Mitigasi Marapi Berbasis Kajian Masa Kolonial Belanda

Langgam.id - Gunung Marapi terus mempertontonkan aktivitas vulkaniknya dalam periode berkepanjangan. Erupsi freatik hebat Marapi secara temporer dimulai pada 3 Desember 2023, dimana menyebabkan 24 orang pendaki meninggal dunia, dan sisanya 51 orang cidera serta selamat.

Usai memicu korban, kian hari, intensitas letusan Marapi pun semakin tinggi. Hal yang kemudian mendorong Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status Marapi dari Level II (Waspada) menjadi Level II (Siaga), Selasa (9/1/2024). Tak pelak, zona bahaya pun diperluas yang tadinya radius 3 km dari kawah Verbeek, menjadi 4,5 km dari kawah Verbeek.

Gunungapi Marapi yang terletak di antara Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam berklasifikasi Tipe A, yakni gunung api yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600. Kendati demikian, Marapi tidak tercatat di antara deretan gunung yang meletus secara eksplosif sejak tahun 1500.

Sejak 9 Januari lalu, PVMBG mengumumkan, status Marapi menjadi level III atau Siaga. Ada sejumlah rekomendasi yang kemudian selalu ditanamkan nyaris tiap hari, melalui rilis PVMBG soal perkembangan Marapi.

Antara lain, masyarakat atau wisatawan dan pendaki tidak melakukan kegiatan di dalam wilayah radius 4.5 km dari pusat erupsi (Kawah Verbeek) Marapi. Lalu masyarakat yang bermukim di sekitar lembah/aliran/bantaran sungai-sungai yang berhulu di puncak Marapi, agar selalu mewaspadai potensi ancaman bahaya lahar yang dapat terjadi terutama di saat musim hujan.

Erupsi Marapi yang tak berkesudahan ditambah penaikan levelnya menjadi siaga, dengan sekelabat pelbagai institusi maupun otoritas berpadu melakukan mitigasi. Ini reaktif, respons yang mendesak seiring dengan lontaran abu vulkanik yang tak pernah berhenti dari mulut kawah. Semburan bahaya yang tentunya pun mesti disikapi dalam konteks mitigasi.

Definisi mitigasi menurut UU 24 Tahun 2007, adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Mitigasi adalah upaya yang memiliki sejumlah tujuan yakni untuk mengenali risiko, penyadaran akan risiko bencana, perencanaan penanggulangan, dan sebagainya. Bisa dikatakan, mitigasi bencana adalah segala upaya mulai dari pencegahan sebelum suatu bencana terjadi sampai dengan penanganan usai suatu bencana terjadi.

Mitigasi seyogianya mematuhi sejumlah prosedur dan tahapan guna mengurangi risiko dan dampak dari bencana. Nah, dalam konteks Marapi, kita kita lihat mitigasi sudah berjalan, dengan acuan pengamatan berkala Marapi oleh PVMBG. Namun giat mitigasi secara kental, bertumpuk di sisi barat Gunung Marapi seperti Batu Palano, Sungai Puar, Bukik Batabuah.

Padahal Marapi secara entitas adalah komponen geologi yang berdiri lebih tinggi di sebuah kawasan, dengan ancaman material erupsi bisa menebar ke segala penjuru mata angin. Dan sejarah aktivitas Marapi menjejakkan hal itu.

Membuka Lembaran Kajian Marapi di Abad 19

Aktivitas Marapi saat ini, masih sama dengan paparan hasil kajian Marapi pada abad 19 yang dilakukan geolog, vulkanolog. Kita bisa menyandingkan dengan kondisi topografi Marapi hari ini, dan juga pola erupsinya.

Pada tahun 1867, pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk melakukan penyelidikan geologi Pesisir Barat Sumatera. Kurun waktu 1875-1879, riset topografi dan kondisi geologi pedalaman Minangkabau (Padang Bovenlanden) lebih diintensifkan. Ini termasuk riset Gunung Marapi.

Periset melakukan perekaman yang cukup komprehensif dalam sekujur tubuh Marapi, termasuk jejak letusan masa lalu, dan sebarannya.

Pada tahun 1880, C. F. Stemler di Amsterdam menerbitkan atlas dan peta sekaitan topografis dan geologi pesisir barat Sumatra. Dalam konteks ini termasuk peta Gunung Marapi. Sementara uraiannya dicetak di Landsdrukkerij di Batavia.

Rogier Diederik Marius Verbeek, salah seorang geolog dan naturalis yang diterjunkan dalam penelitian tersebut. Verbeek menyebutkan, dua gunung berapi aktif yang tersisa di Sumatra Barat untuk diperhatikan betul adalah Marapi dan Talang. Aktivitas kedua gunung ini terbatas pada membuang abu, pasir dan batu.

“Lava cair yang mengalir dari kawahnya (Marapi), mungkin sudah ada berhenti sejak lama,” ungkap Verbeek, tertuang dalam Topographische en geologische Beschrijving van een Deel van Sumatra's Westkust, 1883).

Hal menarik yang bisa dituangkan kembali kajian soal Marapi dari Verbeek, adalah kawah yang aktif sekarang (mungkin yang dimaksud adalah kawah Verbeek—penamaan atas dedikasi Verbeek) tak begitu jauh dari kawah tertua yang mengarah ke Sungai Puar. Di selatan kawah tua itu ada aliran sungai kecil, dengan posisi 2.581 meter di atas permukaan laut.

Mahkota Marapi dihiasi beberapa kawah, baik yang aktif maupun sudah mati. Menurutnya, kawah yang runtuh seringkali hanya dapat dikenali oleh kawah yang lebih kecil, atau bagian yang lebih besar dari benteng berbentuk cincin. Puncak tertinggi Marapi dinamakan Parapatti. Parapatti dan Merapi termasuk dalam dua dinding cincin yang berbeda.

Kawah tertua dan terbesar yang pernah dimiliki Marapi, kata Verbeek, mungkin yang paling timur dari keduanya adalah yang tertua yang lebih kecil di barat, bergantian dengan yang ini, atau pertama setelahnya dia, mengeluarkan zat, dan dengan demikian ke gunung berapi di atasnya sudah disebutkan bentuknya memanjang atau elips.

“Dasar kawah yang runtuh hanya berada di bagian timur,” sebut Verbeek.

Sementara, tidak ada yang tersisa dari dasar kawah tertua di kuali barat, karena telah dibangkitkan oleh material erupsi yang lebih muda.

Kuali timur Merapi bagaikan sebuah mangkuk raksasa yang terukir di puncak gunung. Bentuknya elips, dengan sumbu minor 1600 meter dan sumbu mayor 2000 meter. Panjang sisa potongan kuali ini mencapai 2600 meter, dengan ketinggian yang bervariasi antara 2703 dan 2892 meter di atas permukaan laut.

Sisi kuali timur sangat sempit dan menjorok keluar dan ke dalam dengan kemiringan yang curam. Di luar, banyak ditumbuhi tanaman, sementara pada ceruknya, sungai-sungai mengalir dan kadang-kadang jatuh (air terjun) menuruni lempengan lava yang keras. Juga di dalam punggung bukitnya menurun sangat curam, terkadang bertingkat dengan pergantian antara tebing batu andesit yang kokoh dan bagian yang kurang curam.

Bagian bawah kuali timur ini agak berawa, dan terdiri dari massa tanah liat keras yang halus, abu vulkanik yang lapuk, dan semen. Di sini, banyak tumbuhan yang tumbuh, kecuali di lereng yang terlalu curam.

Di bagian selatan kuali timur, kita menemukan Pakoendan Mati, sebuah kawah mati yang terkenal dengan keindahannya. Bagian atasnya memiliki kemiringan yang berat ke arah dalam, dan di bagian bawahnya menjadi hampir tegak lurus. Titik tertingginya adalah 2.733 meter di atas permukaan laut.

Sudah di bagian atasnya kemiringan ke arah dalam sudah berat dan di bagian bawah menjadi hampir di beberapa tempat tegak lurus. Meski sangat sulit untuk turun ke kuali ini, namun Verbeek berhasil melakukan ini pada bulan November 1879.

“Perjalanan dimulai dari titik paling selatan punggungan (2.706 meter) di sisi barat tepian, dan kemudian menyusuri lereng yang melunak di bagian utara ketel. Di sisi timur, melewati jalan yang terjal dan sulit, akhirnya mencapai bagian bawah ketel pada ketinggian 2.610 meter di atas permukaan laut,” ungkap Verbeek.

Bagian bawah Pakoendan Mati yang horizontal terdiri dari pasir halus dan abu dengan tumbuhan bawah yang jarang. Air hujannya bening, dan genangan airnya tidak sedalam satu meter saat saya berkunjung. Dindingnya di bagian bawah tersusun dari tepian padat lava andesit yang lapuk dengan warna merah kecoklatan di bagian luar.

Jejak Aliran Lahar Merapi; Menjumput Pengalaman Erupsi Marapi untuk Mitigasi

Pada 13 Desember 2023, sejumlah sungai yang berhulu dari kawasan Gunung Marapi berwarna keabuan seperti abu vulkanik dan berbau balerang. Antara lain, Sungai Batang Sumpur dan sungai kecil yang melewati Nagari Batipuah Baruah, Kabupaten Tanah Datar. Sungai-sungai di atas bermuara ke Danau Singkarak. (Langgam.id, 13 Desember 2023).

Menilik hal ini, ancaman erupsi Marapi sebetulnya bukan saja sisi barat gunung, melainkan sisi selatan, dan juga sisi lainnya. Laporan Verbeek, Danau Singkarak dan pinggirannya, didapati jejak dari letusan Marapi.

Menurutnya, pada dasar yang landai bahkan meluas lebih jauh yakni di kawasan Pintu Angin, tempat bertemunya Bukit Panjang dengan Marapi, terdapat sebidang material vulkanik, antara lain aliran lahar, di lembah Sumpur hingga Batu Beragung, pinggiran Danau Singkarak.

“Tandjoeng (tanjung) kecil di dekat tempat itu terdiri dari lava augietandesit berpori, ujung aliran, yang sepertinya telah berjalan ke danau di sana. Arus ini telah berkembang berpindah ke Lembah Sumpur, yang mana lembah tersebut, sebagaimana dijelaskan di atas, muncul bersamaan dengan runtuhnya gunung berapi Singkarah; Oleh karena itu, aliran lava lebih muda dari keruntuhan tersebut.”

Di sisi selatan Gunung Merapi, Bukit Panjang tak hanya menjadi saksi bisu letusan dahsyat, tapi juga menjadi jalur bagi material vulkanik mengalir ke bawah. Aliran lava dan lumpur sarat balok besar ini tak terbendung, mencipta dataran baru yang subur dan meninggalkan jejak sejarah yang memukau.

Lahar panas Merapi tak hanya mengalir di lereng gunung, tapi juga menerobos celah-celah di antara pegunungan batu pasir. Salah satu alirannya melintasi Beliembieng dan Pandjalangan, menciptakan alur di antara pegunungan itu. Aliran lahar ini menemui ajalnya di Oembiliendal, menabrak batupasir dan mengubah aliran sungai.

Sungai Bengkawa kini mengalir di atas bekas aliran lahar, membawa material vulkanik yang halus dan kasar. Bebatuan padat di sungai menjadi bukti bisu kekuatan lahar Merapi yang dahsyat.

Di tenggara Benteng van der Capellen (Batusangkar), material vulkanik Merapi terus mengalir hingga Saruaso di kedua sisi Sungai Batang Selo. Pegunungan batu pasir di tepi kanan dan kiri membentuk batas selatan dan utara lembah ini. Material vulkanik ini kemudian bertemu dengan cabang barat laut Bukit Putus dekat Saruaso.

Aliran lahar Sello tak berhenti di Saruaso. Materialnya terus dibawa ke lembah, hingga mencapai Talawi. Di sana, lahar bertemu dengan Sungai Ombilin dan sebagian besar materialnya tertahan di lembah Selo.
Selo kemudian menjadi batas alami antara Pagaruyung dan Tanjung, memisahkan hasil vulkanik Marapi dengan batuan tua seperti batu pasir dan granit. Lebih ke utara, kaki Gunung Marapi bertabrakan dengan rangkaian sekis ( salah satu dari jenis batuan metamorf) Marapalam-Tabek Patah, membentuk dinding yang memisahkannya dengan Sago dan Merapi.

Di lereng utara Merapi, terdapat dua buah kerucut vulkanik, yaitu Bukit Tanjung dan Bukit Bulat. Bukit Tanjung adalah yang tertinggi, sedangkan Bukit Bulat terletak lebih ke utara.

Meski tidak memiliki kawah, Bukit Bulat memiliki puncak berbentuk bulat tumpul yang dihiasi pepohonan rindang. Kemungkinan besar, Bukit Bulat merupakan salah satu titik letusan Merapi di masa lampau.

Aliran lahar dari Bukit Bulat mengalir ke bawah, menembus material lepas dan tanah liat berwarna merah kecokelatan dengan balok-balok bergulir. Aliran lahar ini terlihat jelas di desa Koto Tinggi.

Aliran lahar Bukit Bulat kemudian bergerak menyusuri sungai, hingga menemukan pelana antara Bukit Bulat dan Bukur. Aliran lahar ini kemudian mengalir ke arah Timur Laut dan memanjang menuju dataran tinggi tufa batu apung hingga jembatan Sungai Jabur.

Sejak dahulu, Gunung Marapi dikelilingi oleh pemukiman manusia yang cukup padat. Bukittinggi (Fort de Kock), Padang Panjang, Batusangkar (Fort van der Capellen), Tabek Patah, Baso, dan kampung-kampung lain di lembah Gunung Marapi menjadi saksi bisu kemegahan dan kekuatan gunung berapi ini.

Kisah aliran lahar Merapi tak hanya meninggalkan jejak fisik di lanskap, tapi yang terpenting, memaknai riset dan pemetaan Marapi yang dilakukan Veerbek dan peneliti lain di masa lampau. Hal ini cukup komprehensif dan relevan, dimana menurut hemat penulis, hipotesis ini bisa menjadi pijakan dalam memitigasi aktivitas vulkanik Marapi yang berlangsung saat ini.

Baca Juga

Tingkat aktivitas Gunnung Marapi di Sumatra Barat diturunkan dari Level III (Siaga) menjadi Level II (Waspada) terhitung pada 1 Juli 2024
Status Gunung Marapi di Sumbar Turun ke Level Waspada Mulai 1 Juli 2024
Pangan Sehat bagi Penyintas Galodo Gunung Marapi
Pangan Sehat bagi Penyintas Galodo Gunung Marapi
Saat Ini Hujan Lebat di Area Gunung Marapi, Masyarakat Diminta Waspadai DAS Berhulu di Marapi
Saat Ini Hujan Lebat di Area Gunung Marapi, Masyarakat Diminta Waspadai DAS Berhulu di Marapi
Kabupaten Tanah Datar akan mendapatkan alokasi sebanyak 40 sabo dam dari 56 sabo dam yang bakal dibangun pemerintah pusat di Sumbar
Bakal Pasang EWS, BNPB Turunkan Tim Survei ke Batang Lona Tanah Datar
Sejumlah Akademisi dan Praktisi Sepakati Konsep Mitigasi Kawasan Marapi Berbasis Nagari
Sejumlah Akademisi dan Praktisi Sepakati Konsep Mitigasi Kawasan Marapi Berbasis Nagari
Peledakan Batu Raksasa Sisa Banjir Lahar Marapi Dilanjutkan
Peledakan Batu Raksasa Sisa Banjir Lahar Marapi Dilanjutkan