Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Pulik, Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat tiga tahun belakangan senantiasa melaporkan bahwa ada maladministrasi dalam pelaksanaan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada satuan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Sumatera Barat.
Ombudsman menilai, jalur zonasi yang diterapkan tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permdendikbud) dan pelaksanaan seleksi PPDB tidak menyediakan jalur afirmasi bagi siswa yang orangtua nya tergolong tidak mampu.
Saya ingat sekali, selaku Asisten Ombudsman dan pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan selama hampir dua tahun, dalam kerja-kerja pengawasan PPDB, dalam berbagai kesempatan harus beradu argumen dengan penyelenggara, bahkan tak jarang harus jawab-berjawab di berbagai media dengan pejabat daerah, karena menilai pelaksanaan seleksi PPDB khususnya SMA berpotensi maladministrasi atau menyimpang dari ketentuan yang ada.
Kendati saya tahu, bukan berarti tidak ada hasil dari pengawasan atau perbaikan yang telah dibuat oleh pemerintah daerah, banyak perbaikan yang telah dilakukan. Diantaranya transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan seleksi PPDB lebih terjamin karena pada umumnya telah dilaksanakan dalam jaringan (daring) atau online, PPDB mandiri bagi sekolah yang dianggap unggul telah dihapus karena dinilai sebagai salah satu bentuk diskriminasi dalam dunia pendidikan dan tidak adanya lagi berbagai jenis pengutan liar (pungli) pada saat pelaksanaan seleksi PPDB.
Bagi kepala sekolah, perbaikan ini sangat menggembirakan, karena kepala sekolah tidak perlu lagi “dibujuk” oleh oknum orang tua, tokoh masyarakat atau oknum pejabat, yang meminta agar anaknya tetap diterima, kendati tidak memenuhi syarat, karena sekarang sistem yang dibuat sudah sangat transparan.
Jalur Zonasi
Jalur zonasi adalah jalur yang disediakan bagi peserta didik yang telah tinggal dalam satu zona selama minimal satu tahun, dibuktikan dengan kartu keluarga atau surat keterangan dari ketua RT/RW. Jadi, pada jalur zonasi nilai UN tidak digunakan sebagai penentu apakah calon siswa peserta didik diterima atau tidak, tapi dilihat berdasarkan kedekatan rumah dan sekolah.
Namun prakteknya tahun lalu, Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat malah membagi zonasi sesuai dengan wilayah administratif, kabupaten/kota atau gabungan dua kabupaten dan kota. Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat membuat sembilan zona. Sebagai contoh, Kota Padang dibuat satu zona, Kota Padang Panjang dan Kabupaten Tanah Datar digabung menjadi satu zona, dalam zona dimaksud yang diseleksi tetap nilai UN, bukan jarak rumah dengan sekolah. Pembagian zona dan proses seleksi yang tampak mudah, ketimbang harus duduk bersama, melibatkan banyak pihak guna menentukan secara ketat jarak rumah dan sekolah dibuktikan dengan kartu keluarga atau surat keterangan dari ketua RT/RW, untuk kemudian diterapkan dalam pelaksanaan seleksi PPDB.
Argumen yang sering dimunculkan, jalur zonasi belum bisa diterapkan karena produk kebijakan lama telah terlanjur membuat persebaran sekolah dengan segenap fasilitas dan tenaga guru timpang atau tidak merata. Sekolah-sekolah terbaik dengan fasilitas terbaik, kepala sekolah dan guru-guru terbaik terlanjur berada di kota. Padahal tadinya, tujuan utama dari jalur zonasi adalah menghentikan atau memperbaiki keterlanjuran atau ketimpangan dimaksud. Kebijakan zonasi kemudian akan diikuti dengan kebijakan pemerataan sarana/prasarana pendidikan, menata ulang penempatan kepala sekolah/guru.
Selain itu, jalur zonasi secara otomatis juga medorong pemerataan anggaran Bantuan Operasional Sosial (BOS), yang penentuan jumlahnya ditentukan oleh jumlah siswa, semakin banyak siswa maka anggaran BOS akan semakin besar, dengan sendirinya sekolah-sekolah yang berada di pinggir kota daya tampungnya akan terisi penuh, para siswa tidak perlu lagi sekolah ke kota, karena mesti mendaftar di sekolah dalam zona, yang ditentukan oleh kedekatan jarak lokasi rumah dan sekolah.
Seperti ingin mengakomodir penolakan tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan setiap tahunnya terus mengurangi kuota jalur zonasi, dan menaikkan persentase kuota jalur prestasi. Tahun ini, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, jalur zonasi tinggal 50 persen saja dari keseluruhan daya tampung sekolah. Sementara, kuota jalur afirmasi untuk siswa yang tidak mampu jumlahnya tetap, minimal 15 persen dan jalur perpindahan orang tua minimal 5 persen, sisanya untuk jalur prestasi, yang kira-kira jumlah sampai 30 persen dari daya tampung sekolah.
Menunggu Sumbar
Pelaksanaan seleksi PPDB tahun ini, publik masih menunggu kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat dalam pelaksanaan PPDB. Adib Alfikri, selaku Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat mengatakan pembukaan PPDB masih menunggu proses pengesahan Peraturan Gubernur (Pergub), yang saat ini prosesnya masih diverifikasi oleh Kementerian Dalam Negeri. Adib menegaskan, selain dilaksanakan secara online atau daring, PPDB tahun ini juga dilakukan dengan sistem zonasi tempat tinggal sesuai Permendikbud, kebijakan ini patut ditunggu.
Saya pribadi memang belum melihat draf Pergub diajukan ke Mendagri, namun kendatipun nanti kembali tidak sejalan dengan Permendikbud. Saya berharap, kali ini Mendagri tidak mentolerir kebijakan ini. Dengan kewenangan yang ada, diharapkan Mendagri bersikap tegas mengembalikan draf Pergub, memaksa daerah untuk menyesuaikan dengan kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah Pusat.
Saya sangat yakin, kuota 50 persen jalur zonasi dan akses 15 persen minimal untuk yang tidak mampu bisa diterapkan. Kebijakan itu telah disesuaikan dengan kemampuan daerah yang ada, untuk kemudian kita bisa mulai mengurai kesenjangan kualitas pendidikan yang terlanjur berpusat di kota, agar cita-cita perluasan akses layanan pendidikan dan pemerataan mutu pendidikan sampai ke kampung-kampung dan pinggiran kota dapat tercapai. Semoga.
Adel Wahidi, Kepala Keasisten Bidang Pencegahan Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat