Nestapa Pinjaman Online

Dalam Keynote Speech Presiden Joko Widodo yang bertema OJK Virtual Innovation Day pada 11 Oktober 2021 lalu. Presiden menyoroti maraknya kasus pinjaman online (pinjol) yang banyak menjerat ekonomi kelas bawah. Pasalnya, tidak sedikit yang telah banyak memakan korban.

Di samping tingginya bunga yang harus dibayar dalam akadnya, juga masalah bertangga lainnya dalam hal jumlah hutang yang terus bertambah.

Permasalahan pinjol ini mesti mendapat perhatian serius dari seorang Presiden. Kebanyakan kasus penipuan, penggelapan, berawal dari pinjaman online. Dalam pidato, Presiden meminta semua jenis financial technology (fintech) bekerja-sama untuk memperketat segala bentuk praktik kecurangan yang akan merugikan pengguna.

Padahal, dari tahun ke tahun bank-bank berbasis digital terus bermunculan seiring pesatnya perkembangan media sosial dan gaya hidup masyarakat. seperti e-payment dan kini telah bermunculan juga fintech berbasis syariah. Dari satu sisi, memberikan angin segar bagi perkembangan fintech di Indonesia.

Akan tetapi, mesti diiringi dengan pengawasan dan aturan yang ketat. Termasuk fintech syariah, meskipun beragam fenomena sharing economy marak bermunculan di platform media sosial, perlu kejelian dan kehati-hatian dalam melakukan pinnjaman secara online.

Setidaknya, pemerintah memastikan dan menfasilitasi dari sisi pengguna maupun lembaga pinjaman untuk patuh pada aturan dan ketentuan yang disepakati agar ekonomi digital tumbuh secara sehat dan mampu mendorong perekonomian masyarakat.

Dalam bayangan Presiden, jika fintech bisa dikelola secara tepat, maka Indonesia akan memiliki potensi yang besar untuk bisa tumbuh menjadi raksasa digital setelah China dan India. Bahkan diperkirakan bisa menjadi ekonomi terbesar ketujuh pada 2030 mendatang (Kompas.com 11/10/2021).

Tentu sah-sah saja Presiden membayangkan bagaimana Indonesia kedepan terhadap berbagai tantangan dan permasalahan yang terjadi. Namun, di satu sisi, ada beberapa sisi yang harus dibangun terlebih dahulu.

Pertama, ekosistem yang mendukung dan bertanggung jawab. Kedua, jaminan kepastian hukum. Ketiga, pengawasan yang ketat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Karena tidak mudah jika pengguna telah terjerat pinjol untuk bisa keluar dari jeratan debit kolektor. karena dari satu sisi jumlah penambahan hutang yang tidak masuk akal.

Kemudian Kepastian perlindungan hukum harus dikawal dan menjadi agenda utama yang harus diselesaikan pemerintah dalam mencegah kerugian terhadap pengguna.

Di samping itu, pemerintah juga harus memastikan kemudahan akses perbankan untuk membantu pelaku UMKM agar transaksi digital terus bertambah. Di samping kepastian payung hukum yang sah dalam legal standing yang mapan.

Payung Hukum
Walaupun telah diwanti-wanti Presiden dalam pidato resminya. Namun, situs atau website pinjaman online terus bermunculan. Untuk itu, perlu seperangkat hukum atau edukasi hukum agar masyarakat tidak gampang dijerat dan ditipu pinjol.

Menurut Slamet Yuono Advocates & Legal Colsultants, Jakarta. Terdapat bebarapa persoalan dasar delik hukum yang harus diketahui masyarakat. Pertama, soal apakah Debt Collector yang melakukan teror/pemaksaan terhadap pengguna bisa dipidana? Dapat, atas dasar pencemaran nama baik sebagaimana terdapat dalam pasal 27 ayat 3 juncto 45 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 juncto UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE) pasal 27 ayat 3.

Intinya, ketika Debt Collettor telah melakukan ancaman atau penghinaan maka pasal-pasal bisa dijatuhkan. Sedikitnya bisa dipidana paling lama empat tahun atau denda 750 juta.

Kedua, soal apakah bisa dipidanakan bagi Debt Collector yang mencuri data hp nasabah untuk disalahgunakan? Bisa, karena diatur dalam pasal 32 ayat 2 juncto pasal 48 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Akses Data Pribadi. Setidaknya dapat dipidana paling lama 9 tahun atau denda 3 Miliar.

Ketiga, soal jika pengguna sudah diteror pinjol maka dapat melapor ke siapa? Jawabannya bisa melapor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk pinjol yang resmi. Di samping melapor juga ke Satuan Tugas (satgas) Waspada Investasi (SWI) untuk pinjol illegal.

Kemudian, baru melapor ke pihak kepolisian dengan menyiapkan bukti-bukti yang terlampir sesuai mekanisme dan aturan yang telah ditetapkan pihak kepolisian.

Keempat, soal bagaimana penyelesaian hutang pinjol? Caranya diselesaikan dengan restrukturisasi utang melalui musyawarah kekeluargaan disertai mediasi. Dan jika tidak tercapai kesepakatan, maka dapat menggunakan fasilitas hukum yang berlaku.

Beberapa langkah atau tahapan ini mesti wajib diketahui para pengguna pinjol agar tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Minimalisir
Hakikatnya sama, setidaknya seseorang jika telah berurusan dengan lembaga online mesti terlebih dahulu mengetahui bagaimana identitas asli lembaga pinjol. Karena tidak sedikit ragam cara telah dimainkan pinjol agar kedok yang dimainkan menjadi samar. Adapun jika masyarakat betul-betul tasasak tidak tau mau pinjam kemana lagi.

Maka, salah satu solusinya dengan mencari tahu lembaga keuangan syariah agar lebih aman dari praktik berkedok.

Lembaga syariah biasanya memiliki akad yang jelas dan terstruktur, sehingga kemungkinan-kemungkinan jika terjadi kezoliman dapat terendus sebelum transaksi benar-benar terjadi antara kedua belah pihak.

Baik peran pemuka agama, pemerintah, swasta dan tokoh masyarakat harus terus mengawasi berbagai bentuk praktik yang mengatasnamakan pinjaman. Baik itu syariah sekalipun harus diketahui dulu identitas sedetail-detailnya.

Terakhir, sebagai bagian dari permasalahan yang terus berkembang dan bergulir terkhusus masyarakat ekonomi kelas bawah yang paling terdampak. Diantara solusi yang sebenarnya sudah dikembangkan dari beberapa lembaga independen ditengah masyarakat yang masih eksis bertahan walaupun dari sisi tidak mendapat dukungan dari pemerintah.

Seperti Lembaga Hukum Indonesia Tanpa Riba yang telah berdiri semenjak 2017 memberikan jaminan dan kepastian dari si pengguna untuk tidak akan menzolimi pengguna.

Sebab, dalam akadnya dijelas hal-hal terkait jumlah hutang dan modal yang harus dibayarkan. Sedangkan pada si lembaga dan pengguna terlebih dahulu harus ditandatangani dulu akad sumpah/janji agar kesepakatan antara kedua belah pihak jelas sejelas-jelasnya.

Sedangkan pada kasus kebanyakan pinjaman online akad yang tidak jelas, yang tiba-tiba berubah-berubah tanpa sepengatahuan si pengguna.

Sehingga, tidak sedikit dari pengguna yang bunuh diri akibat lilitan hutang yang terus menumpuk berkali-kali lipat.

Semoga pemerintah semakin sadar dan tergerak untuk mendorong lembaga independen syariah untuk betul-betul menjadi solusi terakhir terhadap permasalahan yang banyak melilit masyarakat ekonomi kelas bawah.

* Direktur Eksekutif SPIKI Center/Sosiologi Agama UNAND

Baca Juga

TANAH ULAYAT TOL PADANG-PEKANBARU
Wacana Penghapusan Insentif Guru Dalam Model Fungsi Utilitas
Tingkatkan Kualitas Program Siaran Televisi di Sumbar, KPI Pusat Sambangi Unand
Tingkatkan Kualitas Program Siaran Televisi di Sumbar, KPI Pusat Sambangi Unand
Raih Cumlaude, Bupati Dharmasraya Resmi Menyandang Gelar Magister Administrasi Publik dari Unand
Raih Cumlaude, Bupati Dharmasraya Resmi Menyandang Gelar Magister Administrasi Publik dari Unand
Menguatkan Petani untuk Adaptif dengan Perubahan Iklim
Menguatkan Petani untuk Adaptif dengan Perubahan Iklim
Perubahan Iklim Merusak jaringan irigasi dan Menggagalkan Panen
Perubahan Iklim Merusak jaringan irigasi dan Menggagalkan Panen
Teknik Pertanian Berkarya: "Transformasi Pasca Panen di Nagari Ketaping"
Teknik Pertanian Berkarya: "Transformasi Pasca Panen di Nagari Ketaping"