Mercon dan "Mak Itam"

Liburan Hari Raya di kampung adalah salah satu momen paling indah dari masa kecilku dulu. Makanan berlimpah. Singgang bilih, samba lado tanak, galamai, bakubang, paniaram, kue bareh dan makanan enak lain yang jarang ku jumpai, ada semua.

Tiap naik jenjang rumah, aku makan, walau nenek sudah wanti-wanti, jangan makan di rumah si A atau si B. Makanannya telah "diisi", katanya. Seingatku aku hanya bertemu "isi" panganan yang enak semua.

Momen itu juga merupakan saat untuk melihat anak-anak rantau yang pulang mudik dengan gaya. Apalagi kalau ada yang bawa mobil, serasa melihat makhluk dari planet lain.

Pakai baju koko, celana panjang cut-bray dan bicara "lu, gua". Keren.

Lebih keren lagi kalau mereka membawa oleh-oleh sebangsa dodol untuk kami. Tapi biasanya mereka sibuk dengan keluarga mereka.

Di antara semua itu, yang paling ku tunggu adalah main sepuasnya dengan teman sebaya di pasar, di batang air, di bukit atau di Danau Singkarak, yang tidak jauh dari kampungku.

Beda sekali dengan suasana Hari Raya di kota, yang paling-paling hanya diisi dengan nonton bioskop dan makan sate di pasar. Itu pun kalau hasil "menambang", hadiah uang lebaran dari para tetangga cukup.

Bila tidak, di rumahlah aku seharian menghabiskan kacang tojin dan kue semprit buatan Ibu. Main dengan teman pun kadang tdk bisa karena mereka pada mudik.

Alkisah, di suatu hari raya, setelah salat di masjid, aku dan teman-teman kampungku, seperti biasa, nongkrong di sekitar pasar. Biasanya, dari sana kami menyusun rencana main hari itu.

Sambil ngobrol, seorang teman mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Dan, tralala.. ternyata beberapa untai mercon. Senang dengan kejutan tersebut, teman-teman pun bersemangat untuk segera meledakkannya.

Aku sendiri tidak terlalu berani, sebab belum pernah pegang mercon sebelumnya. Aku lebih suka dengan kembang api.

Satu per satu mercon itu pun diletuskan secara bergantian dengan berbagai gaya. Ada yang diletakkan di tanah, di lempar ke atas atau di gantung di pagar. Ramai sekali.

Sekali-sekali kami ditegur oleh para orang dewasa lewat yang kaget. Teman-teman pun minta maaf, lalu meledakkannya kembali, begitu yang menegur berlalu.

Duduk agak menjauh, ternyata ada seorang teman yang tahu aku belum dapat giliran. Dia pun memberikan 3 mercon dan korek api padaku. Malu dianggap penakut, mercon kuletakkan di tanah, ku bakar lalu cepat-cepat lari.

Dan...sshhh..mercon pun mendesis, tidak meledak. Aku ternyata diberi mercon yang sebagian sumbunya basah. Teman-teman terbahak.

Dengan gugup, lalu kuambil mercon kedua. Kubakar sumbunya, lalu cepat-cepat kulempar. Sial, belum sampai habis sumbunya, mercon sudah jatuh ke selokan.

Tetap saja tidak ada ledakan. Teman-teman semakin terbahak.

Ternyata hanya untuk meletuskan mercon ada ilmunya juga. Apalagi melempar granat, batinku. Menyesal aku, mengapa tidak main mercon saja selama ini. Sebab, pengalaman bisa dipakai bila diminta melempar granat.

Dengan rasa penasaran, kuambil mercon ketiga, kubakar, lalu kupegang sebentar. Maksudku, menunggu sampai sumbunya terbakar setengahnya dulu, baru kulempar.

Tapi kulihat, sumbunya terbakar lebih cepat dari perhitunganku. Dengan panik, mercon itu pun kulempar dan...astaghfirullah..tepat mengarah ke seorang tua yang lewat.

Mercon meledak, aku pun kabur ke arah stasiun kereta. Teman-teman tidak terbahak lagi. Aku terus lari, dan lari tanpa menoleh ke belakang. Sampai di stasiun aku berbelok ke arah selatan menyusuri rel kereta.

Tiba-tiba dari kejauhan terdengar cuitan Mak Itam membawa rangkaian batu bara. Kesempatan kabur jauh nih, pikirku. Biasanya gerbong belakang bukan berisi batubara. Di sana ada tempat untuk naik.

Kutunggu Mak Itam yang beringsut pelan. Dugaanku benar, gerbong belakang adalah gerbong barang. Aku melompat. Sambil menikmati wangi asap Mak Itam, pikiranku sudah ada di Padang Panjang, atau paling tidak di Pitalah, desa terdekat dari kampungku.

Tapi, baru berapa puluh meter, tiba-tiba kepalaku menghantam tiang télégram di pinggir rel. Rupanya aku terlalu bernafsu menghirup uap Mak Itam, sehingga kepalaku terjulur keluar.

Dalam keadaan pusing, aku pun melompat turun. Untung tidak bocor, kataku dalam hati. Mungkin ini adalah hukum dari Allah akibat ulahku tadi. Hukuman lain menantiku di rumah.

Terbayang nenek sudah menyiapkan pelecut atau semut karanggo. Kata orang, nenek pernah menghukum mamakku dengan kedua "alat" itu.

Dengan langkah gontai, aku pulang menyusuri rel kereta di antara sawah-sawah. Sampai di rumah, sudah hampir ashar. Tidak terlihat tanda kemarahan di muka nenek dan Tuok.

Alhamdulillah, ternyata teman-temanku tidak ada yang melapor, pikirku.

Besok harinya kutemui teman-teman untuk mengucapkan terima kasih. Sekalian bertanya, bagaimana keadaan korban merconku kemaren. Mereka terbahak. Ternyata tidak ada korban. Merconku meledak dekat orang pekak. Aku pun ikut terbahak.

Peristiwa itu kukenang sebagai pertemuan terakhir dengan Mak Itam yg ternyata menyimpan sejarah panjang sebagai pengangkut batubara dari tambang batubara paling unik dunia, Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto.

Tahun 2019, aku menjadi saksi penetapan Tambang, plus mak Itam dan jalurnya sebagai Warisan Dunia UNESCO di Baku Azerbaijan.

*Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO

Baca Juga

Festival Gema Takbiran Sambut Lebaran di Tanah Datar
Festival Gema Takbiran Sambut Lebaran di Tanah Datar
MUI: 1 Syawal 1445 H Momentum Teguhkan Kebersamaan
MUI: 1 Syawal 1445 H Momentum Teguhkan Kebersamaan
Kementerian Agama akan menggelar Sidang Isbat (Penetapan) 1 Syawal 1445 H pada Selasa (9/4/2024). Sidang isbat tersebut bakal dilaksanakan di Auditorium HM.
Sidang Isbat Penetapan 1 Syawal 1445 H Digelar 9 April 2024
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah mengatakan, bahwa pihaknya membuka Posko Pelayanan Perhitungan Tunjangan Hari Raya (THR).
Kemnaker Buka Posko THR, Minta Pemerintah Daerah Lakukan Hal yang Sama
Seniman dan Anak Nagari Sumbar Rumuskan Rekomendasi untuk WTBOS
Seniman dan Anak Nagari Sumbar Rumuskan Rekomendasi untuk WTBOS
Penampilan Reog Ponorogo Subur Budoyo Memukau Penonton di Penutupan Galanggang Arang #6 Sawahlunto
Penampilan Reog Ponorogo Subur Budoyo Memukau Penonton di Penutupan Galanggang Arang #6 Sawahlunto