Langgam.id - Gempa bumi yang bersumber dari perairan Mentawai, Sumatra Barat, Selasa (17/11) pagi, cukup mengagetkan warga Padang. Apalagi Padang yang terletak di pesisir barat Sumatra, bersentuhan dengan Samudera Hindia, gempa besar seringkali menghadirkan bayangan potensi tsunami.
Bayangan tsunami yang dipicu gempa besar (megathrust) kembali ditiupkan para ahli atau pihak terkait beberapa hari terakhir. Oleh media, prediksi lama itu kembali diamplifikasi.
Padahal soal potensi gempa besar yang bisa melahirkan tsunami di jalur megathrust sudah lama diingatkan oleh pakar gempa seperti Kerry Sieh dan Danny Hilman Natawidjaja.
Jalur megathrust adalah bagian dangkal suatu lajur subduksi yang mempunyai sudut tukik yang landai (di atas 60 km) dari batas antara lempeng yang menunjam (lempeng samudera di Hindia) dan lempeng di atasnya (lempeng benua).
Dari sepanjang jalur ini, Kerry Sieh dan Danny Hilman Natawidjaja memprediksi, megathrust di segmen Siberut berpotensi mengeluarkan energy sebesar 8,9 SR.Selain dari hasil penelitian, prediksi ini juga mengacu pada siklus gempa di zona yang sama.
Peneliti LIPI Danny Hilman Natawidjaja dalam suatu kesempatan di Padang mengatakan, gempa-gempa besar di segmen Mentawai pada abad 17 dan 18 akan berulang tiap 200 tahun hingga 300 tahun.
Sebab itu, gempa besar akan berpotensi kembali terjadi di Siberut dan Pagai Potensi ini mengemuka setelah publikasi hasil penelitian doctoral yang muncul di Journal of Geophisical ResearchtentangNeoTectonics of Sumatra Faulttahun 2000 danPaleo Geodesy of The Sumatra Subduction Zonepada 2004.
Potensi Sumatra Barat disapa tsunami, mendorong Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), memasang Tsunami Buoy di perairan barat sekitar kawasan Kepulauan Mentawai, sebagai komponen struktural pendeteksi tsunami, sejak 2006 silam.
Buoy adalah sebuah benda mengapung di air, terutama di air laut. Karena sebagai alat pendeteksi tsunami, maka benda mengapung itu dilengkapi sensor pendeteksi tsunami.
Buoy merupakan parameter tsunami terpenting dibanding alat lainnya. Buoy merupakan wahana pendeteksi tsunami yang mengapung di permukaan laut. Fungsinya untuk memberikan informasi level muka air laut ke pusat penerima di darat.
Menurut BPPT, Buoy merupakan salah satu komponen utama dalam sistem Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina TEWS).
Dari data yang dibeberkan BPPT, Tsunami Buoy yang dipasang sejak 2006, berjumlah 17 titik dari barat Sumatra hingga ke daerah perairan timur Indonesia. Salah satu lokasinya adalah perairan Mentawai, Sumatra Barat.
Mantan Kepala Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) BPBD Sumbar Ade Edward menjelaskan, alat pendeteksi tsunami yang ada di Sumbar awalnya Buoy di zona subdiksi yang berjumlah 2, alat ukur tinggi muka laut yang dipasang di setiap pelabuhan dan Mentawai, CCTV 1 unit,
dan jaringan seismograf.
Buoy sendiri punya dua pembagian, yaitu komponen struktural dan kultural. Dalam komponen struktural sendiri terdapat tiga bagian yang berperan yaitu seismometer yang dioperasikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), alat pasang surut yang dipasang di pantai-pantai dan dioperasikan oleh Bakosurtanal serta Tsunami Buoy.
Buoy yang sekarang dioperasikan di perairan Indonesia terdiri dari empat jenis, yaitu Buoy Tsunami Indonesia, Deep Ocean Assessment and Reporting Tsunamis (DART) Amerika, German-Indonesian Tsunami Warning System (GITWS) dan Buoy Wavestan.
Bouy sendiri berharga Rp3 miliar per unit. Dikatakan Ade, Buoy di Sumbar ada dua yakni Buoy Sumatera 3 dan Buoy Sumatera 4 yang dipasang sekitar Mentawai. Alat ini merupakan kerjasama pemerintah Indonesia (BPPT) Ristek dengan Jerman.
Tahun 2006 silam, Buoy ini sempat dinyatakan hilang, sebelum ditemukan kembali beberapa waktu setelah itu.
Namun, beberapa gempa dengan kekuatan tinggi di kawasan Sumatra Barat, Buoy nyatanya tidak mengirim lagi sensor untuk mengukur parameter potensi tsunami.
“Kita berharap ada pasokan data dari Buoy. Tapi kenyataannya sudah sejak 2011, kita tidak dapat pasokan data. Kita merasa Bouy sudah hilang,” ujar mantan Kepala Stasiun Geofisika BMKG Padang Panjang Rahmat Triyono, beberapa waktu silam.
Menurutnya, gempa Maret 2016, dimana BMKG mengumumkan ada potensi tsunami, berdasarkan permodelan dari parameter yang dipasok dari alat-alat milik BMKG.
Alat yang dimaksud Rahmat adalah seismograf dan akselerograf. Dijelaskan Rahmat, seismograf berfungsi mencatat semua getaran dan kecepatan rambat gempa bumi dalam bentuk seismogram, lalu dikonservesi ke Modified Mercally Intensity (MMI).
Sementara akselerograf, dikatakannya, untuk mencatat data getaran-getaran seismik secara digital seperti lokasi, waktu kejadian, kedalaman, kekuatan, dan lainnya.
Dua alat ini, sebut Rahmat, menjadi parameter bagi BMKG mengeluarkan keputusan ada potensi tsunami tiga hari lalu.
“Kalau ada pasokan data dari buoy, kita bisa pastikan apakah akan terjadi tsunami atau tidak,” ujar Rahmat, yang kini menjabat Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono.
Saat ini, di Sumatra ada sekitar 50an seismograf. “Data seismograf ke Padangpanjang sebetulnya ada 65,” sambungnyanya.
Untuk mendukung EWS, BMKG memiliki alat seismograf berupa 4 sensor di kantor BMKG Padangpanjang, lalu ada 6 alat yang tersebar di Mentawai 3 unit, Padangpanjang 1 unit, Sungai Dareh 1 unit, dan Universitas Andalas 1 unit.
Dengan ketiadaan Buoy, BMKG hanya mendapat pasokan data dari Tide Gauge yakni alat yang digunakan untuk mengukur muka air laut.
Menurutnya, buoy lebih penting karena dapat diketahui tsunami atau tidak dalam posisi masih di laut lepas. Sementara Tide Gauge hanya memberitahu setelah tsunami menghampiri pantai.
Kehilangan Buoy juga dirasakan otoritas Sumatra Barat sejak beberapa tahun terakhir.
Wakil Gubernur Sumatra Barat periode 2015-2020 Nasrul Abit pernah mengatakan, informasi yang dia dapat, Tsunami Buoy yang dipasang di perairan Mentawai, hilang dicuri.
Oleh sebab itu, sejak diketahui Buoy tidak jelas keberadaanya, dia berharap ada penggantian.
"Itu kan alat BPPT. Saya sudah bilang ke BPBD Sumbar agar menyurati BPPT untuk penggantian Buoy atau alat pendeteksi tsunami sejenis," ungkap Nasrul.
Seiring terus berprosesnya zona subduksi di segmen Siberut, sisi barat Sumbar, potensi megathrust atau gempa besar dengan prediksi melahirkan tsunami bisa saja terjadi dalam rentang waktu yang tidak terlalu panjang.
Nasrul mengatakan, ada sekitar 900 ribu penduduk Sumatra Barat yang tersebar di 7 kabupaten/kota sangat rentan tsunami.
Terkait mitigasi tsunami, BPBD Sumatra Barat menyebutkan punya 58 alat teknologi EWS yang dipasang di daerah-daerah yang rentan kena tsunami.
"Setiap tanggal 26 tiap bulannya, diujicobakan. Kalau ada yang rusak tetap kita lakukan perbaikan," pungkas Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumbar, Rumainur.