penurunan NTP disebabkan indeks harga yang diterima petani  sebesar 0,54 persen. Sedangkan indeks harga pada kelompok barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah atau keperluan produksi pertanian mengalahkan peningkatan sebesar 1,43 persen.

"Yang menyebabkan nilai di bawah 100 itu sebenarnya harga-harga konsumsi rumah tangga untuk petani, petani itu kan dia membeli konsumsi rumah tangga, untuk makan atau transportasi, kemudian membeli ongkos produksi," kata Sukardi.

Jika tanpa konsumsi rumah tangga tidak dihitung, maka indeks NTP akan lebih dari 100. Dengan begitu, penyebab indeks dibawah 100 adalah konsumsi rumah tangga.

Berdasarkan data tersebut, kesejahteraan petani di Sumbar saat ini terus memburuk. Sebab, nilai indeksnya sudah bertahun-tahun dibawah angka 100. Padahal, di tahun dasar pengukurannya 2012 lalu, indeksnya sebesar 100.

"Bertahun-tahun ini indeksnya di bawah 100 terus, artinya secara pendekatan kesejahteraan petani lebih jelek dibandingkan tahun dasarnya dulu yaitu tahun 2012 lalu," kata Sukardi.

Sukardi mengatakan solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan meningkatkan harga komoditas pertanian. Jika konsumsi rumah tangga turun maka akan mendapatkan nilai indeks yang lebih baik.

"Tetapi yang paling utama adalah kenaikan harga-harga konsumsi rumah tangga, harga konsumsi rumah tangga di pedesaan juga cukup tinggi kenaikannya. Sehingga nilai turun indeksnya tersebut terlalu besar juga," ujar Sukardi. (Rahmadi/RC)

Baca Juga

Nilai ekspor yang berasal dari Sumatra Barat (Sumbar) pada Februari 2024 sebesar US$159,43 juta. Terjadi kenaikan sebesar 19,16 persen
Ekspor Sumatra Barat pada Februari 2024 Naik 19,16 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke Sumatra Barat (Sumbar) pada 2023 lalu mencapai 13.341.025 orang.
Berikut 10 Kabupaten/Kota dengan Jumlah Wisatawan Nusantara Terbanyak di Sumbar
Jumlah wisatawan mancanegara yang tercatat datang ke Sumatra Barat (Sumbar) melaluipintu masuk Bandara Internasional Minangkabau pada Februari
Jumlah Wisman ke Sumbar di Februari 2024 Naik, Turis Brunei Alami Peningkatan Tertinggi
Bandara Internasional Minangkabau (BIM) mencatat terjadinya kenaikan penumpang pada arus balik Lebaran 2024 pada 13 April 2024 (H+2) dan
Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Sumbar Turun di Januari 2024
Bandara Internasional Minangkabau (BIM) mencatat terjadinya kenaikan penumpang pada arus balik Lebaran 2024 pada 13 April 2024 (H+2) dan
Berikut 10 Negara Asal Turis Asing yang Paling Banyak Berkunjung ke Sumbar
Produksi padi Sumbar pada 2023 lalu mencapai 1.457.502,44 ton. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan 2022 lalu yaitu 1.373.532,19 ton.
Produksi Padi Sumbar 2023: Terbesar Pessel, Terkecil Kepulauan Mentawai