Meski Daya Beli Rendah, BPS Catat Inflasi Sumbar 2020 Sebesar 2,11 Persen

Meski Daya Beli Rendah, BPS Catat Inflasi Sumbar 2020 Sebesar 2,11 Persen

Kenda Paryatno, Koordinator Fungsi Bidang Statistik Distribusi BPS Sumbar. (Foto: screenshoot BPS Sumbar)

Langgam.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Provinsi Sumatra Barat mengalami inflasi sebesar 2,11 persen sepanjang 2020. Angka inflasi itu lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya 1,67 persen.

Padahal, selama pandemi Covid-19 daya beli masyarakat terbilang rendah karena minimnya pendapatan akibat dampak pandemi yang menyebabkan PHK sejumlah bidang usaha, dan penurunan pendapatan.

Koordinator Fungsi Bidang Statistik Distribusi BPS Sumbar Kenda Paryatno mengatakan inflasi Sumbar yang merupakan gabungan dua kota, yakni Padang dan Bukittinggi mengalami inflasi 2,11 persen secara year on year (yoy) maupun inflasi tahun kalender.

Per Desember 2020, Kota Padang dan Bukittinggi masing-masing mengalami inflasi 0,71 persen dan 0,39 persen, atau inflasi gabungan Sumbar sebesar 0,67 persen.

Kenda mengungkapkan inflasi daerah itu yaitu Kota Padang didorong naiknya harga sejumlah komoditas pokok seperti cabai merah, tarif angkutan udara, kelapa, bayam, petai, cabai rawit, tomat, brokoli dan jengkol di Kota Padang. Serta yang mengalami deflasi atau penurunan harga yakni bawang merah, emas perhiasan, daging ayam ras, kentang, wortel, kangkung, dan ikan tuna.

Sedangkan di Bukittinggi, inflasi ditopang kenaikan harga cabai merah, kontrakan rumah, telur ayam ras, rokok putih, tomat, upaya asisten rumah tangga, sawi putih, dan buncis. Sementara yang menghambat inflasi atau mengalami penurunan harga antara lain bawang merah, emas perhiasan, daging ayam ras, petai, udang basah, salak, jeruk, dan sabun detergen.

"Momen natal dan tahun baru ikut meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga harga-harga sejumlah komoditas pokok meningkat di akhir tahun," katanya.

Adapun, inflasi Sumbar dalam beberapa tahun terakhir cukup stabil. Tahun 2019 lalu misalnya, inflasi Sumbar tercatat 1,67 persen, pada 2018 sebesar 2,60 persen, 2017 lalu sebesar 2,03 persen. Sebelum itu, sempat melambung pada 2016 sebesar 4,89 persen, dan sangat rendah pada 2015 yang hanya 1,08 persen.

Sepanjang 2010 hingga 2014, inflasi Sumbar sangat fluktuatif, yakni berturut-turut sebesar 7,24 persen pada 2010, selanjutnya 4,89 persen pada 2011, 3,96 persen pada 2012, 10,57 persen pada 2013, dan puncaknya 11,58 persen pada 2014. (*/HFS)

 

Baca Juga

Nilai ekspor yang berasal dari Sumatra Barat (Sumbar) pada Februari 2024 sebesar US$159,43 juta. Terjadi kenaikan sebesar 19,16 persen
Ekspor Sumatra Barat pada Februari 2024 Naik 19,16 Persen
Jumlah wisatawan mancanegara yang tercatat datang ke Sumatra Barat (Sumbar) melaluipintu masuk Bandara Internasional Minangkabau pada Februari
Jumlah Wisman ke Sumbar di Februari 2024 Naik, Turis Brunei Alami Peningkatan Tertinggi
Bandara Internasional Minangkabau (BIM) mencatat terjadinya kenaikan penumpang pada arus balik Lebaran 2024 pada 13 April 2024 (H+2) dan
Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Sumbar Turun di Januari 2024
Bandara Internasional Minangkabau (BIM) mencatat terjadinya kenaikan penumpang pada arus balik Lebaran 2024 pada 13 April 2024 (H+2) dan
Berikut 10 Negara Asal Turis Asing yang Paling Banyak Berkunjung ke Sumbar
Produksi padi Sumbar pada 2023 lalu mencapai 1.457.502,44 ton. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan 2022 lalu yaitu 1.373.532,19 ton.
Produksi Padi Sumbar 2023: Terbesar Pessel, Terkecil Kepulauan Mentawai
Bandara Internasional Minangkabau (BIM) mencatat terjadinya kenaikan penumpang pada arus balik Lebaran 2024 pada 13 April 2024 (H+2) dan
Kunjungan Wisman ke Sumbar 6.710 Orang Selama Desember 2023