Mencari Pemimpin Sumatra Barat yang Berintegritas

Mencari Pemimpin Sumatra Barat yang Berintegritas

Antoni Putra, Peneliti di Pusat Studi hukum dan kebijakan Indonesia

Beberapa bulan ke depan, tepatnya pada 9 Desember 2020, kita akan melangsungkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak di 270 daerah, dengan rincian daerah yang akan menggelar pilkada yakni 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Khusus untuk Provinsi Sumatra Barat (Sumbar), Pilkada akan dilakukan dalam rangka pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati di 11 Kabupaten dan Pemilihan 2 Walikota. Kabupaten/kota yang menggelar pilkada adalah Bukittinggi, Sijunjung, Agam, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Dharmasraya, Solok (kabupaten), Solok (kota), Solok Selatan, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Pasaman, dan Pasaman Barat.

Pilkada Serentak kali ini akan terasa berbeda dari sebelumnya, sebab pemilihan akan digelar di tengah situasi pandemi virus corona yang menuntut perubahan pola hidup dari masyarakat. Namun demikian, semangat para bakal calon untuk mendapat simpati pemilih tidak pernah kendor.

Lihat saja, poster-poster sudah bertebaran di mana-mana dengan latar belakang calon yang beragam. Ada yang merupakan politisi yang telah menjabat dalam periode sebelumnya kemudian mencalonkan diri kembali, ada yang sedang menduduki jabatan publik yang diperoleh dari hasil pemilihan umum sebelumnya seperti anggota DPR, DPD dan DPRD, dan beberpa diantanya merupakan politisi yang maju untuk pertama kali dan politisi yang gagal dalam pemilu legislatif yang dilaksanakan tahun lalu.

Dalam konteks ini, mencari pemimpin daerah yang berintegritas atas nama kepentingan rakyat menjadi hal yang sangat penting agar proses demokratisasi tidak tercederai oleh perilaku calon kepala daerah terpilih nanti. Namun hal itu masih terlihat tabu. Praktek politik yang bekerja dalam rezim pemilu seringkali membuat rakyat tidak percaya bahwa pilkada akan menghadirkan calon yang memiliki integritas dan kapabilitas.

Tanggung Jawab

Persoalan yang perlu dibahas bukan apa latar belakang dari para calon. Melainkan ada atau tidaknya calon pemimpin yang berkualitas dan berintegritas yang mampu menjalankan tanggung jawab sampai selesai.

Bagi calon kepala daerah yang sedang menjabat (incumbent) tentu sudah diketahui kualitas pribadi dan kepemimpinannya bagiamana. Bila ia berkualitas dan berintegritas dalam jabatan selama menjabat, tentu masyarakat tidak akan keberatan untuk memilihnya kembali. Begitu pun sebaliknya.

Untuk yang pertama kali, publik tentu masih meraba-raba tentang bagaimana kapasitasnya. Amanah atau tidaknya, tentu hanya dapat diukur bila ia menjadi calon yang terpilih menjadi kepala daerah.

Sayangnya, banyak dari politisi yang akan maju menjadi calon kepala daerah masih memiliki tanggung jawab yang harus dijalankan. Terutama mereka yang saat ini tengah menduduki jabatan lain hasil dari Pemilihan Umum. Baik yang terpilih menjadi anggota DPRRI, DPD dan DPRD dalam pemilu legislatif tahun lalu, maupun calon kepala daerah yang saat ini masih menjabat sebagai kepala daerah dengan masa jabatan yang panjang (misalnya seorang walikota yang terpilih dalam Pilkada serentak 2018 dan sekarang hendak mencalon menjadi gubernur).

Di Sumbar, setidaknya ada nama-nama seperti Mulyadi yang merupakan anggota DPR RI, Khairunnas anggota DPRD Sumbar, dan Mahyeldi yang jabatannya sebagai Walikota Padang masih tinggal beberapa tahun lagi.

Terhadap calon kepala daerah yang demikian, tentu komitmen dan integritasnya perlu dipertanyakan. Terkesan haus jabatan dan tidak bertanggung jawab dengan amanah yang diembannya. Pasalnya, mereka adalah orang-orang yang telah diberi amanah oleh rakyat untuk mewakili kepentingannya di pemerintahan. Bila kemudian mundur di tengah masa jabatan untuk maju sebagai calon kepala daerah, jelas ini menjadi sebuah penghinaan terhadap rakyat.

Mereka telah mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh rakyat dengan hanya memandang Pemilu sekedar cara untuk mengkonversi suara rakyat menjadi kursi dan jabatan. Terlebih, bagi mereka yang merupakan anggota legislatif, baik daerah maupun pusat, baru genap satu tahun menjabat sejak pemilu legislatif dilaksanakan tahun lalu, kini malah melirik jabatan lain melalui jalur pemilu.

Dalam hal ini, mereka terkesan seperti kutu loncat yang tidak bisa tenang duduk di satu jabatan yang diperoleh melalui pemilihan umum. Padahal, mereka yang dipilih adalah untuk memikirkan rakyat, bukan hanya untuk memikirkan pribadi, keluarga dan golongan sendiri, melainkan rakyat memilihnya menjadi menjadi anggota DPR agar kepentingan rakyat terwakili. Sepantasnya, mereka yang telah diberi amanah menjalankannya sampai jabatannya tersebut berakhir.

Meski calon yang lain tidak memiliki jabatan politik panjang yang didapat dari Pemilu, bukan berarti bebas dari kontroversi. Sebut saja Faldo Maldini, politisi muda yang sukses menjadi calon legislatif (walaupun tidak terpilih) dan menjadi Jubir Prabowo pada Pemilu 2019 (walaupun kalah). Calon muda ini juga tidak luput dari kritik karena dianggap terlalu berambisi menjadi kepala daerah. Pertama, dengan #SumangaikBaru mulai kampanye menjadi calon Gubenur, namun terhalang karena belum cukup umur. Kemudian, mendaftar ke salah satu partai politik untuk maju sebagai Calon Bupati Pesisir Selatan, tapi karena pelaksanaan pilkada tertunda karena pandemi corona, dan proses pendaftaran bakal calon diundur, ia kembali menjadi bakal calon Gubernur.

Selain beberapa nama di atas, juga ada nama-nama lain yang disebut akan maju menjadi calon Gubernur Sumbar, seperti Fakhrizal eks-Kapolda Sumbar, Gusmal Supati Solok dua Periode dan Fauzi Bahar eks-Walikota Padang dua periode. Alat peraga kampanye berupa poster-poster mereka yang bertuliskan “calon Gubernur Sumber” juga sudah sejak jauh-jauh hari bertebaran di mana-mana.

Mundur dari Jabatan

Bagi anggota DPR, DPD dan DPRD, merujuk pada putusan Mahkamah konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIII/2015 dan Nomor 45/PUU-XV/2017, menegaskan bahwa bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang menjadi calon kepala daerah, maka harus mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pilkada. Suka atau tidak, Putusan ini mesti jadi pegangan semua pihak dalam penyelenggaraan Pilkada.

Meski demikian, menurut penulis, walaupun diperbolehkan secara hukum, mereka yang memilih hal demikian sejatinya cacat secara moral dan tanggung jawab. Pasalnya, seharusnya yang bersangkutan menyelesaikan masa jabatannya terlebih dahulu. Sebab, mereka dipilih bukan diundi. Ada ratusan, bahkan jutaan harapan yang harus dipenuhi. Seharusnya, yang bersangkutan malu bila harus lari dari tanggung jawab.

Idealnya, Pilkada harus sepenuhnya dijadikan panggung untuk mencari sosok pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab. Panggung untuk mencari sosok yang dapat mengemban harapan rakyat untuk membangun daerahnya. Bukan malah menjadi ajang untuk memilih kepala daerah dengan calon-calon yang minim integritas. Tujuannya, untuk bisa membawa perubahan yang berarti bagi kehidupan setiap masyarakat ke arah yang lebih baik. Bukan panggung bagi politisi yang tidak punya pendirian atau politisi yang tidak puas akan jabatannya dengan hanya memperjuangkan ambisi pribadi, keluarga dan/atau kelompoknya politiknya saja.


Antoni Putra, Peneliti di Pusat Studi hukum dan kebijakan Indonesia

Baca Juga

Raih Cumlaude, Bupati Dharmasraya Resmi Menyandang Gelar Magister Administrasi Publik dari Unand
Raih Cumlaude, Bupati Dharmasraya Resmi Menyandang Gelar Magister Administrasi Publik dari Unand
Berita Padang - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Harga cabai di Pasar Raya Padang mengalami kenaikan jelang Ramadan. 
Siapkan Kebijakan Strategis, Gubernur Yakin Harga Pangan Sumbar Terkendali Saat Ramadan
Nasdem
DPR RI Dapil Sumbar I: Sengit Perebutan Kursi Kedua Nasdem
Survei SBLF: Nofi Candra Berpeluang Besar Melenggang ke DPR RI di Pemilu 2024
Survei SBLF: Nofi Candra Berpeluang Besar Melenggang ke DPR RI di Pemilu 2024
Prof Amir Syarifuddin
Mengenang Prof Amir Syarifuddin: Berawal dari Guru Agama dan Berakhir Juga sebagai Guru Agama
Anggota DPR RI Guspardi Gaus
Pemerintah Buka 2,3 Juta Lowongan CPNS 2024, Guspardi Gaus: Kesempatan Besar Bagi Fresh Graduate dan Honorer