Mengunjungi Rimbo Tolang, "Kampung Rang Bunian" di Dharmasraya

Mengunjungi Rimbo Tolang, "Kampung Rang Bunian" di Dharmasraya

Salah satu pohon besar di Rimbo Tolang, Dharmasraya. (Foto: Irwanda)

Langgam.id - Jalan tanah bercampur kerikil dengan tanjakan ekstrem menjadi tantangan awal memasuki Rimbo Tolang di Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat.

Hutan adat yang telah dapat pengesahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu, terletak di Jorong Diateh, Nagari Koto Besar, Kecamatan Koto Besar.

Jaraknya, sekitar 60 kilometer di tenggara Pulau Punjung, Ibu Kota Kabupaten Dharmasraya. Untuk mencapainya, dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam, dengan mengendarai mobil atau sepeda motor.

Berbatas langsung dengan pemukiman penduduk Nagari Koto Besar, Rimbo Tolang terlihat tak biasa. Di zaman seperti sekarang, akan jarang ditemui hutan dengan pohon-pohon besar berdiameter sekitar tiga meter berbatas langsung dengan perkampungan.

Semua itu nyata di Rimbo Tolang. Pemandangan hutan alami itu terlihat pada Minggu (27/10/2019) lalu, saat langgam.id beserta sejumlah jurnalis mengunjungi hutan tersebut.

Selain indah, hutan seluas 18 hektare itu terlihat lebat. Pohon-pohon besar berdiameter 2-3 meter dengan tinggi puluhan meter kokoh berdiri.

Beberapa pohon yang tumbang dibiarkan masyarakat melapuk, tanpa diambil kayunya. Hutan itu sama sekali tak "diganggu".

Wali Nagari Koto Besar Eko Nuris yang mendampingi para jurnalis mengunjungi hutan tersebut menyebutkan, pohon paling besar di hutan itu dikenal masyarakat setempat dengan nama Pohon Kompe.

Selain jenis itu, menurutnya, ada sekitar 300 jenis pohon di Rimbo Tolang. Di areal seluas 18 hektare tersebut, terdapat sekitar 2.700 batang pohon. Beberapa di antaranya, merupakan jenis-jenis pohon langka dan bahkan hanya ada di kawasan itu.

Ia mengungkapkan, terjaganya kawasan hutana adat itu, berkat kearifan lokal yang hidup dalam keseharian masyarakat Koto Besar. Menjaga hutan bagi masyarakat setempat, merupakan bentuk penghargaan terhadap nenek moyang.

Menurutnya, kepercayaan yang hidup di masyarakat menyebutkan, nenek moyang mereka yang bergelar Datuk Pangulu Mudo bersama kaumnya masih tinggal di hutan tersebut. Namun, dalam dimensi alam yang berbeda.

Dari kisah yang diterima Eko, hutan ini telah ada sejak 250 tahun silam. Pada saat itu, Datuk Panghulu Mudo tinggal di pemungkiman masyarakat sekarang. Ia kemudian pindah ke wilayah Rimbo Tolang, namun tinggal dalam dimensi alam yang berbeda.

Masyarakat setempat menyebutnya sebagai "orang bunian". Dan, dipercaya, masih tinggal sampai saat ini di dalam hutan meskipun tak terlihat.

"Ini istilahnya bukan cerita mistis, tapi cerita masa dahulunya. Nenek moyang di nagari yang kami tinggali sekarang di sanalah dulunya beliau tinggal. Jadi nenek moyang kami meminta untuk kami sekarang yang tinggal di nagari sini," cerita Eko.

Saat itu, menurutnya, ada perjanjian agar masyarakat yang tinggal di Nagari Koto Besar tak mengusik Rimbo Tolang dan Rimbo Ubau. Dua hutan ini mengapit perkampungan penduduk di nagari itu.

Bukan hanya tak mengusik, juga ada "kearifan" di Nagari Koto Besar untuk selalu berhubungan dengan Datuk Pangulu Mudo yang mewakili kaumnya di Rimbo Tonang. Dalam acara apapun, masyarakat mengundang saudara di Rimbo Tonang itu, melalui orang-orang tertentu yang dinilai bisa menghubungkan.

"Setiap apapun acara di nagari, memanggil beliau. Ditunjuk yang bisa berkomunikasi dengan beliau yaitu Tuanku Manaro. Jadi setiap acara dan pesta di rumah tetap memanggil, istilahnya bapago," tuturnya.

Hal tersebut, menurutnya, merupakan bentuk penghormatan masyarakat setempat. Orang-orang tertentu, menurut Eko, bisa melihat dengan mata batin aktivitas masyarakat di Hutan Adat Rimbo Tolang

Eko mengatakan, tak bisa sembarangan masuk ke kawasan hutan itu. Setiap pengunjung harus mematuhi berbagai aturan. Di antaranya, bersikap sopan dalam bicara hingga dilarang buang air air kecil maupun besar sembarangan. Termasuk, tidak boleh sembarang membuang sampah. "Masuk ke hutan harus sopan," kata Eko.

Menurutnya, hingga kini, masyarakat setempat tak berani melanggar aturan. Termasuk, merusak isi hutan seperti melakukan pembalakan liar. Sebab, kata Eko, menurut cerita nenek moyang mereka telah bersumpah apabila ada yang merusak hutan, hidup mereka tidak akan berkah.

"Kepercayaannya begitu, apabila dilanggar. Ini hukum alam. Dulu yang berjanji nenek moyang dan kami berjanji saling melindungi dan menjaga. Apabila ada yang melanggar istilah pepatah Minang, disimpangkan. Jadi kami masyarakat mempercayai sumpah itu sampai sekarang," katanya.

Apabila ada yang melanggar sumpah, lanjut Eko, dipercaya hidupnya akan susah terus dan tidak berkah. "Perjanjian orang dulu tulus, sumpah itu berlaku," ujarnya.

Kearifan lokal tersebut, menurutnya, membuat hutan Rimbo Tolang tetap dijaga oleh masyarakat dari tangan-tangan jahil. Tak ada yang berani menebang pohon dan memanfaatkannya untuk kepentingan komersil.

"Kami tidak terlalu fokus hasil di dalam hutan. Masyarakat kami hanya fokus ke perkebunan," cetusnya.

Kini, selain fokus dalam mengidentifikasi nama pohon yang ada di hutan adat Rimbo Tolang, pihak nagari juga tengah berupaya menjadikan hutan tersebut sebagai kawasan edukasi bagi generasi penerus. Dan juga, mencari tanaman endemik di dalam dengan pemasangan kamera trap dalam waktu dekat.

Selain hutan adat Rimbo Tolang, di Nagari Koto Besar juga terdapat hutan lainnya di Jorong berbeda. Hutan tersebut bernama Hutan Adat Rimbo Ubau dengan luas 17 hektare. (Irwanda/HM)

Baca Juga

Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB Dharmasraya bersama Civitas Akademika Kampus
Dinsos Dharmasraya Bersama Kampus III Unand Laksanakan Kegiatan Pengabdian Masyarakat
Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB Martin Efendi menyerahkan bantuan sosial
Dinsos Dharmasraya Serahkan Bantuan Bagi Korban Kebakaran di Nagari Sungai Dareh
Bupati Dharmasraya, Sutan Riska Tuanku Kerajaan mengatakan bahwa pemerintah daerah selama kepemimpinannya sudah berusaha agar terjadi
Meski Pelayanan Sudah Baik, Sutan Riska Ngaku Masih Terima Keluhan Soal RSUD Sungai Dareh
DPRD Kabupaten Dharmasraya menggelar rapat paripurna dalam rangka penyampaian nota penjelasan bupati terkait Rancangan Peraturan Daerah RPJPD
Bupati Dharmasraya Sampaikan Nota Penjelasan Ranperda RPJPD Tahun 2025-20245
DPRD Dharmasraya menggelar rapat paripurna RPJPD lanjutan, Jumat (19/7/2024). Rapat paripurna ini dibuka langsung oleh Wakil Ketua DPRD
Sekda Dharmasraya Sampaikan Jawaban Bupati Atas Pandangan Umum Fraksi DPRD tentang RPJPD
Kejaksaan Negeri Dharmasraya akan menggelar event yang diberi tajuk Adhyaksa Fair 2024 di Pelataran Parkir Kejaksaan Negeri Dharmasraya,
Peringati Hari Bhakti Adhiyaksa ke-64, Kejari Dharmasraya Gelar Adhiyaksa Fair