Langgam.id - Waktu seperti terhenti di Sawahlunto. Puluhan bangunan tua dari masa lalu yang menjaga kota itu, seolah menahan jarum jam di masa silam dan menjaga suasananya agar tetap terasa hingga kini.
Kota kecil berjarak sekitar 90 kilometer di timur laut Kota Padang tersebut, memang menyimpan sejarah. Inilah kota yang membawa banyak perubahan hampir ke seluruh daerah di Sumbar pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20.
Erwiza Erman dalam buku 'Membaranya Batubara, Konflik Kelas dan Etnik' menulis, WH de Greeve, seorang ahli geologi Belanda menemukan kandungan batubara di Ombilin, Sawahlunto pada 1868.
RDM verbeek melanjutkan riset setelah De Greeve meninggal dunia. Menurutnya, kandungan batubara mencapai 2 juta ton.
Pemerintah Belanda yang amat butuh bahan bakar hitam itu, tak membuang kesempatan. Sebuah rencana eksplorasi pun disusun.
Batubara adalah alasan untuk pembangunan seluruh jalur kereta api di Sumbar saat itu dan Pelabuhan Emmahaven, yang kini dikenal sebagai Teluk Bayur.
Bila menyusuri Sawahlunto kini, kegiatan tambang besar di masa lalu itu, masih terus berbekas. Empat dari tujuh museum di Sawahlunto mengoleksi berbagai barang peninggalan masa lalu dan juga foto-foto.
Museum Gudang Ransoem, Museum Tambang Batubara Ombilin, Museum Kereta Api dan Galeri Info Box di Lubang Tambang Mbah Soero menyimpan foto-foto lama itu.
Ketika keluar dari museum-museum itu, kita seperti de javu. Bangunan-bangunan tua yang ada dalam foto-foto kuno di museum, nyata masih berdiri dengan kokoh di Sawahlunto.
1.Kantor Perusahaan Tambang Batubara Ombilin
Bangunan tua ini, menjadi ikon Kota Sawahlunto. Terletak di pusat kota, di hadapan lapangan segitiga. Gedung yang dulu disebut Hoofdkantoor van de Steenkolenmijn Ombilin tersebut dibangun pada 1916.
Tak banyak yang berubah setelah 103 tahun. Yang berbeda, tak ada lagi sembilan jendela kecil di atap. Gantinya, di pintu gerbang masuk sekarang ditambah dengan lobby.
Di kantor ini dulu, para pejabat tambang batubara berkantor. Sejak zaman Hindia Belanda, sampai tambang dinasonalisasi hingga akhirnya bernama PT. Bukit Asam.
Kini, mulai sore hingga malam, halaman dan lapangan di depan gedung, menjadi tempat warga kota dan pelancong berkumpul. Sembari menikmati kuliner kaki lima
2.Gedung Societeit
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat, gedung ini dibangun pada 1910.
Di zaman Belanda, gedung yang disebut Societeit Glück Auf ini merupakan gedung pertemuan dan bersosialisasi para pejabat tambang batubara, pemerintah dari kalangan Eropa.
Gedung ini menjadi tempat hiburan, minum, berdansa, bernyanyi dan main bowling. Karena itu, disebut juga sebagai rumah bola
Setelah merdeka, bangunan ini menjadi Gedung Pertemuan Masyarakat (GPM). Pernah pula menjadi bank dan pada 2006 Gedung ini diresmikan sebagai Gedung Pusat Kebudayaan (GPK) Sawahlunto.
Bangunan ini jelas berciri arsitektur Eropa. Terasnya disangga enam tiang beton, atap terbuat dari genteng dan lantai dari ubin.
Sebagian kecil bangunan sudah berubah, seperti pada bagian dalam, luar, sisi kiri dan kanan. Namun tetap mempertahankan karakter dan bentuk asli bangunan.
3.Gedung Ons Belang
Bangunan di sebelah kiri jalan ini, disebut Ons Belang. Andi Asoka dalam buku 'Sawahlunto, Dulu, Kini dan Esok' (2005) menulis, pada 1920 dibangun sebuah toko koperasi 'Ons Belang'. Toko ini untuk memenuhi kebutuhan orang-orang Eropa dan Indo-Eropa yang ada di Sawahlunto.
Hari ini, jika kita ke Sawahlunto, bangunan yang berada di seberang Wisma Ombilin tersebut dipakai sebagai mini market. Jalan di sebelahnya menuju ke arah Pasar Sawahlunto, sekaligus juga mengarah ke arah luar kota menuju Jalan Linta Sumatra.Stasiun dan Museum
4.Stasiun Kereta Api
Spoorwegstation atau Stasiun Kereta Api Sawahlunto dibangun pada 1912. Bangunan stasiun terdiri atas bangunan utama yang beratap luas dan lebar untuk melindungi satu jalur rel tempat kedatangan dan keberangkatan barang dan penumpang.
Ciri bangunan kolonial pada bangunan ini dapat dilihat dari struktur umumnya bangunan stasiun yang dibangun periode kolonial Belanda di Sumatera Barat, ciri lain bentuk atap dan dinding yang tebal.
Keberadaan stasiun dan jalur kereta api di Sumbar, adalah untuk kepentingan eksplorasi batubara di Sawahlunto.
Erwiza Erman menulis, pada 1891, negara (Belanda) ditunjuk membangun jalur kereta api karena tambang akan memberikan keuntungan yang sangat besar.
Pemerintah Belanda kemudian menunjuk Jan Williem Ijzerman, untuk memimpin tambang sekaligus membangun rel kereta api.Pada foto di atas, kelihatan para petugas stasiun berfoto bersama.
Kini, stasiun tersebut juga sekaligus sebagai museum. Di depan museum, patung setengah badan Ijzerman yang mewujudkan jalur kereta api dan tambang batu bara masing terpasang.
5.Gudang Ransoem
Gudang Ransoem adalah bagian dari kawasan dapur umum sekaligus gudang tempat menyimpan bahan makanan untuk para buruh pertambangan.
Keterangan sejarah yang tercatat dalam Museum Gudang Ransoem menyebutkan, kawasan ini dibangun pada 1918. Selain dua gudang besar juga ada dua tungku besar untuk memasak kebutuhan para buruh.
Dengan 100 pekerja, dapur umum pada saat itu memasak 65 pikul atau setara 3,9 ton nasi untuk makan para pekerja tambang, pasien rumah sakit dan keluarga pekerja tambang.
Tiga alat masak besar dan beberapa lainnya, saat ini terletak pada posisi yang sama dengan foto masa silam. (HM)