Menghidupkan Koperasi, Membangun Ekonomi Ranah Minang dari Akar Rumput

EKONOMI Indonesia sedang menapaki masa pemulihan yang cukup pelik. Ya, di atas kertas, semuanya terlihat baik-baik saja. Namun di bawah permukaan, denyut ekonomi rakyat kecil masih lemah dan bukan berarti tidak tumbuh.

Di pasar-pasar tradisional, di sawah, di bengkel pinggir jalan, perputaran uang berjalan lambat dan belum terasa meningkat. Kondisi ini terjadi di Sumatera Barat. Bahkan, data dari ulasan media Bisnis Indonesia Sumatra mengungkap fakta bahwa banyak tenaga kerja formal yang beralih menjadi petani atau pedagang kecil karena sektor itu dianggap lebih “aman” dari guncangan harga.

Pertanian dan perdagangan mikro tetap menjadi "tulang punggung" ekonomi daerah, namun masih kesulitan permodalan. Kita sadar, di tengah geliat UMKM dan maraknya program digitalisasi, ekonomi masyarakat "akar rumput" belum punya wadah yang kokoh untuk tumbuh bersama.

Padahal, kalau mengingat sejarah, perekonomian bangsa ini justru lahir dari semangat kebersamaan. Dari sistem yang berpihak pada rakyat kecil. Koperasi misalnya, wadah yang hadir bukan sekadar sebagai lembaga ekonomi, namun ideologi gotong royong yang diwujudkan dalam bentuk ekonomi kerakyatan. Koperasi lahir dari keyakinan bahwa kesejahteraan tidak boleh dimonopoli segelintir orang.

Sayangnya, dalam satu dakade terakhir, koperasi di Indonesia, termasuk di Ranah Minang, lama terjebak dalam kondisi “mati suri”. Menurut data Dinas Koperasi dan UKM tahu 2024, dari 4.220 koperasi di Sumbar, hanya 56 persen yang masih aktif. Banyak yang vakum karena berbagai alasan. Mulai dari manajemen lemah, tak punya pasar, atau sekadar dijadikan alat proposal bantuan.

Padahal, kalkulasi sederhananya, satu koperasi saja bisa memberdayakan minimal lima orang pengurus dan menyerap puluhan tenaga kerja. Jika 1.000 koperasi saja berjalan efektif, bisa lahir ratusan lapangan kerja baru setiap bulan. Sayangnya, koperasi sering hanya jadi papan nama, bukan sebagai mesin ekonomi.

Kita sering lupa. Koperasi bukan milik pemerintah, tapi milik rakyat yang mau bergerak bersama. Kini, Presiden Prabowo Subianto mencoba menghidupkan kembali semangat itu. Dalam dokumen visi nasional Asta Cita, salah satu pilar utama pembangunan ekonomi adalah menggerakkan ekonomi dari bawah melalui Koperasi Merah Putih (KMP).

Program KMP bukan basa-basi. Pada pertengahan 2025, pemerintah mulai membentuk 80.081 Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih di seluruh Indonesia. Setiap koperasi didesain untuk memperpendek rantai distribusi, memperkuat akses pangan, dan memutus ketergantungan masyarakat dari pinjaman online atau tengkulak.

Di Sumatera Barat, sedikitnya 1.265 koperasi akan aktif dalam waktu dekat. Koperasi tersebut lahir dari gabungan koperasi lama yang direvitalisasi dan koperasi baru yang dibentuk lewat program KMP. Pemerintah bahkan menyiapkan platform modal hingga Rp 3 miliar per koperasi. Bayangkan, jika seribu koperasi ini hidup, akan ada miliaran rupiah uang beredar di pelosok nagari-nagari di Sumbar.

Gagasan ini bukan hal baru. Dalam bukunya Paradoks Indonesia, Prabowo menulis bahwa bangsa ini kaya sumber daya, tapi banyak rakyatnya miskin karena ekonomi hanya tumbuh di atas dan tidak di akar. Maka, koperasi menjadi jembatan untuk pemerataan ekonomi yang tumbuh dari bawah, bukan menetes dari atas.

Warisan Bung Hatta dari Tanah Minang

Bagi orang Minang, koperasi bukan barang asing. Bapak Koperasi Indonesia itu orang kita sendiri, yakni Mohammad Hatta alias Bung Hatta. Dia percaya, koperasi adalah perwujudan paling murni dari sila kelima Pancasila: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bahkan, di Kongres Koperasi 1953 di Bandung, Bung Hatta menegaskan bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berlandaskan tolong-menolong atau gotongroyong.

Pernyataan itu bukan teori. Itu adalah peringatan abadi. Bung Hatta tahu, jika rakyat tidak punya wadah untuk bekerja sama, maka ekonomi akan dikuasai segelintir orang, dan kemerdekaan ekonomi hanya akn menjadi mitos. Tak berlebihan bila kita berkata: seharusnya kebangkitan koperasi nasional dimulai dari Sumatera Barat. Dari tanah kelahiran Bung Hatta sendiri.

Data menunjukkan, peluang itu terbuka lebar. Kini tinggal bagaimana 1.265 koperasi baru yang akan dihidupkan bisa meniru semangat yang sama. Kuncinya ada pada sumber daya manusianya.

Bagi saya, pengurus dan pendamping koperasi harus punya tiga jiwa. Pertama, jiwa organisasi. Bagaimana mereka bisa tertib dalan administrasi dan tentunya akuntabel.

Kedua, harus punya jiwa sosial. Mereka harus peka terhadap kesejahteraan anggota. Ketiga, wajib punya jiwa entrepreneur karena mereka akan dituntut inovatif hingga berani mengambil peluang. Pada akhirnya, koperasi tanpa tiga jiwa tersebut bagaikan kapal tanpa nakhoda.

Muhammadiyah dan Koperasi Umat

Sebagai bagian dari Muhammadiyah, saya percaya bahwa kebangkitan koperasi juga harus disertai kebangkitan moral dan etika ekonomi. Di tubuh Persyarikatan, sudah ada Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM), jaringan koperasi syariah yang tersebar di seluruh Indonesia.

BTM bukan hanya lembaga simpan pinjam, tapi wadah pembelajaran ekonomi berbasis syariah dan solidaritas. Sudah banyak contoh yang membuktikan bahwa koperasi bisa tumbuh sehat tanpa meninggalkan nilai-nilai keislaman.

Kita tidak sedang mulai dari nol. Kita hanya sedang menyalakan kembali api yang sempat padam. Api yang dulu dinyalakan Bung Hatta, kini diteruskan Presiden Prabowo lewat Asta Cita. Penjaganya tentu semua kita yang berada di daerah.

Sumbar punya semua modal. Budaya gotong royong, basis ekonomi mikro yang kuat, dan sejarah panjang koperasi. Sekarang tinggal kemauan untuk menjadikannya kenyataan.

Jika koperasi hidup di setiap nagari, ekonomi rakyat akan tumbuh dari akar. Jika ekonomi rakyat tumbuh dari akar, maka Indonesia akan kuat sampai ke pucuk. Dan saat itulah, cita Prabowo menyatu di satu titik: kesejahteraan rakyat yang tumbuh dari bawah, oleh rakyat, untuk rakyat. (***)

Gun Sugianto – Ketua Majelis Ekonomi PW Muhammadiyah Sumatera Barat

Baca Juga

Menkeu Bakal Simpan Dana di Bank Daerah, Ekonom: Pemprov Sumbar dan Bank Nagari Harus Gercep
Menkeu Bakal Simpan Dana di Bank Daerah, Ekonom: Pemprov Sumbar dan Bank Nagari Harus Gercep
Presiden Prabowo Lantik Putra Asal Tanah Datar Dony Oskaria Jadi Kepala BP BUMN
Presiden Prabowo Lantik Putra Asal Tanah Datar Dony Oskaria Jadi Kepala BP BUMN
Lambatnya Pertumbuhan Ekonomi, Ekonom: Pemprov Sumbar Harus Serius Berbenah
Lambatnya Pertumbuhan Ekonomi, Ekonom: Pemprov Sumbar Harus Serius Berbenah
Asisten III Pemerintahan Provinsi Sumbar Medi Iswandi
Progul Nagari Kreatif Hub, Siasat Pemprov Urai Pertumbuhan Ekonomi Tidak Terpusat di Kota
Densus 88 Tangkap 3 Terduga Teroris Jaringan Pendukung ISIS di Sumbar
Densus 88 Tangkap 3 Terduga Teroris Jaringan Pendukung ISIS di Sumbar
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Cuaca Ekstrem di Sumbar
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Cuaca Ekstrem di Sumbar