Merawat Literasi, Kampung Baca Bukik Ase Ajarkan Anak Berdamai dengan Alam

Merawat Literasi, Kampung Baca Bukik Ase Ajarkan Anak Berdamai dengan Alam

Anak-anak belajar di Kampung Baca Bukik Ase di bangunan berdinding bambu (Foto: Riki Chandra)

Langgam.id - Suatu pagi di hari Minggu, Habib disuruh ayah menjemput dua abangnya, Hamid (8) dan Hanif (10) yang sedang asik bermain dengan kawan sejawat, tak jauh dari kediaman. Namanya hari libur, bocah 5 tahun itu tampak bersungut-sungut menaati perintah ayah.

“Mau kemana yah? Nggak lama kan?,” tanyanya kepada ayah dengan dahi mengernyit sebelum beranjak pergi.

Sepertinya, murid TK Fadillah Amal Sungai Sapih itu, sudah punya agenda bermain dengan kawan sejawat. Dengan berat hati, tiga bocah itu pun berboncengan naik sepeda motor ayah, menuju Kampung Baca Bukik Ase yang berada di Kelurahan Gunung Sariak, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar).

Sesaat turun dari motor, seorang lelaki yang tidak dikenalnya langsung mempersilahkan ketiga bocah ini masuk ke pondokan Bukik Ase. Mereka seperti anak-anak yang sudah terbiasa bermain di sana. Padahal, itu kali pertama ketiganya menginjakkan kaki di Bukik Ase.

Riuh anak-anak membuat bocah-bocah ini tak canggung bergabung. Tak sampai lima menit, mereka terlihat sudah khidmat membaca buku bersama puluhan anak lainnya yang sibuk dengan agenda berkelompok. Lucunya, setelah tiga jam lamanya di Bukik Ase, giliran bocah-bocah itu yang enggan beranjak saat ayahnya mengajak pulang.

“Nanti ke sini lagi. Ayah harus pulang. Ada gotongroyong musala," kata ayahnya, Taufik (41) memberikan pengertian.

Taufik adalah satu dari sekian banyak orang tua yang ingin anaknya belajar tanpa sekat pendidikan formal. Apalagi, konsep belajar di hari libur yang dicanangkan Kampung Baca Bukik Ase. Baginya, mematrikan cinta ilmu kepada anak memang harus dimulai sedini mungkin.

“Di usia SD-lah kita bisa mendontrinkan pentingnya belajar kepada anak. Jika mereka sudah dewasa, tentu pola dan caranya sudah berbeda. Makanya, saya getol membawanya ke sini untuk belajar mengenal diri sejak kecil. Artinya, ilmu itu terbentang di alam luas. Tidak saja di ruang kelas. Bukik Ase ini salah satunya,” katanya.

Kampung Baca Bukik Ase cukup jauh dari riuh kendaraan Kota Padang. Paling tidak, sekitar 3 kilometer dari Bypass Padang. Letaknya persis di lereng Bukit Ase, Macang Gadang, Kelurahan Gunung Sariak, Kecamatan Kuranji. Lerengnya diapit gunung Sariak dan Bukit Lantiak. Ada pula Surau "Rumah Gadang" yang menjadi gerbang masuk menuju area belajar Bukik Ase. Sejuk pastinya.

Area belajarnya tidak terlalu luas. Ada dua pondok belajar yang keduanya beratap rumbia bertiang bambu. Satu pondok bernama ‘Munggu Kaciak' dan satunya lagi disematkan nama 'Alun Parindu'. Di sini, belajar di mulai pukul 09.00 WIB setiap hari Minggu. Semua anak-anak dibebaskan datang. Mulai dari tingkat SD, SMP hingga SMA. Syaratnya cuma satu; mau belajar.

Salah seorang warga Gunuang Sarik, Junida (50) mengatakan, keberadaan Kampung Baca Bukik Ase telah membuka mata masyarakat tentang pentingnya wadah pendidikan non formal. Semula, ia sempat ragu mengizinkan anaknya belajar di Bukik Ase. Lama-kelamaan justru ia yang nyiyir menyuruh anaknya berproses di hari libur di kampung baca.

“Anak-anak jadi terarah. Tidak berkeliaran di hari libur. Kami sangat bersyukur kampung baca ini hadir,” katanya.

Abdul namanya anaknya belajar di Bukik Ase. Menurutnya, sejak menimba ilmu di sana, bakat anak anak keempatnya mulai terlihat. Selama anaknya justru terlihat malu dan tidak melihatkan keinginan terhadap sesuatu yang digemarinya.

“Anak saya gemar di dunia musik dan seni. Selama ini tidak tersalurkan. Alhamdulillah, kreatifitasnya kian tampak selama belajar di Bukik Ase,” cerita ibu empat orang anak itu.

Selama ini, Junida kerap nyinyir menyuruh anaknya belajar. Dia berusaha keras agar anak-anaknya tidak terjangkit ‘virus’ game online dan internet. Namun entah kenapa, sejak bergabung di kampung baca, anaknya justru kian gemar membaca tanpa disuruh dan dipaksa.

“Polanya menarik. Ini wadah yang sangat membantu kami orang tua untuk mengarahkan anak agar tidak malas menimba ilmu,” katanya.

Di Bukik Ase ini, setiap anak tidak diperbolehkan memanggil abang atau kakak kepada yang lebih besar. Siswa SD harus memanggil ‘Uda’ kepada siswa lelaki SMP dan ‘Uni’ untuk perempuan. Begitu seterusnya.

“Gaya bercakapnya memang harus dengan bahasa Minang," kata salah seorang relawan Kampung Baca Bukik Ase, Yuri Gita Putri pada langgam.id, pekan lalu.

Gadis 22 tahun itu adalah satu dari tujuh relawan mengajar di Bukik Ase. Sepeser pun mereka tak digaji. Menurutnya, tantangan mengajar di Kampung Baca ini terletak pada tingkatan pendidikan. Sebab, tidak ada batasan sekolah untuk belajar di ‘rumah’ literasi itu. SD, SMP dan SMA, semua disejajarkan.

Yuri sendiri melatih anak-anak belajar bahasa inggris. Menurutnya, mayoritas SD di sekitar Bukik Ase tidak mengajarkan siswa-siswi berbahasa Inggris. “Agak sulit juga. Tapi kami coba terus mengajarkannya,” kata lulusan Agri Bisnis Universitas Andalas (Unand) itu.

Kampung Baca ini juga wadah berlatih randai (teather asli Minangkabau), silek tradisi, tari-tarian Minangkabau. Pagi hari, anak-anak belajar bahasa inggris. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan mendongeng. Lalu, latihan menari, silek dan randai dengan guru-guru yang mumpuni di bidangnya. “Usai salat dzuhur, kami juga bantu siswa mengerjakan tugas sekolah,” katanya.

PAUD Gratis

Geliat Kampung Baca Bukik Ase sudah berlangsung hampir satu tahun. Namun, gagasan dan upaya menjadikannya taman baca sudah dimulai sejak tahun 2017 silam. Saat itu, areal Bukik Ase yang kini sejuk di bawah rumpun bambu, masih berbalut semak-belukar alias rimba.

Berangsur satu persatu-satu. Mulai dari pendataran lokasi, membuat tempat berjenjang. Ada sasaran silek, lingkaran randai yang semuanya masih beralas tanah. Nyaris semula tak satupun ada di sana, kecuali hanya Surau Rumah Gadang yang juga belum sempurna.

Lampiran Gambar

Anak-anak PAUD gratis Bukik Ase sedang menikmati makanan di sela-sela belajar (Foto: Riki Chandra)

Seiring waktu, Bukik Ase mulai dilengkapi berbagai sarana. Awalnya sebuah pustaka baca yang berada di samping Surau. Selain bacaan untuk anak-anak, pustaka tersebut juga didominasi dengan buku-buku yang menyoal tentang budaya Minangkabau.

Saat ini, Kampung Baca Bukik Ase juga memiliki Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Konon, sekolah untuk balita ini mulai berjalan sejak Juli 2019. Paling tidak, sekitar 32 orang anak telah rutin belajar setiap hari di PAUD Bukik Ase.

“Materinya sama dengan anak-anak PAUD lainnya. Tapi alat peraganya kita lebih banyak ke alam,” kata Yuri yang juga mengajar di PAUD tersebut.

Khusus untuk anak PAUD, dirinya mengaku belum mengajarkan materi bahasa Inggris. Sebab, proses belajar yang berlangsung Senin-Jumat dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB itu, lebih dominan bermain.

“Bedanya, PAUD biasanya di dalam ruangan tertutup. Sedangkan di sini justru di alam terbuka,” katanya.

Kepala PAUD Bukik Ase Yunida mengatakan, ide menghadirkan PAUD ini berawal dari harapan masyarakat di sekitar Sungai Sariak. Mereka ingin menyekolahkan anak-anak di PAUD, namun terkendala biaya. Lalu, ia pun menyampaikan hal tersebut kepada sejumlah inisiator Kampung Baca Bukik Ase.

“Banyak anak-anak usia PAUD yang tidak mendapatkan pendidikan usia dini. Kalau mau sekolah di PAUD, biaya tinggi, sedangkan ekonomi masyarakat di sini masih sangat rendah,” katanya.

Gayung pun bersambut. Inisiator Kampung Baca Bukik Ase setuju dengan usulan tersebut. Sejak saat itu, mulailah disusun konsep dan siapa-siapa saja yang akan mengajar di PAUD tersebut. “Kami tidak pikirkan bayaran. Terpenting anak-anak di sini bisa juga menikmati bagaimana rasanya sekolah di PAUD,” katanya.

Hal itu dibenarkan salah satu inisiator Kampung Baca Bukik Ase, Yusrizal KW. Keberadaan PAUD gratis itu memang berawal dari kerisauan terhadap pendidikan anak-anak. Semula, anak yang dijanjikan untuk sekolah PAUD hanya sekitar 10 orang.

“Saya bilang, oke. Tau-taunya membludak lebih 30 orang. Tentu saya bingung. Kemana mau cari uang untuk melengkapi fasilitasnya,” cerita lekaki yang karib disapa Om KW itu.

Melihat realita semangat yang begitu besar, mau tidak mau, ia pun memutar otak untuk mewujudkan harapan tersebut. Sebab menurutnya, pendidikan anak usia dini memang sangat penting. “Pembentukan karakter generasi ya di mulai sejak dini,” terangnya.

Lantas, ia pun membicarakan hal itu kepada sejumlah kolega, kawan dan orang-orang yang peduli terhadap pendidikan anak. Alhasil, donasi pun berdatangan. Akhirnya, PAUD Bukik Ase bisa menggratiskan semua biaya. Bahkan, tiga style baju untuk anak-anak didik juga digratiskan.

“Hanya untuk makanan mereka bayar sekitar Rp2.500 sehari. Semua dibantu kawan-kawan yang juga terenyuh mendengar harapan untuk sekolah ini,” ceritanya.

Paling tidak, lanjut Yusrizal KW, tiga bulan lamanya ia menyiapkan PAUD itu sebelum aktif belajar. Para relawan Bukik Ase pun dimina untuk studi banding ke sejumlah PAUD di Kota Padang. Tujuannya adalah mempelajari kurikulum dan akan diterapkan di PAUD Bukik Ase.

Saat ini, ia juga sedang menyiapkan itik petelor yang diyakini mampu membantu pembiayaan PAUD Bukik Ase. “Niat saya, selamanya PAUD ini digratiskan. Sehingga, semua anak-anak mengenyam pendidikan PAUD di sini,” katanya.

Wujudkan Generasi Berkarakter

Semua anak-anak dibebaskan untuk bergabung di Bukik Ase tanpa kecuali. Sebab, selain untuk melahirkan generasi cinta buku, kampung baca ini juga ingin melestarikan dan mewariskan budaya pada generasi Minang selanjutnya.

“Bagaimana silek tidak hilang, randai tidak lenyap, itulah tujuan kami menghadirkan ini," sebut guru Silek Kampung Baca Bukik Ase, Zulhelman Pandeka Dirajo.

Lelaki yang akrap disapa Pandeka juga salah satu penggagas lahirnya Kampung Baca Bukik Ase. Menurutnya, kehadiran kampung baca ini tidak terlepas dari dorongan dan semangat para inisiator.

Semula, sangat sulit menghadirkan anak-anak ke kampung baca ini. Bahkan, hanya 10 orang dan itu pun dijemput ke rumah masing-masing. Salah satu penyebab malasnya anak-anak ke sini adalah faktor Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat sekitar yang masih terkategori rendah. Sehingga takut dan curiga terhadap sebuah pembaruan.

"Tantangan terberat pertama, ya meyakinkan orangtua anak-anak bahwa, tempat ini akan mendatangkan banyak manfaat. Jadi, daripada anaknya main ke sana-sini di hari libur, alangkah baiknya belajar di Kampung Baca," sebut ayah tiga anak itu.

Senada dengan itu, Suardi Dt Rajo Basa mengatakan, tujuan hadirnya wadah pelestarian budaya ini adalah untuk menjaga identitas Minangkabau. Jangan sampai budaya yang dimiliki hari ini, lenyap di masa mendatang. "Jalan agar budaya tetap terjaga tentu diwariskan. Konsep ini sudah saya miliki jauh sebelum pensiun," kata Dt Rajo Basa.

Untuk melegalkan administrasi, Dt Rajo Basa pun membentuk lembaga Warisan Budaya Minang. Di bawah lembaga itulah bernaung kampung baca, sasaran silek, randai dan yang kegiatan kebudayaan lainnya di Bukik Ase.

"Ini investasi masa depan anak Minangkabau. Hasilnya tidak akan tampak cepat. Tapi akan kita rasakan 20 tahun yang akan datang," kata Datuak.

Pemangku adat Minangkabau harus berfikir jauh ke depan dan konstruktif. Sebab, masa berganti, hidup menuju mati. Warisan budaya akan kekal sampai dunia kiamat jika tetap terus dirawat. “Makanya, tidak kami batasi anak-anak yang ingin belajar. Asalkan orang tuanya tersentuh, kami terima dengan senang hati," bebernya.

Yusrizal KW melanjutkan, Kampung Baca Bukik Ase merupakan titik awal menuju Nagari literasi Minangkabau. Kawasan ini kelak menjadi percontohan pusat literasi Minangkabau.

Sastrawan kelahiran Padang itu menguraikan, kampung baca ini dibangun berdasarkan potensi yang bibitnya ada di tengah masyarakat Minangkabau. Namun, bagaimana bibit tersebut disemai dan terus tumbuh.

“Tujuan akhirnya tentu merawat budaya. Generasi berkarakter sesuai dengan konsep pendidikan berkarakter. Di sini ada latihan randai siang hari, silek dan tari-tarian Minang lama. Tapi, ini bukan sanggar," kata yang sebelumnya juga sukses menggagas rumah baca Tanah Ombak.

Di Kampung Baca Bukik Ase, lanjut Yusrizal, semua diajarkan sesuai kebiasaan tetua Minangkabau dahulunya. Bahkan, selain randai dan kesenian Minang lainnya, anak-anak, termasuk masyarakat sekitar diberikan wejangan tausyiah Jumat petang.

Kampung Baca ini, terang Yusrizal, berbeda jauh dengan komunitas lainnya. Sebab, di sini (Bukik Ase), semua unsur dilibatkan. Di Bukik Ase, semua unsur keluarga terlibat. Mulai dari anak, orang tua, tokoh adat dan masyarakat.

"Konsepnya ingin menjadikan Bukik Ase eksperimen menuju Nagari literasi Minangkabau percontohan di Ranah Minang," katanya. (RC)

Baca Juga

Pemko Padang Gelar Pelatihan Public Speaking, Perkuat Tenaga Pendamping UKM
Pemko Padang Gelar Pelatihan Public Speaking, Perkuat Tenaga Pendamping UKM
Padang Kembali Gelar Pasar Siti Nurbaya
Padang Kembali Gelar Pasar Siti Nurbaya
Abrasi Kian Mendesak Pasir Jambak, Rumah dan Pondok Wisata Semakin Terancam
Abrasi Kian Mendesak Pasir Jambak, Rumah dan Pondok Wisata Semakin Terancam
Komandan Korem (Danrem) 032 Wirabraja, Brigjen TNI Rayen Obersyl
Prajurit Yonif 133/YS Padang Gugur Diserang KKB di Papua, Jenazah Tiba di Bandara Minangkabau Malam Ini
Balaikota Padang Kini Punya KPN Mart
Balaikota Padang Kini Punya KPN Mart
Pemko Padang menerima dana insentif fiskal kinerja tahun 2023 kategori penghapusan kemiskinan ekstrem dari pemerintah pusat Rp5,3 miliar
Padang Terima Insentif Fiskal Kinerja Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Rp5,3 M