Langgam.id - Seekor satwa langka dan dilindungi jenis trenggiling (manis javanica) diselamatkan Alfi Rahman, warga Simpang Ampek, Pasaman Barat ketika melintasi jalan raya dekat SPBU Batang Toman, Senin (22/2/2021) sekitar pukul 03.00 WIB.
Pengendali Ekosistem Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar Ade Putra mengatakan, satwa diselamatkan dan dibawa ke drh Ahmad Ikhsan. Mengetahui satwa tersebut merupakan jenis dilindungi, drh Akhmad Ikhsan meinginformasikannya kepada BKSDA Sumbar pada Selasa (23/2/2021).
"Mengingat pada saat itu tim KSDA terdekat, Resor Agam sedang melakukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Tiku Selatan, Agam, maka satwa tersebut dirawat sementara oleh Ahmad Ikhsan," katanya, Jumat (25/2/2021).
Kemaren, Kamis (25/2/2021), tim Resor KSDA Agam menjemput dan mengevakuasi satwa dengan status konservasi IUCN, critically endangered (kritis) itu ke kantor Resor KSDA Agam di Lubuk Basung untuk diobservasi.
"Apabila hasil observasi trenggiling itu dinyatakan sehat dan dalam kondisi baik, maka akan dilepasliarkan kembali di kawasan hutan cagar alam Maninjau," ujarnya.
Trenggiling tersebut terangnya, diketahui berkelamin jantan dengan panjang 107 cm dan berat 5,5 kilogram.
Baca juga: Diselamatkan dari Kabel Listrik, Seekor Kukang Diserahkan ke BKSDA Agam
Trenggiling merupakan satwa langka yang paling banyak diburu oleh oknum pelaku kejahatan satwa liar. Satwa ini diburu untuk dagingnya dikonsumsi, sedangkan sisik kulitnya diperdagangkan sebagai bahan obat-obatan karena dipercaya mengandung zat tertentu.
Selama 2020, BKSDA Sumatra Barat bersama aparat terkait telah mengungkap empat kasus perdagangan bagian tubuh trenggiling berupa sisik di Pasaman, Pasaman Barat dan Agam. 7 orang pelaku telah menjalani proses persidangan dan telah dijatuhkan vonis pengadilan di tempat terjadinya perbuatan kejahatan itu.
Dalam perdagangan internasional, trenggiling masuk dalam kelompok Appendix I, yang artinya tidak boleh dimanfaatkan dan diperdagangkan. Sedangkan di Indonesia, trenggiling dilindungi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 106 tahun 2018 dan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemya.
Sesuai pasal 21 undang-undang tersebut, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, memiliki, menyimpan, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup, mati ataupun bagian-bagian tubuhnya serta hasil olahannya. (Rahmadi/yki)