Melihat Prosesi Pemandian Naskah Melayu Tertua di Kerinci

Berita terbaru dan terkini hari ini: Pemandian naskah itu akan digelar kenduri yang dikenal dengan nama Kenduri Sko Tanjung Tanah.

Lembar 29 dan 30 Naskah Tanjung Tanah. (Foto: Tim Uli Kozok 2002)

Berita terbaru dan terkini hari ini: Pemandian naskah itu akan digelar kenduri yang dikenal dengan nama Kenduri Sko Tanjung Tanah.

Langgam.id - Naskah Melayu Tertua di Desa Tanjung Tanah, Kecamatan Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi telah disimpan sejak abah ke-14. Hingga saat ini, naskah tersebut terus dibersihkan atau dimandikan secara berkala.

Pembersihan atau pemandian naskah itu akan digelar kenduri yang dikenal dengan nama Kenduri Sko Tanjung Tanah.

Setelah sempat tertunda tahun lalu akibat Pandemi Covid-19, tahun ini pembersihan Naskah Melayu Tertua itu digelar.

Pemandian Naskah Melayu Tertua di negeri Sekepal Tanah Surga itu dihadiri ratusan masyarakat dan tokoh-tokoh adat dari tiga luhah (suku-red) di Tanjung Tanah, yaitu Luhah Depati Talam, Luhah Depati Bumi, dan Luhah Depati Sekumbang.

Tak hanya itu, proses pemandian atau pembersihan naskah Melayu Tertua itu juga dihadiri Bupati Dharmasraya, Sutan Riska Tuanku Kerajaan beserja jajaran dan pemangku adat.

Kenduri Sko Tanjung Tanah dimulai dengan berkumpulnya para Depati tiga Luhah, tokoh adat, dan masyarakat Tanjung Tanah. Mereka berkumpul di Masjid Al Ihsan Tanjung Tanah.

Saat itu, semua pemimpin adat meneganakan baju kebesaran (baju adat) mereka, yang juga diikuti Sutan Riska Tuanku Kerajaan, didampingi tokoh LKAAM Dharmasraya.

Usai berkumpul di Masjid Al Ihsan Tanjung Tanah, rombongan akan berjalan (iring-iringan) ke rumah Depati Talam, jaraknya sekitar puluhan meter dari masjid. Perjalanan itu juga diiringi dengan bunyi gong.

Sampai di rumah Depati Talam, ritual atau prosesi pemandian Sko (Naskah) dimulai. Di dalam ember yang berisi air dengan campuran jeruk, naskah itu dimandikan.

Terlihat, ada 24 lembah Kitab Undang-undang Tanjung Tanah yang merupakan Naskah Melayu Tertua, yaitu sejak abad ke-14 dimandikan atau dibersihkan.

Lalu, depati juga membersihkan enam ikat naskah yang tertulis di daun lontar. Juga ada sembilan macam kain dan baju, sebuah stempel dari tanah, lalu baju kebesaran hakim.

Selesai di rumah Depati Talam, prsoses dialnjutkan ke rumah Depati Bumi. Di sana, pembersihan atau pemandian juga digelar.

Di rumah Depati Bumi, Sko yang dimandikan itu berupa satu kotak peti, satu buluh, dan lima macam kain berwarna. Prosesi itu dipimpin langsung Depati Bumi.

Kemudian, acara dilanjutkan ke rumah Depati Depati Sekumbang. Sko yang dibersihkan atau dimandikan di rumah Depati Sekumbang yaitu berupa satu buah peti seng, satu batang buluh, kain warna hitam, putih dan merah.

Setelah ritual digelar di tiga rumah depati itu, acara dilanjutkan ke lapangan yang juga diikuti ratusan masyarakat setempat. Lalu, Kenduri akan dilanjutkan keesokan harinya.

Menuurt Pucuk Depati Talam, Sko merupakan Pusaka Melayu Tertua di dunia. Sko itu berisi soal tatanan hidup masyarakat dan berbagai ilmu hukum.

Bahkan, kata Depati Talam, hukum yang tertulis dalam Sko itu juga masih diterapkan masyarakat Tanjung Tanah hingga saat ini.

"Contohnya, upah petani di sawah itu menggunakan perpatuh. 10 kali 10, upahnya 1. Ada juga yang lain," ujar Depati Talam.

Selain itu, dalam Sko tersebut juga diatur terkait hukum bagi pencuri dengan rinci. Mencuri ubi yang telah dipanen, ubi yang belum dipanen, dan ubi yang berada di bawah rumah, berbeda-beda hukumnya.

Dijelaskan Depati Talam, Kenduri akan digelar dalam lima atau enam tahun sekali, tergantung kesepakatan bersama.

Terakhir, Kenduri digelar tahun 2015 dan direncanakan akan digelar tahun 2020. Namun, karena Pandemi Covid-19, Kenduri diundur, digelar tahun ini (2022).

"Setiap Kenduri, Sko itu wajib dikandikan dengan limau (jeruk). Fungsinya, untuk membersihkan pusako itu," ucapnya.

Di museum, lanjut Depitu Talam, juga ada bermacam cara menyimpan pusaka atau naskah, ada yang pakai kapur dan lainnya. "Kita cukup pakai limau dan itu masih awet sampai sekarang," katannya.

Dituliskan sebelumnya, orang pertama yang punya teori bahwa Dharmasraya berada di huluan Batang Hari, bernama Dr. Rouffaer, pada awal abad 20. Sebelumnya nama Dharmasraya hanyalah kisah di atas prasasti, tak pasti di mana rimbanya.

Mengulang-ulang kaji, lebih kurang begini senarai kisahnya…

Pada 1894, ketika tentara Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL) merebut Lombok, mereka mendapati lontar-lontar naskah lama di perpustakaan Istana Cakranegara.

Naskah-naskah dari Pulau Lombok itu kemudian menjadi koleksi perpustakaan Leiden, Belanda dengan kode L Or 5.023. Pada kolofon terbitannya, J.L.A. Brandes, memberi tajuk Iti Nagarakretagama Samapta. Itulah lontar Kakawin Negarakretagama karya Empu Prapanca, yang 1973 dikembalikan Ratu Juliana kepada pemerintah Republik Indonesia. Sekarang lontar itu disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan kode NB 9.

Terdiri dari 98 pupuh, pada pupuh 13 Nagarakretagama tersua kata “dharmasraya”.

“lwir nin nusa pranusa pramukha sakahawat ksoni ri malayu nan jambi mwan palemban karitan i teba len darmmacraya tumut kandis kahwas manankabwa ri siyak i rkan Kampar mwan i pane kampe harw athawe mandahilin i tumihan parllak mwan i barat hi lwas lawan samudra mwan i lamuri batan lampun mwan i barus yekadinyan watek bhumi malayu satanah kapwamateh anut Len tekan nusa tanjun nagara ri kapuhas lawan ri katinan sampit mwan kutalinga mwan I kutawaringin sambas mwan i lawai”

Berita terbaru dan terkini hari ini: Pemandian naskah itu akan digelar kenduri yang dikenal dengan nama Kenduri Sko Tanjung Tanah.

Proses pembersihan Sko naskah Melayu oleh Pucuk Depati Talam. (Foto: Rahmadi/Langgam.id)

Nama “dharmasraya” muncul dalam catatan lawas. Tapi, saat itu tak diketahui di mana negerinya.

Pada 1905, giliran wilayah huluan Batang Hari, pedalaman Pulau Sumatera yang jatuh ke pangkuan Belanda. “Waktu itu Belanda menyodorkan surat perjanjian untuk ditandatangani para raja,” tulis Rusli Amran dalam buku Sumatra Barat hingga Plakat Panjang, terbitan Sinar Harapan, 1981.

Isinya pendek saja, dan sama untuk semua daerah, yang waktu itu masih merdeka. Yakni, mengakui bahwa: 1. Daerah mereka adalah bagian dari Hindia Belanda dan dengan demikian di bawah kekuasaan Belanda; 2. Akan setia pada Raja Belanda dan Gubernur Jenderal sebagai wakilnya; 3. Akan menaati segala peraturan dan seterusnya.

Yang meneken; Datuk Khatib Besar atas nama V Kota dan Padang Tarab. Sultan Sri Maharaja Diraja untuk Koto Besar, Tuanku Bagindo Majolelo untuk Padang Laweh, Tuanku Bagindo Ratu untuk Siguntur dan beberapa raja lainnya.

Di huluan Batang Hari, para ilmuwan Belanda langsung saja menyilau batu bersurat yang sekian abad tergolek di daerah Padang Roco, Sungai Lansek, tepian Batang Hari, yang setelah dibaca berbunyi…

Swasti sakawarsatita 1208 bhadrawada masa tithi pratipada suklapksa mawulu wage wrhaspati wara madangkungan grahacara nairitistha waisaka naksasatra cakra (dewata ma)ndala subha yoga kuwera parbesa kinstughna muhurtta kanyarasi i nan tatkala paduka bharala aryyamoghapasa lokeswara caturdasatmika saptaratnasahita diantuk dari bhumi jawa ka swarnnabhumi diprasatistha di dharmmasraya akan punya sri wiswarupa kumara prakaranang dititah paduka sri maharajadhiraja sri krtanagara wikrama dharmmotunggadewa mangiringkan paduka bharala rakryan mahamantri dyah adwayabhahma rakryan sri kan dyah sugutabrahma muan samgat payangan hang dipangkaradasa rakryan damung pu wira kunang punyeni yogja dianumodananjaleh saka praja di bhumi malayu Brahmana ksatrya waisya sudra aryyammadhyat sri maharaja sri mat tribhuwanaraja mauliwarmma dewa pramukha[1].

Artinya:

Bahagia! Pada tahun Saka 1208, bulan Badrawada, hari pertama bulan naik, hari Mawulu wage, Wuku Madaṇkungan, letak raja bintang di baratdaya…Tatkala itulah arca paduka Amoghapasa lokeswara dengan empat belas pengikut serta tujuh ratna permata di bawa dari Bhumi Jawa ke Swarnnabhumi, supaya ditegakkan di Dharmmasraya. Sebagai hadiah Sri Wiswarupa Kumara. Untuk tujuan tersebut paduka Sri Maharajadhiraja Krtanagara Wikrama Dharmmottunggadewa memerintahkan rakryan maha-mantri Dyah Adwayabrahma, rakryan sirikan Dyah Sugatabrahma dan samagat payanan han Dipankaradasa, rakryan damun Pu Wira untuk menghantarkan pāduka Amoghapasa. Semoga hadiah itu membuat gembira segenap rakyat di Bhumi Malayu, termasuk brahmaṇa, ksatrya, waisa, sudra dan terutama pusat segenap para aryya, Sri Maharaja Srimat Tribhuwanarāja Mauliwarmmadewa.

Demi membaca itu, Dr. Rouffaer (dikenal sebagai pendiri KITLV), yang sedang berada di atas kapal dalam pelayaran dari Belanda menuju Hindia Belanda, langsung mengangkat penanya, “Inilah daerah Buddhis yang makmur pada tahun 1350 itu. Di bagian hulu Batang Hari, disebut Dharmasraya,” tulis Dr. Rouffaer.

Angka tahun 1350 yang diketengahkan Rouffaer, lantaran pada masa itu para ilmuwan kolonial baru saja ternganga-nganga dengan penemuan naskah Negarakretagama dari perpustakaan Istana Cakra Negara, Lombok. Dalam naskah yang belakangan diajukan sebagai bukti untuk menggadang-gadang Majapahit tersebut, tersua diksi Dharmasraya.

Menurut Rouffaer, Dharmasraya harusnya berada di daerah pusat agama Buddha, atau paling tidak di daerah yang ajaran Buddha berkembang pesat.

Dan sejak para ilmuwan kolonial mulai menemukan satu demi satu reruntuhan negeri tua di Sungai Lansek, Rambahan, Pulau Punjung, Siguntur, maka bagi Rouffaer letak Kerajaan Dharmasraya bukan misteri lagi. Menyusul terbacanya aksara di lapik Baralo Amoghapasa yang ditemukan di Sungai Lansek, dia semakin yakin bahwa Dharmasraya pasti di daerah hulu Batang Hari.

Pada 19 Juli 1909, teori Rauffaer dirundingkan oleh para ilmuwan di kantor Bataviaasch Genooschap, yang kini jadi Museum Nasional, Jakarta. Hasilnya, confirm! Tak satu pun ilmuwan membantah, bahwa Dharmasraya berada di Sungai Lansek, Rambahan, Pulau Punjung, Siguntur dan sekitarnya.

Baca juga: Kenduri Sko Tanjung Tanah, Naskah Melayu Tertua

Berpedoman pada kisah inilah, pada 7 Januari 2004 nama Dharmasraya dihidupkan lagi jadi nama kabupaten baru-pemekaran Sawahlunto Sijunjung-di Propinsi Sumatera Barat.

“Mambalia’an siriah ka gagangnyo, pinang ka tampuaknyo. Kok lai bungo ka jadi putiak, putiak ka jadi buah. Buah untuak ka basamo,” kata Sutan Riska Tuanku Kerajaan.

Dapatkan update berita terbaru dan terkini hari ini dari Langgam.id. Mari bergabung di Grup Telegram Langgam.id News Update, caranya klik https://t.me/langgamid, kemudian join. Anda harus instal aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca Juga

TPB Fateta Unand - Mitra Kerinci Bumikan Budaya 'Ngeteh'
TPB Fateta Unand - Mitra Kerinci Bumikan Budaya 'Ngeteh'
Sempat Tertunda Karena Covid-19, Kenduri Sko Tanjung Tanah di Kerinci Kembali Digelar
Sempat Tertunda Karena Covid-19, Kenduri Sko Tanjung Tanah di Kerinci Kembali Digelar
Berita Dharmasraya - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Sutan Riska hadiri Kenduri Sko Tanjung Tanah di Kerinci, Jambi.
Dharmasraya Tertulis dalam Naskah Tertua Melayu, Sutan Riska Hadiri Kenduri Sko Tanjung Tanah
Berita Padang - berita Sumbar terbaru dan terkini hari ini: Persiapan untuk hadapi Liga 2, Semen Padang FC uji coba ke Kerinci.
Mulai Persiapan Liga 2, Semen Padang FC Uji Coba ke Kerinci
Kenduri Sko Tanjung Tanah, Naskah Melayu Tertua
Kenduri Sko Tanjung Tanah, Naskah Melayu Tertua
4 Orang Perusak Hutan Lindung TNKS Diringkus Tim Gabungan di Solok Selatan
4 Orang Perusak Hutan Lindung TNKS Diringkus Tim Gabungan di Solok Selatan